INT. RUANG KEPALA SEKOLAH - SEKOLAH - PAGI
Karim duduk di Kursi, ia melihat ke arah depannya.
Sugeng dan Orang Tua Siswa duduk di depannya, melihatnya datar.
SUGENG
Betul apa yang saya dengar ini, Karim?
KARIM
Iya, Pak.
SUGENG
Kamu bisa jelaskan kenapa kamu kasih materi ini?
KARIM
Supaya kasus seperti Okta dan Karina dan anak-anak lain tidak terjadi lagi. Dan Anak-anak tahu apa yang harus mereka lakukan menghadapi orang-orang seperti Irfan.
SUGENG
Tapi kamu tahu kalau materi seks itu di larang di sekolah.
KARIM
Pendidikan seks, Pak. Bukan materi seks, itu petama. Kedua, saya ngajar Biologi, jadi itu ada hubungannya dengan mata pelajaran saya, bagian Reproduksi Manusia, kalau Bapak-bapak sekalian tidak tahu ada materi itu.
SUGENG
Saya tahu Karim, saya guru disini, jangan ajarin saya. Tapi saya dengar kamu ajarin materi tentang penggunaan kondom.
KARIM
Itu bagian dari bagian tubuh, Pak. Alat reproduksi seksual. Tidak ada yang salah.
ORANG TUA SISWA
Tidak bagi saya.
KARIM
Dan Bapak bisa jelaskan apa yang salah buat Bapak?
ORANG TUA SISWA
Saya minta kamu hentikan materi ini.
KARIM
Saya tidak bisa hentikan materi untuk murid saya kalau Bapak tidak bisa memberikan alasan kenapa Bapak tidak suka.
ORANG TUA SISWA
Saya hanya tidak suka, tidak ada alasan.
KARIM
Tapi tidak bagi saya. Saya perlu alasan yang jelas, sudah saya bilang dari awal.
Ada jeda di antara mereka.
SUGENG
Saya juga dengar kamu ajarin mereka tentang materi berpikir kritis. Bapaknya bilang siswa itu melawan Orang Tuanya sendiri.
KARIM
Saya rasa bukan melawan, tapi memberikan pendapatnya.
ORANG TUA SISWA
Apa bedanya, dia masih kecil sudah berani sama saya.
KARIM
Saya rasa Bapak harus beri dia ruang untuk ekspresi.
SUGENG
Cukup Karim.
Ada jeda di antara mereka.
SUGENG
Saya tidak mau dengar alasan apapun dari kamu. Mulai sekarang kamu berhenti kasih materi seks dan berpikir kritis.
KARIM
Dengan segala hormat untuk Bapak yang saya tidak tahu wali dari murid siapa dan Kepala Sekolah. Saya tidak akan berhenti memberikan materi saya kepada Murid-murid saya hanya karena alasan seperti itu. Jadi saya harap Bapak-bapak bisa mengerti. Terimakasih.
Karim melihat Sugeng dengan datar.
CUT TO:
Karim duduk di depan Sugeng. Mereka tinggal berdua di ruangan itu.
SUGENG
Ini kedua kalinya dalam beberapa bulan, Karim.
KARIM
Saya hanya menjalankan tugas saya sebagai guru, Pak.
SUGENG
Kamu tahu ada batasan yang harus kamu patuhi.
KARIM
Saya melakukannya untuk masa depan mereka, Pak.
SUGENG
Tapi tidak buat Orang Tua mereka.
KARIM
Mungkin mereka tidak, tapi buat anak-anak murid saya, Pak.
Ada jeda di antara mereka.
KARIM
Apa Bapak tahu kenapa masih banyak praktik aborsi ilegal?
Sugeng tidak menjawab.
KARIM
Apa Bapak tahu kenapa masih banyak kasus HIV AIDS?
Sugeng masih tidak menjawab.
KARIM
Terakhir, apa Bapak tahu kenapa masih banyak kasus pelecehan seksual?
Sugeng masih tidak menjawab.
KARIM
Bapak mau tahu penyebabnya apa? Pendidikan seks yang kurang.
Sugeng tidak menjawab, ia hanya diam.
KARIM
Kalau masalah di hulu kita bisa atasi, masalah di hilir akan hilang dengan sendirinya. Dan Bapak tahu penyebab pendidikan seks di larang.
Sugeng tidak menjawab.
KARIM
Karena stigma dan di anggap tabu. Kalau pendidikan seks itu kotor dan mengajarkan seks, padahal bukan.
Ada jeda di antara mereka.
KARIM
Bapak tahu, sekolah punya standar ganda dalam pendidikan seks. Mereka menyuruh murid-murid tidak usah belajar pendidikan seks, tapi begitu mereka tahu kalau Murid-murid dapat informasi dari internet, mereka malah di salahkan.
SUGENG
Apa yang mau kamu bilang?
KARIM
Karena orang-orang seperti Bapak makanya orang-orang seperti Irfan akan terus bermunculan. Jadi predator buat anak-anak Murid saya.
SUGENG
Kamu sudah melewati batas, Karim.
KARIM
Saya tahu itu, Pak.
SUGENG
Dan kamu tahu apa yang akan terjadi kalau kamu terus melawan saya.
KARIM
Saya tahu resiko dari keputusan yang saya ambil dari awal, Pak.
Ada jeda di antara mereka.
SUGENG
Kamu bisa keluar sekarang. Ini mejadi peringatan terakhir kamu.
Karim tidak menjawab. Ia berjalan keluar ruangan. Sugeng melihatnya, datar.
INT. DEPAN RUANG KEPALA SEKOLAH - SEKOLAH — SIANG
Karim berdiri di depan Ruang Kepala Sekolah, datar.
Sesaat ia melihat sekitar, kemudian ia berjalan menuju keluar ruangan.
INT. RUANG KELAS - SEKOLAH - SIANG
Anak-anak duduk di Kursinya masing-masing, melihat ke arah depan, mencatat apa yang di tulis Karim.
Tak lama kemudian, terdengar Bunyi Bel Sekolah. Anak-anak bersiap-siap pulang, merapikan buku dan peralatan menulis mereka.
KARIM
Sebelum kalian pulang, ada yang mau Bapak kasih tahu.
MURID LAKI-LAKI
Kenapa, Pak. Bapak mau ajarin kamu pendidikan seks lagi?
Terdengar suara riuh dari Murid-murid. Karim tersenyum.
KARIM
Minggu depan UTS. Jadi Bapak harap kalian bisa maksimal di ujian nanti. Walaupun ini cuma UTS, nilai kalian gak jauh berbeda waktu Ujian Semester. Kalian paham semuanya.
Terdengar lenguhan dari anak-anak, kecewa.
KARIM
Bapak tahu kalian gak suka ujian, tapi ini buat masa depan kalian. Kalian boleh gak peduli sama sekolah, tapi jangan gak peduli sama masa depan kalian. Mengerti?
Terdengar jawaban dari anak-anak.
INT. KAMAR KARINA - RUMAH KARINA — MALAM
Karina duduk di Kursi Meja Belajarnya, ia memperhatikan buku tulisnya.
Terdengar suara bahasa asing dari Laptop di depannya.
Terdengar suara Handphone Karina. Ia mengambilnya, sebuah pesan dari Pram, bertuliskan:
Ini catatan Kimia aku semester ini
Karina terkejut melihat isi pesan itu. Kemudian ia memencet ikon telepon, ia menelpon Pram.
KARINA
Halo, Pram. Maksudnya catatan kimia semester ini apa?
INT. KAMAR PRAM - RUMAH PRAM — MALAM
Pram sedang duduk di kursi meja belajarnya. Buku-buku berada di atas mejanya.
PRAM
Oh, itu. Aku cuma gak mau kamu ada alasan lagi nanti. Nanti bilang gara-gara nilai kamu turun, kamu gak mau lajutin cari tahu masalah kamu.
INTERCUT ANTARA KARINA DAN PRAM
KARINA
(tertawa)
Aku ngerti, kamu siapin payung sebelum hujan. Makasih btw, sebenarnya catatan aku masih kurang.
PRAM
Kamu masih mau catatan lagi? aku bisa bantu.
KARINA
Gimana kalau PR besok, kamu udah ngerjain?
PRAM
Belum ini, aku lagi ngerjain. Kita ngerjain bareng-bareng kalau kamu mau.
Pram memencet ikon video di handphonenya, membuat panggilan suara itu berubah menjadi panggilan video.
Terlihat wajah Karina dan Pram di masing-masing Handphone.
KARINA
Bentar aku cari dulu LKS aku.
Setelah menemukannya, ia membuka halaman LKS itu.
PRAM
Kamu udah selesai sampai mana?
KARINA
Belum sampai mana-mana.
PRAM
Kamu belum ngerjain?
KARINA
Iya, makanya aku tanya sama kamu, mumpung kamu mau kasih tahu.
Pram menggelengkan kepalanya. Karina tertawa.
KARINA
Btw, makasih udah kasih aku catetan kamu.
PRAM
Sama-sama.
Pram masih mengerjakan PR mereka, sementara Karina melihat Pram yang sedang mengerjakannya.
PRAM
Kamu nonton drama?
KARINA
Iya, kamu pasti tahu. Drama yang tentara sama dokter itu.
PRAM
Aku udah nonton.
Karina tertawa mendengarnya, lepas.
PRAM
Kenapa kamu ketawa?
KARINA
Dengar kamu bilang udah nonton bikin aku ketawa. Kayak gak cocok, tapi cocok.
Pram tersenyum mendengarnya.
KARINA
Kamu lagi nonton drama apa sekarang?
PRAM
Aku lagi nonton drama orang yang di paksa ikut game-game buat dapat uang. Yang lagi hype sekarang.
Karina tertawa lepas mendengarnya.
KARINA
Maaf, aku tahu ini ngehina kamu, tapi sumpah demi apapun kamu harus lihat ekspresi kamu waktu ngomongin itu.
Pram hanya tersenyum mendengarnya.
KARINA
Maaf, maaf, tapi aku gak bisa berhenti ketawa. Aku gak nyangka kamu lucu ternyata.
Pram hanya tersenyum mendengarnya.
KARINA
Apa orang-orang tahu kamu suka nonton Drama? kalau Rosa tahu pasti dia kaget dengarnya.
PRAM
Justru dia tanya aku Drama apa yang bagus sekarang.
Karina terkejut mendenganya, tidak percaya.
PRAM
Serius Karin. Yang dia marathon semalaman itu, aku kasih tahu dia Drama itu.
KARINA
SERIUS?!
PRAM
Dan menurut aku laki-laki nonton Drama gak ada salahnya, itu hiburan dan aku sebagai manusia butuh hiburan.
KARINA
(mengangguk)
Ditambah banyak cewek cantik, kan? bisa cuci-cuci mata.
PRAM
Cantik itu relatif. Kamu juga cantik.
Ada jeda di antara mereka, lama sekali.
Karina tertawa keras, menutupi kecanggungannya.
PRAM
Kamu mau lanjutin kerjain PR atau gimana?
Karina berusaha berhenti tertawa, mengendalikan diirnya, merapikan rambut menggunakan Kamera. Ia melanjutkan mengerjakan PR bersama. Sesekali ia melirik Handphonenya, melihat Pram.
KARINA
Aku dengar Bapak kamu Polisi, kamu jadi polisi juga Pram?
PRAM
Maunya dia kayak gitu.
KARINA
Maunya kamu?
Pram melihat ke arah Handphone, melihat Karina yang sedang memperhatikannya.
PRAM
Belum tahu.
Karina mengangguk.
KARINA
Menurut aku gak masalah kita mau jadi apa aja. Yang penting kita bahagia lakuinnya.
PRAM
Kayak kamu nyanyi di cafe?
KARINA
Iya, aku bahagia bisa nyanyi.
PRAM
Iya, aku lihat kamu kelihatan bahagia waktu nyanyi.
KARINA
Iyaaa, kaan?
Pram tersenyum mendengarnya, sesaat mereka saling melihat melalui Handphone.
KARINA
Kamu punya cita-cita, Pram?
Pram melihat ke Karina, tidak menjawab.
KARINA
Aku dengar kamu jago main futsal. Masuk klub lagi.
PRAM
Ya, bisa di bilang gitu.
KARINA
Kalau sebagian orang merendah kalau di puji, kamu malah gak ada merendah-merendahnya sama sekali.
Pram tersenyum mendengarnya.
KARINA
Terus aku dengar kamu dapat undangan seleksi timnas, tapi kamu nolak.
Ada jeda di antara mereka.
PRAM
Aku belum punya cita-cita.
KARINA
Itu juga bagus, artinya kamu tinggal cari kan. Yang aku bilang, waktu kita masih panjang.
Pram tersenyum mendengarnya.
KARINA
Tapi aku minta tolong, jaga emosi kamu waktu main futsal, bukan cuma futsal aja, tapi buat semuanya. Oke?
Pram tersenyum mendengarnya, ia mengangguk.
PRAM
Apa kamu serius sama cita-cita kamu?
KARINA
Duarius malah. Aku gak pernah main-main sama masa depan aku.
PRAM
Jadi kamu udah pernah coba semuanya?
KARINA
Udah, tapi mungkin belum ada yang lolos.
PRAM
Kenapa?
KARINA
Mungkin karena suara aku biasa-biasa aja, makanya gak lolos.
PRAM
Mereka bilang gitu?
KARINA
Aku yang bilang gitu.
PRAM
Suara kamu bagus, serius. Aku suka dengar suara kamu, Karin.
Karina melihat Pram, terkejut. Kemudian ia tersenyum.
KARINA
...Makasih. Kamu gak harus puji aku.
PRAM
Tapi suara kamu memang bagus, aku gak bohong, Karin.
Karina tersenyum mendengarnya. Mereka saling melihat sesaat.
PRAM
Mungkin belum rezeki, aku yakin kamu pasti bisa jadi penyanyi.
KARINA
...Makasih.
PRAM
Aku udah selesai.
KARINA
Sini aku mau lihat.
INT. RUANG KELAS - SEKOLAH — PAGI
Karina duduk di Kursi kelasnya, melihat ke arah luar kelas.
Rosa datang dan duduk di sebelahnya, Karina menyadarinya. Ia mengeluarkan LKS semalam dan memberikan kepada Rosa.
ROSA
Makasih, sayang.
Rosa mengeluarkan LSK miliknya dan mulai menyalin jawaban punya Karina.
Pram berjalan masuk dan Karina melihatnya, mereka bertukar senyum sebelum Pram duduk di kursinya.
Rosa memperhatikan Karina.
ROSA
(menggerakan tangannya)
Hmmm... Saya mencium arhoma-arhoma mencurigakan.
KARINA
Curiga gimana?
ROSA
Kamu tadi senyum sama Pram. Dan Pram senyum sama kamu. Mencurigakan, kan?
KARINA
Oh itu, semalam aku VC sama Pram.
ROSA
KAMU APAAAA?!
KARINA
Iya, terus kami ngorbol panjang lebar.
ROSA
KAMU APAAAA?!
Karina kaget mendengarnya, ia menutup mulut Rosa, tapi Rosa mengelak.
KARINA
Kamu dengerin aku dulu.
ROSA
Kamu mau kasih aku penjelasan apa lagi, semuanya udah terbukti.
KARINA
Bukan gitu, aku bisa jelasin.
Rosa menggelengkan kepalanya, terlihat kecewa.
KARINA
Semalam Pram kirim aku catetan kimian semester ini. Trus aku tanya dong, kenapa? Dia bilang supaya aku gak ada alasan lagi kalau nanti nilai aku turun terus gak jadi cari tahu tentang masalah aku. Terus aku bilang kenapa gak sekalian PR hari ini, makanya dia VC aku, kasih tahu aku jawabannya. Abis itu kami cuma ngobrol, gak ada yang aneh-aneh.
Rosa melihat Karina, menyelidiki.
ROSA
Kamu tahu kamu gak harus jelasin semuanya ke aku kan?
Karina menyadarinya, ia menghela nafas panjang.
KARINA
Akunya yang panik, kamu ngerjain aku. Dasar.
Rosa tertawa lepas, sambil menyalin jawaban dari LKS Karina.
ROSA
Kalau Andre tahu pasti dia marah.
KARINA
Aku sama Andre udah putus, Rosa.
ROSA
Itu pendapat kamu, Karin. Tapi Andre gak.
KARINA
Itu yang jadi masalah.
ROSA
Kalau di bandingin, Pram gak jauh-jauh banget. Malah lebih baik. Pintar, ganteng, lumayan tinggi.
Karina sesaat melihat ke belakang, melihat Pram. Rosa menyadarinya.
ROSA
Patah tu leher.
Karina menyadarinya, ia menggeleng-gelengkan Kepala.
KARINA
Serius, jangan ajak bicara aku sampai jam istirahat.
Karina mengambil headset dan memasangnya ke telinga. Rosa tertawa melihat Karina.
CUT TO: