Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
DARAH
1.INT. KAMAR KOS FIKRI - SORE
Established: Nampak beberapah ornamen khas kamar cowok dengan berbagai poster band rock ternama memenuhi dinding kamar dan segala perintilannya.
Anggun: Aku telat dua bulan... (Gugup dengan suara bergetar dan tangan meremas rok sekolah) kata dokter aku positif hamil,(airmatanya tak terbendung)
Ervan:(kaget) Kamu yakin dengan hasilnya?
Ervan duduk disamping Anggun menatap tak percaya.
Anggun: Sangat yakin.
Anggun menyodorkan hasil pemeriksaan dokter, diambil dari dalam tasnya.
Ervan (V.O): Aku pikir ini tidak akan pernah terjadi, nyatanya aku salah..
Ervan: Apa yang harus kita lakukan?
Anggun: Entahlah... (pasrah)
Ervan: Hmm...
Ervan mengusap wajahnya kasar, merasakan pening menyerang kepalanya setelah membaca hasil pemeriksaan Anggun.
Mereka sibuk dengan pikirannya masing masing, sesal yang kini mereka rasakan.
2.INT. RUMAH ERVAN. RUANG KELUARGA - MALAM
Setelah satu Minggu Ervan memberanikan diri untuk berbicara jujur pada orang tua, siap dengan segala resiko yang ada.
Ervan menghampiri kedua orang tuanya yang tengah berbincang santai, duduk dihadapan mereka dengan segala keberanian yang dimiliki, setelah berpikir keras.
Ervan: Pah mah... Ervan minta maaf...
Kedua orang tuanya saling menatap heran pada putranya.
Ervan: Ervan tidak bisa menjaga kepercayaan yang sudah diberikan, (beat) pacar Ervan hamil...
Ervan menundukan wajahnya menyesal, sementara ibunya terkejut melotot tajam kearahnya, marah mendengar ucapannya.
Sani: (syok) Lelucon apa yang sedang kamu bicarakan Ervan??
Rahman menggenggam tangan istrinya agar tenang, membiarkan Ervan melanjutkan ucapannya seraya memberi senyuman.
Ervan: Ervan akan bertanggung jawab apapun yang terjadi.
Sani: Dengan cara kamu menikahinya?
Ervan menatap ibunya sendu.
Ervan: Iya
Sani: Jangan gila kamu Ervan (setengah berteriak).
Ervan: Ervan sudah yakin dengan keputusan yang Ervan ambil mah.
Sani: Mamah tidak akan pernah izinkan itu terjadi, bagaimana bisa kamu menikahinya sedangkan kamu sendiri masih sekolah.
Rahman: Papah setuju dengan keputusan yang kamu ambil.
Ervan bernafas lega.
Sani: (marah) Papah...
Rahman terlihat santai saja sambil menyeruput kopi, mengabaikan amarah istrinya yang terpancing emosi.
Sani: Pokoknya mamah tidak setuju.
Ervan terdiam melihat perdebatan kedua orang tuanya, hanya duduk tak berniat beranjak dari duduknya.
CUT TO
3.EXT. PINGGIR JALAN - MALAM
Masih menggunakan seragam, Ervan dan Fikri duduk diatas sepeda motor masing masing tak jauh dari tukang nasi goreng.
Fikri: Elu tenang aja selama ada gue semua pasti aman terkendali.
Ervan: Yakin kagak elu?
Fikri: Elu ngeraguin gue?
Ervan: Kagak... Gue takut aja?
Fikri: Parah lu enggak percaya sama gue. (Tersinggung)
Ervan: Sensitif amat sih elu, (Tersenyum jahil) makan yuk? (Melirik kearah tukang nasi goreng di depannya)
Ervan: Ayo...
Ervan menarik paksa lengan Fikri mengajaknya makan.
4.INT. RUMAH ERVAN. KAMAR - PAGI
Sani duduk di depan meja rias memperhatikan suaminya yang sedang mengancing baju kemejanya dari pantulan cermin.
Sani: Sudah hampur dua minggu Ervan pergi enggak ada kabar.
Rahman: Dia sudah besar.
Sani menghampiri suaminya nampak marah.
Sani: Dan ini masalah besar pah, bagaimana bisa Ervan mengambil keputusan tanpa melibatkan kita.
Rahman: Sebuah tanggung jawab tidak dilihat dari besar kecilnya masalah, Ervan sudah benar dengan keputusannya saat ini.
Sani: Dengan pergi begitu saja.
Rahman: Ervan akan pulang jika dia butuh kita.
Rahman berjalan keluar kamar namun dihalangi Sani yang masih menunjukan sikap kesalnya.
Sani: Pah, mamah enggak bisa tidur memikirkan masalah ini, bagaimana kalau keluarga tahu, bagaimana keadaan Ervan sekarang saja kita tidak tahu, kita harus berbuat sesuatu Pah.
Rahman: Papah tidak akan bertindak apa pun jika Ervan tidak mengizinkan, papah percaya sama Ervan.
Rahman menuruni anak tangga, disusul Sani yang makin kesal dengan sikap suaminya.
Sani: Papah.. ini masalah masa depan Ervan pah, lakukan sesuatu pah ( menarik lengan).
Rahman: ( berhenti, menarik nafas) hmmm.. apa yang harus dilakukan sementara anaknya sendiri sudah mengambil keputusan, peran penting kita cukup doakan yang terbaik, Ervan bukan anak lemah dan papah yakin dengan sikap tanggung jawab dia.
Sani: (marah) tanggung jawab apa? menikahi lalu mengabaikan pendidikannya begitu saja, ini konyol.
Rahman kembali berjalan mengabaikan Sani
Sani: papah...
CUT TO
5. INT. RUMAH. KAMAR ERVAN- PAGI
Ervan berjalan dengan terburu buru menuju kamarnya, melirik sejenak kearah kedua orang tuanya yang sedang berdebat seraya menuruni anak tangga, tak menyadari kedatangan Ervan.
Fajri: Abang...
Ervan menghentikan langkahnya melihat kearah Fajri adiknya yang berjalan kearahnya.
Fajri: Abang kemana aja?
Ervan tersenyum tak menjawab, mengacak acak rambut adiknya.
Fajri: Bang, aku kangen sama Abang, aku enggak ada teman main selain Abang, (tertunduk sedih)
Ervan: Maafin Abang ya, Abang enggak bisa temanin kamu main lagi, tapi Abang janji lain waktu temenin Fajri main lagi.
Fajri: Kapan bang? (Senyum sumringah)
Ervan: Tidak hari ini boy??
Fajri: Abang mau pergi lagi ya?
Ervan tersenyum, kembali berjalan menuju kamarnya yang tinggal beberapa langkah, Fajri mengikutinya dari belakang.
Ervan sibuk mengambil beberapa baju dan barang miliknya, memasukannya kedalam ransel, aksinya tak luput dari pandangan Fajri.
Fajri: Abang mau ninggalin Fajri lagi? (matanya berkaca kaca)
Ervan mengangguk menatap adiknya yang sudah menjatuhkan airmatanya.
Ervan: Kamu jangan nakal ya, harus jadi anak pintar dan Sholeh, enggak boleh cengeng, harus pinter pinter cari temen (menghapus airmata dan menepuk kedua bahu Fajri)
Fajri: Aku maunya kita sama sama terus, Abang jangan pergi (tangisnya pecah)
Melihat kesedihan adiknya Ervan membawanya kedalam pelukan, Ervan sadar betul jika kepergiannya membuat adiknya sedih karena selama ini Ervan satu satunya kakak yang menjaga dan menjadi temannya bermain.
CUT TO
6. INT. RUMAH ERVAN. RUANG MAKAN - PAGI
Rahman menarik kursi dan duduk untuk menikmati sarapan pagi, diikuti Sani duduk disebelahnya masih dengan raut wajah yang kesalnya.
Sani: Kita jangan kalah sama anak Pah?
Rahman: Papah tidak pernah merasa dikalahkan atau pun merasa menang mah.
Rahman mengambil segelas air putih didepanya, meneguknya perlahan.
Sani: Pah, Ervan itu harapan papah, apa papah lupa itu.
Rahman: Papah tahu dan sadar itu mah, jika Ervan tidak bisa mewujudkannya masih ada Fajri, (Tersenyum)
Sani: Fajri masih kecil dan papah sudah waktunya pensiun Pah.
Rahman: Papah mengerti mah, tapi papah juga tidak bisa meminta menantu menantu kita yang lain untuk menggantikan papah.
Sani: Tapi pah kita ha... (Terpotong dengan kerhadiran Ervan)
Ervan: Pah mah...
Sani: Kamu mau kemana Ervan?? (Menatap curiga)
Rahman bangun dari duduknya, berdiri berhadapan dengan Ervan yang sudah siap dengan ransel dipunggung dan jaket ditangannya, Sani yang terkejut dengan penampilan Ervan berdiri disamping suaminya.
Ervan: Ervan mau pamit sama papah mamah?? (Tatapnya berani)
Sani: Jangan macam macam kamu Ervan?
Sani meraih tangan Ervan menahannya agar tidak pergi.
Ervan: Pah mah, izinkan Ervan menjadi anak yang bertanggung jawab atas apa yang telah Ervan lakukan.
Rahman: Papah percaya sama kamu.
Sani: Mamah tidak mau kamu pergi.
Ervan: Maaf mah Ervan harus pergi, (melepas tangan ibunya perlahan) Ervan akan pulang jika Ervan butuh kalian.
Rahman: Jaga diri kamu baik baik, (tersenyum mengelus rambut Ervan)
Ervan: Terima kasih pah.
Airmata Sani sudah mengalir deras melihat Ervan mencium punggung tangan Rahman sebagai tanpa pamit, merasa kecewa dan marah pada suaminya yang tidak berpihak padanya.
Ervan: Mah, Ervan sayang mamah, (lirih mencium punggung tangannya)
Sani tak bisa berkata kata lagi, tak memiliki kekuatan untuk sekedar menahan, pasrah dan menyerah yang bisa dia lakukan, apalah daya keegoisan Ervan didukung penuh oleh ayahnya. Hatinya semakin hancur melihat Ervan melangkah menjauh darinya, Rahman mencoba menenangkan Sani dengan mengelus punggung istrinya.
CUT TO
7. INT. RUMAH. KAMAR ANGGUN - PAGI
Anggun tertunduk menangis duduk di atas tempat tidurnya setelah menceritakan apa yang sebenarnya terjadi dengan dirinya, ibu syok berat merasa gagal menjaga putrinya tengah mengandung diusia muda, berjalan mondar mandir di depan Anggun berlinang airmata, buntu tak bisa berpikir jernih menghadapi masalah yang cukup besar menurutnya.
Mamah Anggun: Mamah benar benar kecewa dan marah sama kamu anggun.
Anggun: Maafkan anggun mah.
Mamah Anggun: sekarang terserah kamu saja, mamah sudah tidak mau perduli lagi? (nampak begitu marah)
Anggun: Mah bantu anggun mah... (rengeknya menarik tangan ibunya) tolong anggun mah...
Mamah Anggun: Pergi saja sesuka hatimu Anggun... (menepis tangan anggun kasar)
Anggun: Mah... (tangisnya pecah)
Mamah Anggun bergegas keluar kamar, dibantingnya keras pintu kamar, semakin membuat gentar hati Anggun.
Anggun: Mamah... (berteriak lemah)
8. EXT. DEPAN VILLA FIKRI - MALAM
Established: hembusan angin terasa menusuk, asap rokok yang keluar dari mulut Ervan mengudara beberapa kali, satu tangannya menggenggam tangan Anggun erat menahan dinginnya udara puncak.
Anggun (V.O): Sepi banget... (matanya sibuk mengitari sekeliling)
Ervan: Jangan melamun??
Ervan merasakan ketegangan yang dirasakan Anggun.
Anggun: Kamu yakin kita tinggal disini?? (arah matanya menunjukan kearah villa yang cukup besar dan mewah.)
Ervan: Tidak ada yang lain, dan ini yang terbaik untuk kita saat ini... (tersenyum menatap)
Ervan (V.O): Aku tahu kamu tidak nyaman.
Ervan: Aku tidak tahu apa yang terjadi di depan nanti, ( menggenggam tangan anggun) kamu cukup bicara jika kamu lelah dan ingin menyerah, tapi.. (bersitatap) jika kamu pergi tanpa kata jangan harap aku akan mencari.
Anggun: (mengangguk) Iya aku janji untuk selalu bicarakan apapun itu (tersenyum manis).
Ervan: (mencium kedua tangan anggun) Masuk yuk dah malem?
Anggun: Yuk...
Ervan berjalan beriringan Sling bergandeng tangan memasuki villa Fikri.
9. INT. VILLA. RUANG TAMU - PAGI
Ervan membiasakan diri membantu membersihkan villa bersama penjaga villa, semenjak beberapa hari tinggal di villa Ervan tidak berdiam diri, karena tidak mungkin meminta Anggun untuk melakukannya, banyak hal yang bisa dia lakukan.
Ervan (COND'T): Rindu sekolah... (menatap kearah jam dinding)
Bayang bayang suasana sekolah bermain dibenak pikiran Ervan, jam jam rawan mengantuk di saat pelajaran berlangsung melengkungkan senyum manis di wajah tampan Ervan.
Ervan (CONT'D): Sadar Ervan posisi elu sekarang enggak memungkin akan kembali kesekolah, elu tuh harus tanggung atas kesalahan yang kamu buat sendiri... (senyum sinis)
Ervan kembali melanjutkan menyapu menyingkir keraguannya.