12.INT. RUANG KELAS - SEKOLAH - PAGI
Tama sedang duduk di Ruang Kelas, melihat ke sembarang arah, datar.
Laras masuk ke dalam kelas, ia duduk di samping Tama. Tama hanya diam. Laras melihat Tama --
Tama berdiri dan berjalan --
LARAS
Tama.
Tama berhenti, ia melihat Laras --
TAMA
Aku butuh waktu buat sendiri.
Tama tersenyum. Laras hanya diam. Tama berjalan keluar kelas. Laras melihat pintu kelas, datar.
13.EXT. DEPAN RUANG KELAS - SEKOLAH - SIANG
Karina dan Pram berdiri di depan Pintu. Mereka melihat ke dalam kelas.
Roni sedang duduk sendirian, ia melamun. Roni melihat ke arah Pintu.
Mereka saling melihat.
14.EXT. SAMPING KELAS - SEKOLAH - SIANG
Karina, Pram dan Roni berada di samping kelas. Mereka diam, tidak bicara.
RONI
Jadi kalian berhenti sampai di sini?
KARINA
Kalau itu aku belum tahu.
RONI
Kamu bisa laporin Ayah Laras terus kamu pindah, gak ada masalah.
KARINA
Itu yang jadi masalahnya.
PRAM
Laras bicara sama Karina buat gak di perpanjang.
RONI
Terus kalian mau ikut gitu aja?
KARINA
Aku masih belum tahu. Aku belum putusin.
RONI
Aku gak peduli sama kalian. Kalau kalian gak mau lanjutin, aku yang maju.
Ada jeda di antara mereka.
RONI
Kamu harus laporin Ayah Laras.
PRAM
Roni.
RONI
Ada banyak orang yang punya hubungan dalam masalah ini. Kamu harus lapor.
PRAM
Roni.
RONI
Jangan gara-gara hubungan kamu sama Tama kamu jadi takut laporin semuanya.
KARINA
Roni.
RONI
Kamu ingat apa yang Ayah Laras lakuin ke kamu? Tio? Kamu pasti tahu rasanya, kan Pram? gak berdaya walaupun kamu tahu yang sebenarnya.
Ada jeda di antara mereka.
RONI
Ronald juga ada hubungan di dalam ini.
PRAM
Tapi Ronald udah setuju dari awal.
Roni melihat Pram, dingin.
PRAM
Maaf.
RONI
Ibu aku cari-cari dia sekarang. Ibu aku tahunya dia kerja di luar kota. Aku tahu Ronald salah, dia pasti di hukum juga. Tapi jangan pernah ingatin aku soal Ronald. Aku yang lebih tahu soal dia, bukan kamu.
PRAM
Aku minta maaf, Roni.
KARINA
Roni.
Roni melihat Karina.
RONI
Aku gak mau dengar apa-apa dari kalian. Aku mau kalian lapor Ayah Laras secepatnya.
Karina dan Pram saling melihat.
RONI
Kalau gak aku yang laporin dia. Aku serius, Karin.
Roni berjalan menjauhi mereka, sesaat ia melihat ke belakang --
RONI
Selesaiin masalah ini, Karin. Jangan jadi pengecut kayak teman-teman kamu.
Karina hanya diam, ia melihat Pram yang juga diam. Roni pergi dari situ.
KARINA
Masalah ini jauh lebih rumit.
Pram tersenyum kecil.
15.INT. RUANG KONSELING - SEKOLAH - PAGI
Karim dan Septia duduk bersama, dengan gelas di tangan mereka.
KARIM
Kita udah tahu modus Kepala Sekolah dan Rian. Buktinya kita udah ada.
SEPTIA
Tapi kenapa saya merasa masih ada yang kurang, Pak.
KARIM
Kita masih belum tahu siapa pemilik PT itu.
SEPTIA
Oke, kita hanya perlu cari tahu siapa pemilik PT itu. Baru kita bisa menghubungkan semua bukti yang kita punya.
KARIM
Tapi kita masih belum menemukan hasilnya, Bu.
SEPTIA
Kita bisa tanya Pak Irfan.
KARIM
Pak Irfan? hubungannya sama kasus ini.
SEPTIA
Saya masih belum tahu, tapi saya yakin ada hubungannya dengan ini.
Karim melihat Septia, datar.
16.INT. LEMBAGA PERMASYARAKATAN - SIANG
Karim dan Septia melihat Irfan yang tersenyum kepada mereka.
IRFAN
Wah... ada dua guru teladan yang datang menjenguk saya.
KARIM
Apa kabar, Pak?
IRFAN
Kabar saya, baik. Gimana kabar Bu Septia?
Karim melihat Septia yang hanya diam.
IRFAN
Sepetinya kabar Ibu gak baik, saya rasa. Cantiknya Ibu berkurang kalau Ibu jutek gitu.
KARIM
Udah masuk sekolah, Bapak juga gak pernah belajar kayaknya.
Irfan melihat Karim, dingin. Septia tersenyum mendengarnya.
IRFAN
Jadi apa yang kalian mau dari saya?
SEPTIA
Saya langsung saja, Pak. Apa yang Bapak ketahui tentang Kepala Sekolah?
Karim melihat Septia.
SEPTIA
Saya tahu Bapak tahu banyak tentang Kepala Sekolah. Bapak pasti tahu soal korupsi.
Irfan tersenyum kepada Septia.
SEPTIA
Dan saya yakin, Bapak mengancam Kepala Sekolah waktu kasus Karina. Membuat dia tidak ada pilihan, tapi begitu Okta menjadi saksi, Kepala Sekolah membuat rencana. Memutuskan semua hubungan antara dia dan Bapak.
Irfan hanya diam.
SEPTIA
Saya tidak akan terkejut kalau Bapak punya rencana untuk menjatuhkan Kepala Sekolah.
IRFAN
Dua dari tiga tebakan Ibu benar. Hebat.
Septia tersenyum.
KARIM
Apa yang Bapak ketahui tentang Korupsi di sekolah?
IRFAN
Tidak banyak, saya hanya mengetahui kalau Kepala Sekolah melakukan korupsi. Karena dia gak mau ada yang tahu, saya mendapatkan bagian saya. Jadi uang penutup mulut.
SEPTIA
Dan Bapak tahu modusnya?
IRFAN
Iya, saya tahu bagaimana cara kerjanya.
KARIM
Bapak tahu juga soal SPT?
Irfan mengangguk.
KARIM
Kasih tahu kami siapa pemilik PT itu.
Irfan tersenyum kepada Karim.
KARIM
Kenapa Bapak senyum?
IRFAN
Apa kalian sadar apa yang kalian lakukan?
KARIM
Kami sadar.
IRFAN
Dan untungnya untuk saya apa?
Mereka tidak menjawab, hanya diam.
IRFAN
Kalian di sini butuh saya. Kalian harus ikutin apa yang sama mau. Bukan begitu caranya?
Karim melihat Septia yang melihat Irfan, dingin.
IRFAN
Dan cara Bu Septia minta tolong itu gak bagus. Harusnya Ibu bisa lebih sopan lagi kalau mau minta tolong.
Septia tidak menjawab, ia hanya diam.
IRFAN
Bilang Pak Irfan saya minta tolong.
Septia tidak mengikutinya.
IRFAN
Kalau Ibu gak bilang apa yang saya suruh. Saya gak bisa bantu Ibu.
Septia mengeluarkan Handphonenya, ia memencet sesuatu di sana. Karim dan Irfan melihatnya, penasaran.
Septia menempelkannya di telinga.
SEPTIA
Halo, Om, Ini Tia. Soal kasus Irfan, Om yang tangangi kasus itu kan?
Septia memencet ikon loudspeaker di handphonenya. Ia meletakannya di atas meja.
SUARA LAKI-LAKI (O.S)
Iya, Tia. Om yang tangani kasus itu. Kenapa?
SEPTIA
Kalau Tia yang jadi saksi di kasus itu, bisa, Om? Tia ada banyak bukti yang bisa di pakai di sidang nanti.
SUARA LAKI-LAKI (O.S)
Kalau kasus pelecehan gak bisa. Karena vonisnya udah keluar buat Irfan.
Irfan tersenyum mendengarnya. Karim dan Septia saling melihat.
SEPTIA
Tapi kalau Tia punya bukti kalau dia ngelakuin korupsi, bisa?
SUARA LAKI-LAKI (O.S)
Bisa, artinya Irfan punya kasus baru dan kamu bisa jadi pelapornya.
SEPTIA
Septia mau laporin Irfan buat kasus baru, tapi apa Om bisa yang jadi JPU nya?
SUARA LAKI-LAKI (O.S)
Bisa kalau kamu mau. Kapan kamu mau laporin dia?
Irfan melihat Septia, pucat. Karim terkejut melihat Septia.
SEPTIA
Secepatnya, Om.
SUARA LAKI-LAKI (O.S)
Oke, Om tunggu.
Septia mematikan Telepon itu dan melihat Ifran, tersenyum puas.
SEPTIA
Jadi gimana, Pak. Bapak masih mau lanjutin keinginan Bapak atau Saya?
Irfan tersenyum mendengarnya.
SEPTIA
Saya rasa ancaman saya kurang.
IRFAN
Ibu harus lebih banyak belajar lagi. Dan bukti apa yang Ibu punya kalau saya terima suap dari Kepala Sekolah.
SEPTIA
Saya tahu barang bukti saya kurang. Dan Bapak terlalu bebal untuk bisa ajak serius.
Septia memencet sesuatu di Handphonenya. Karim dan Irfan melihatnya.
Septia memperlihatkan Irfan, REKAMAN SUARA.
SEPTIA
Saya punya rekaman Bapak yang mengaku terima suap dari Kepala Sekolah.
KARIM
Dan itu bisa jadi pembuka kasus baru buat Bapak.
IRFAN
Dan apa Jaksa atau Polisi percaya sama kalian?
Septia menghela nafas --
SEPTIA
Bagaimana bisa Orang pemikiran pendek kayak Bapak jadi Guru? Om saya itu Jaksa, Pak. Dan apa yang terjadi kalau saya minta tolong dia buat selidiki kasus ini?
Irfan hanya diam. Ia tersadar.
SEPTIA
Emang bener apa kata Pak Karim. Udah masuk sekolah, masih aja belum sadar. Bego --
KARIM
Ibu --
SEPTIA
(mengangkat tangan)
Maaf, Pak. Tapi memang harus di akui Pak. Bapak juga sadar kan.
Karim tersenyum mendengarnya. Irfan kalut, melihat mereka berdua.
SEPTIA
Sekarang saya tanya, apa yang Bapak tahu tentang korupsi di Sekolah?
IRFAN
Ibu janji sama saya gak akan laporin saya soal kasus ini.
SEPTIA
Tergantung, Pak.
IRFAN
Saya ikutin apa yang Ibu mau.
Karim melihat Septia. Septia tersenyum mendengarnya.
SEPTIA
Saya mau Bapak tetap merasa bersalah seumur hidup Bapak karena melecehkan anak murid Bapak dan berhenti jadi guru dan pindah dari sini. Jangan sampai saya lihat muka Bapak lagi. Sekali saja saya lihat Bapak masih di sini, saya akan laporin Bapak dan saya pastikan keluarga Bapaka malu punya anak dan saudara kayak Bapak.
Ada jeda di antara mereka.
SEPTIA
Tapi itu gak mungkin, kan?
IRFAN
Saya, saya mau, Bu. Saya ikutin apa yang Ibu mau. Keluar dari sini saya ikutin apa yang Ibu mau.
Karim dan Septia saling melihat, terkejut.
IRFAN
Apa yang Ibu mau?
SEPTIA
Semuanya.
Irfan melihat Septia. Septia melihat Irfan, tersenyum. Karim melihat Septia, terkejut.
17.EXT. DEPAN LEMBAGA PERMASYARAKATAN - SORE
Karim dan Septia keluar dari LP.
SEPTIA
Harusnya saya minta lebih lagi ya, Pak.
KARIM
Apa yang Ibu bilang tadi benar?
SEPTIA
Iya, kebetulan keluarga saya ada yang jadi Jaksa. Dia yang pegang kasus Pak Irfan.
KARIM
Artinya Ibu mau pamer koneksi ke Irfan.
SEPTIA
Mau gak mau, Pak. Sebenarnya saya gak terlalu suka, tapi buat Orang bebal kayak Irfan. Itu jadi jalan keluar buat kita.
Septia tersenyum kepada Karim. Karim melihatnya.
KARIM
Ini penting buat Ibu, ya?
SEPTIA
Penting buat saya karena ini penting buat Bapak.
Karim terkejut mendengarnya.
SEPTIA
Saya udah bilang dari awal. Saya bantu Bapak.
Karim tersenyum mendengarnya.
SEPTIA
Bapak lapar? saya lapar. Kita makan dulu?
KARIM
Ibu mau makan apa?
SEPTIA
Apapun itu yang penting saya makan sama Bapak.
Septia berjalan menuju Parkiran.
Karim hanya diam, melihat Septia dari tempatnya. Septia melihat Karim, tersenyum, melambaikan tangan, memanggilnya.
Karim tersenyum, ia menghela nafas, tidak percaya.
18.INT. RUANG TENGAH - RUMAH PRAM - SORE
Pram keluar dari Kamarnya, membawa Tas jinjing. Tiwi dan Desi berdiri tak jauh darinya.
Agung duduk di Ruang Tengah, melihat Pram.
Pram menyalami Desi dan berjalan keluar --
AGUNG
Kamu ikut seleksi itu artinya kamu ngelawan Bapak, Pram.
Pram berhenti, ia melihat Agung.
PRAM
Dari awal Bapak udah tahu Pram ngelawan Bapak. Sekarang Bapak yang gak bisa terima Pram yang udah berubah.
Agung tidak menjawab, ia hanya diam.
PRAM
Peraya Pram, Pak. Walaupun Pram ngelawan Bapak, ini semua demi kebaikan Bapak dan Pram. Pram tetap jadi Anak Bapak dan Bapak tetap jadi Bapak Pram.
Agung hanya diam, tidak menjawab.
PRAM
Pram pergi.
Pram keluar dari Rumahnya membawa Tas Jinjing.