EXT. DEPAN RUKO - SIANG
Diana berdiri di depan ruko, melihatnya bangunan itu, serius.
Dina berjalan masuk dan ia berhenti melihat Diana yang berdiri. Diana juga melihat Dina.
INT. RUANG KERJA - SIANG
Diana dan Dina duduk berhadapan. Diana hanya diam dan Dina yang meninum Teh.
DIANA
Ini gak ada gunanya. Gak ada perubahan.
DINA
Pikiran kita bisa jadi lawan terkuat kita. Tapi bisa jadi pendorong besar kita juga. Tegantung kamu mau pilih yang mana.
Diana tidak menjawab, ia hanya diam.
DINA
Kamu yakin gak ada perubahan karena pikiran kamu bilang begitu.
DIANA
Aku mau sembuh dari cedera. Aku mau bisa hadapi masalah aku.
DINA
Karena itu memang tujuan kita, kan?
DIANA
Kenapa kamu selalu balikin semua omongan aku?
DINA
Karena kamu sendiri gak percaya sama diri kamu sendiri.
DIANA
PERCUMA APA YANG AKU LAKUIN! SEMUANYA TETAP SAMA! CEDERA AKU MAKIN PARAH! AKU MAKIN BENCI SAMA IBU! RANGKING AKU TURUN! SAINGAN AKU JADI JUARA! SEDANGKAN AKU DI SINI! CERITA MASALAH AKU YANG KAMU SENDIRI GAK YAKIN BISA SEMBUHIN AKU!
Dina ingin bicara --
DIANA
DIAM! KAMU DIAM! JANGAN BALIKIN OMONGAN AKU! KAMU DIAM! DENGERIN APA YANG AKU BILANG! DIAM!
Diana tersadar.
DIANA
SIAL!! Maaf Dina...
DINA
Gak apa-apa. Kamu harus keluarin semua yang ada di pikiran kamu.
Ada jeda di antara mereka.
DIANA
Kata Yogi lutut aku kaku karena ingat kejadian itu.
DINA
Itu bisa jadi bentuk pertahanan diri bawah sadar kamu karena kamu gak mau ingat kejadian itu.
DIANA
Dia bilang aku harus lanjutin sesi kita biar aku bisa sembuh.
DINA
Aku gak bisa sembuhin kamu dan ini bukan penyakit.
DIANA
Oke. Aku mau bisa hadpain masalah aku.
DINA
Kejadian Traumatik gak bisa sepenuhnya hilang. Sadar atau gak dia akan tetap ada di diri kita. Tapi percaya aku, kalau kamu mau menghadapi kejadian traumatik kamu, kamu bisa jadi lebih baik dari sebelumnya.
Diana menghela nafas, panjang. Ia melihat Dina, mengangguk.
DINA
Oke kamu bisa mulai kalau kamu merasa nyaman.
Diana mengambil Gelas itu dan meminumnya. Dina melihat Diana, tersenyum.
DIANA
Waktu dia mulai kasar sama Ibu. Aku cuma bisa diam, gak berani lindungin Ibu, sama sekali. Pernah dia pukul aku, Ibu marah dan mereka berantem. Ibu di banting ke lantai. Kepala Ibu bocor terus pingsan. Sepuluh jahitan di kepala.
Diana meminum Tehnya.
DIANA
Semuanya normal lagi begitu dia dapat uang dari menang Judi. Dia baik-baikin kami. Dia minta maaf sama Ibu berkali-kali, sampai cium kaki Ibu. Dia beliin aku perlengkapan badminton baru. Kami jadi keluarga normal senormal-normalnya. Tapi begitu dia kalah judi, gilanya kambuh. Dia sering salahin Ibu kalau dia kalah judi. Bilang ini, bilang itu. Bodohnya aku, aku percaya mentah-mentah semua apa yang dia bilang ke aku. Sampai-sampai aku ikut salahin Ibu juga. Aku ingat aku bilang gara-gara Ibu gak kasih Bapak uang makanya Bapak gak bisa dapat uang lagi.
Diana tersenyum kecut mengatakannya.
DIANA
Tapi begitu aku tahu judi itu apa. Aku mulai lawan dia, dia gak terima dan dia mulai kasar sama aku. Pernah aku ajak Ibu lari...
DINA
Ibu kamu jawab apa?
Diana memegang lututnya, menahan sakitnya, ia meringis kesakitan.
DINA
Kamu aman di sini, Diana. Itu semua di pikiran kamu. Tenangkan pikiran kamu.
Diana memejamkan matanya, mengatur nafasnya.
DIANA
Waktu aku ajak Ibu lari. Ibu bilang kasian dia dan Ibu bertahan sama dia. Waktu itu aku jarang di rumah karena ikut klub. Aku cuma ada di rumah malam dan aku sering lihat badan Ibu luka-luka. Pernah aku pulang ke rumah karena beberapa hari aku ikut turnamen, waktu itu aku juara.
Dina hanya diam, mendengarkan.
DIANA
Aku pulang bawa piala. Aku pikir bisa ngehibur Ibu karena aku juara. Tapi kenyatannya beda dari yang aku bayangkan. Waktu aku sampai rumah, aku lihat Bapak di ruang tengah, sendirian. Aku cari Ibu dimana-mana gak ketemu. Tiba-tiba pintu kamar Ibu terbuka dan Ibu keluar dari dalam... sama laki-laki lain.
Ada jeda di antara mereka.
DIANA
Ibu cuma bisa nunduk. Aku ingat dia bicara sama orang itu "hutang aku udah lunas, oke" dia bilang sambil senyum. Aku cuma bisa diam di situ, gak tahu harus ngapain. Tangan aku gemetaran. Dia sama laki-laki itu pergi keluar. Ibu peluk aku kencang, aku cuma bisa diam.
Diana berusaha mengendalikan dirinya.
DIANA
Sejak itu aku gak pernah bicara sama mereka lagi. Aku jarang di rumah. Sebisa mungkin aku pulang malam-malam dan pergi pagi-pagi.
Diana mengatur nafasnya.
DIANA
Waktu itu aku pulang kayak biasanya. Tapi mereka udah nungguin aku. Sama dua orang laki-laki. Ibu masih tetap di suruh dia lakuin itu. Dan aku juga di suruh dia buat lakuin hal yang sama.
Ada jeda di antara mereka.
DIANA
Aku ingat Ibu ancam dia mau bunuh dia karena suruh aku. Aku langsung lari. Tapi dia kejar aku pakai motor. Aku masih ingat suara dia waktu kejar aku... tahu-tahu aku di tabrak dia.
Diana menahan suaranya. Memegang gelasnya dengan sekuat tenaga. Bahkan sampai gemetar.
DIANA
Aku pingsan waktu itu. Aku di bawa dia ke rumah.
Diana menunduk, menahan suarahnya.
DIANA
Begitu aku bangun aku ingat Laki-laki itu mulai ngeraba aku. Aku langsung selamatin diri, lari. Tapi aku di tahan sama orang itu. Aku berontak, aku ambil apa yang aku bisa, aku pukul orang itu sambil teriak. Dari luar, Ibu dobrak pintu. Selamatin aku dari orang itu, tapi Ibu juga di pukul habis-habisan sama dia.
Diana menghela nafas, panjang. Berusaha menahan tangisannya.
DIANA
Tanpa sadar aku lari ke dapur ambil pisau terus nusuk Orang itu. Ibu udah gak bisa gerak karena di pukul. Bapak langsung ambil raket aku terus pukul badan aku berkali-kali. Ternyata orang itu masih bisa gerak, dia cabut pisaunya. Aku cuma lindungin badan aku gak sadar kalau lutut aku di tusuk pisau.
Diana berusaha menahan tangisnya, sekuat tenaga.
DINA
Lepasin, Diana. Lepasin. Disini gak ada siapa-siapa. Orang-orang itu gak bisa nyakitin kamu lagi.
DIANA
Aaaaaaaaahhhhhhh...
Diana berusaha menahan tangisnya, tapi tidak bisa. Air matanya tumpah.
DIANA
Aku pingsan waktu itu. Yang aku tahu aku di bawa ke rumah sakit. Mereka operasi lutut aku karena mata pisaunya patah. Dia sama Orang itu di tahan. Ibu di rawat juga.
Diana berusaha mengendalikan tangisnya, tidak bisa.
DIANA
Pak Kasman, pelatih aku di klub tahu kejadian itu. Dia bicara sama aku sama Ibu mau bawa aku tinggal sama dia. Ibu setuju dan aku keluar dari rumah.
DINA
Bapak kamu?
DIANA
Aku gak tahu karena Ibu gak pernah cerita dan aku juga gak tanya. Yang aku tahu dia meninggal tiga bulan yang lalu karena Ibu nelpon.
Diana membersihkan air matanya, sesekali ia cengukan karena tangisannya.
DIANA
Sejak aku sembuh aku bersumpah sampai mati aku gak akan bicara sama dia. Aku gak akan pernah ingat dia. Aku gak akan maafin dia. Aku pasti bikin dia nyesal karena lakuin itu aku. Selama aku bertanding itu yang jadi motivasi aku.
DINA
Dan setelah Bapak kamu meninggal?
DIANA
Sumpah demi tuhan aku bahagia dia meninggal.
Ada jeda di antara mereka.
DIANA
Beban di pundak aku hilang. Badan aku ringan...
DINA
Tapi?
DIANA
Aku gak punya motivasi lagi. Tujuan aku bikin dia nyesal sekarang gak ada gunanya dan itu yang bikin aku kayak sekarang.
DINA
Apa Bapak kamu pernah bicara sama kamu?
DIANA
Dia pernah telepon aku tapi aku gak peduli.
DINA
Apa kamu nyesal apa yang kamu lakuin itu ke Bapak kamu?
DIANA
Aku gak pernah nyesal lakuin itu ke dia. Aku justru bersyukur karena dia lakuin itu ke aku makanya aku bisa kayak sekarang.
DINA
Walaupun itu artinya kamu ngerusak diri kamu sendiri?
DIANA
Gak masalah asalkan itu bisa bikin aku bahagia.
DINA
Apa kamu bahagia sekarang?
Ada jeda di antara mereka.
DINA
Yang kamu ceritaiin ke aku itu pasti bikin kamu trauma. Tapi satu hal yang harus kamu tahu. Kamu menyakiti diri kamu sendiri.
DIANA
Aku harus ngapain?
DINA
Lepasin beban kamu, Diana. Kamu harus terima apa yang terjadi dalam hidup kamu.
DIANA
Sampai mati aku gak akan maafin dia.
DINA
Terima keadaan bukan berarti kamu maafin Bapak kamu. Terima keadaan jadi jalan buat kamu jadi orang yang lebih baik dan bisa temuin motivasi kamu kenapa kamu lakuin semua ini.
DIANA
Percuma aku lakuin ini. Gak ada yang berubah.
Diana bangun dan berjalan keluar. Dina tinggal sendirian di ruang itu.
INT. KAMAR MANDI - MALAM
Terdengar suara erangan dari dalam kamar mandi, berulang kali. Pintu kamar mandi terbuka, Diana keluar dari sana, berjalan sambil berpegang ke dinding.
Ia berusaha berjalan, perlahan-lahan. Ia berhenti, tidak kuat. Ia duduk bersandar ke dinding.
Ibu keluar dari kamarnya, melihat Diana. Ia terkejut, berlari --
IBU
Kamu kenapa, nak?
Diana melihat Ibu, tersenyum. Ibu memegang dahi Diana, memeriksa suhu badannya.
IBU
Kamu panas.
Ibu berusaha mengangkat badan Diana. Tidak bisa, terlalu berat.
IBU
Bangun, nak. Ibu kompres.
DIANA
Kenapa Ibu gak mau Diana ajak lari waktu itu, Bu?
Ibu melihat Diana, ia masih berusaha mengangkat Diana, tapi tidak bisa.
DIANA
Kenapa, Bu?
Ibu tidak menjawab, ia hanya diam. Duduk di depan Diana.
DIANA
Ibu ingat Ibu bilang kasian dia kalau kita pergi.
Ibu hanya diam.
DIANA
Dia yang bikin kaki Diana rusak. Dia jual Ibu ke orang lain dan hampir jual Diana juga. Sampai sekarang Diana gak habis pikir kenapa Ibu masih mau sama dia.
IBU
Kenapa kamu pikir cuma kamu yang jadi korban?
DIANA
Diana tahu Ibu juga. Tapi kenapa Ibu masih bertahan?
Ada jeda di antara mereka.
IBU
Ibu pernah coba lari dari rumah, Diana. Waktu kamu ikut turnamen. Ibu coba nyusul kamu. Tapi Bapak kamu bisa kejar Ibu. Ibu di pukul habis-habisan. Apa yang Bapak lakuin? Dia ancam kamu di jual kalau Ibu gak nurutin apa yang dia mau. Ibu langsung tahu, Bapak kamu serius sama apa yang dia bilang.
DIANA
Kenapa Ibu takut sama dia?
IBU
Dia kalau mau bunuh Ibu langsung juga bisa, Diana.
DIANA
Kenapa Ibu gak kabur diam-diam sama Diana?
IBU
Badminton kamu gimana? kamu mau tinggalin gitu aja?
DIANA
Diana gak masalah, Bu.
IBU
Tapi Ibu yang masalah. Apa yang kamu mau lakuin kalau gak main Badminton.
DIANA
IBU MASIH PIKIRIN BADMINTON?!
IBU
KARENA BADMINTON ITU JALAN KELUAR KAMU!
IBU
IBU GAK PIKIRIN JALAN KELUAR IBU?!
IBU
KAMU MAIN BADMINTON ITU JALAN KELUAR IBU!
Ada jeda di antara mereka.
IBU
Apa yang terjadi dalam hidup kita terima, nak. Sekarang Bapak kamu udah meninggal dan tinggal kita berdua. Semua masalah itu udah selesai dan sekarang kamu yang harus lepasin semua itu dari pundak kamu.
DIANA
DIANA HARUS LEPASIN GITU AJA?! HARUSNYA DIANA MASIH JADI NOMOR SATU SEKARANG! DIANA MASIH BISA JADI JUARA! DIANA HARUSNYA LATIHAN SEKARANG BU! BUKANNYA DI SINI BICARIIN MASALALU YANG GAMPANGNYA IBU LEPASIN GITU AJA! KENAPA IBU BISA TAPI DIANA GAK BISA, BU! KENAPA?!
Ada jeda di antara mereka.
DIANA
Diana lelah, Bu. Seumur hidup Diana dendam sama dia dan bukannya hilang malah makin benci sama dia.
Ibu memeluk Diana, ia menahan tangisannya.
DIANA
Diana lelah, Bu.
IBU
Ibu tahu, Nak.
Mereka saling berpelukan, sama-sama menangis.
INT. KAMAR DIANA - PAGI
Diana membuka matanya, ia tersadar. Ia bangun, hanya memakai Sport Bra dan celana pendek.
Ia mengambil Baju, terlihat bekas-bekas Luka di Tubuh bagian belakang. Diana memakai baju dan keluar dari kamar.
EXT. BELAKANG RUMAH DIANA - PAGI
Ibu menyirami tanaman dan bunga-bunga itu. Diana berdiri di pintu.
Ibu menyadarinya. Ia melihat Diana. Mereka tersenyum dan berpelukan.
INT. RUANG KERJA - SIANG
Diana dan Dina duduk berhadapan. Mereka memegang gelas masing-masing.
DIANA
Aku coba ngerti apa yang terjadi dalam hidup Aku sekarang. Tapi Aku gak bisa ngerti sama sekali. Aku tahu Ibu bisa lepasin semuanya, tapi Aku masih belum bisa.
DINA
Kamu gak harus lepasin semuanya. Kamu cuma harus mengerti pelan-pelan. Dengan mengerti, kamu bisa lepasin beban kamu satu persatu.
Diana hanya diam.
DINA
Awalnya memang berat. Tapi percaya Aku. Dengan mengerti apa yang terjadi dalam hidup kamu. Kamu juga bisa menerima rasa sakit dalam hidup. Hidup kamu jadi lebih tenang.
DIANA
Itu yang bisa aku rasaiin nanti?
DINA
Gak ada yang tahu. Itu semua tergantung kamu. Tapi gak ada salahnya kamu coba, kan?
Mereka tersenyum. Mereka minum bersama-sama.
DIANA
Aku minta maaf kalau aku kurang aku.
DINA
Aku pernah ketemu yang lebih berengsek dari kamu.
DIANA
Aku boleh datang lagi ke sini?
DINA
Silahkan.
Mereka berdua tersenyum.
EXT. TEMPAT PEMAKAMAN UMUM - SORE
Ibu sedang menaburkan Bunga-bunga di atas Makam Bapak. Diana hanya berdiri di depan Makam itu. Terlihat Nisan makam itu, bertuliskan:
TUGIONO
Lengkap dengan tempat, tanggal lahir dan tempat, tanggal wafat.
Ibu membacakan doa dan pergi dari situ. Diana tinggal sendirian di situ. Ia melihat sekitar, sepi. Hanya beberapa orang yang sedang berziarah.
Diana melihat Makam Bapak.
DIANA
Dasar berengsek.
Diana pergi dari tempat itu.
INT. RUANG PERAWATAN - SIANG
Diana melakukan fisioterapis dengan Yogi dan Fisioterapis. Diana yang sedang mengangkat beban dengan lututnya. Ia terlihat bersemangat sekalian menahan sakit di lututnya.
Diana selesai mengangkat beban. Nafasnya terengah-engah.
FISIOTERAPIS
Sejauh ini gak ada masalah.
Yogi mengangguk. Diana tersenyum, ia mengacungkan jempol.
TRAINING MONTAGE BEGIN
A. INT. KAMAR DIANA. Diana yang menggunakan pakaian olahraga sedang melakukan pemanasan badminton. Ia terlihat serius melakukannya.
B. INT. RUANG PERAWATAN. Diana yang berjalan pelan di Treadmill. Lututnya di lindungi Deker.
C. EXT. BELAKANG RUMAH. Diana yang sedang menyiram tanaman dan bunga-bunga di belakang rumah. Ibu di sampingya, mereka berbciara. Mereka bahkan tertawa bersama-sama.
D. INT. RUANG PERAWATAN. Diana yang berdiri di atas anak tangga. Kaki Kirinya turun dan membuat Lutut kanannya tertekuk. Ia melalukan gerakan ini berkali-kali. Dalam tempo yang pelan.
E. INT. KAMAR DIANA. Diana melihat Video. Amarah sedang menerima Piala. Ia melihatnya datar.
F. INT. RUANG PERAWATAN. Diana yang memegang barbel dengan dua tangannya dan ia menekuk lututnya ke depan secara bergatian. Ia melakukan penyembuhan cedera lututnya. Ia terlihat bersemangat melakukannya.
G. INT. RUANG PERAWATAN. Diana melakukan gerakan merangkak di tempat dengan bertumpu pada kaki dan lututnya. Ia melakukah gerakan ini secara bergantian dalam tempo cepat.
H. INT. RUANG PERAWATAN. Diana yang menggerakan Lututnya. Fisioterapis memeriksanya dan ia tersenyum. Yogi berada tak jauh dari mereka dan Diana yang menyadari Yogi dan ia tersenyum sambil mengacungkan jempol ke Yogi.
TRAINING MONTAGE END