Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
Bintang SMA 101
Suka
Favorit
Bagikan
6. Bagian 6

EXT. DEPAN RUMAH KARINA — SORE

Karina turun dari Motornya dan ia memberikan Helm kepada Pram.

KARINA

Makasih udah bantu aku hari ini.

Pram mengangguk.

KARINA

Kamu yakin Okta juga mau laporin Pak Irfan?

PRAM

Dari pembicaraan kita tadi?, Peluanganya kecil.

KARINA

Iya... aku pikir juga gitu.

PRAM

Kalau kita mau yakinin Okta, kita harus bikin dia percaya sama kita.

KARINA

Caranya? Karena aku gak tahu.

PRAM

Aku juga gak tahu caranya gimana.

KARINA

Artinya kita ada masalah lain selain Okta.

Dari dalam Rumah Karina, Rosa keluar, melihat mereka. Ia berjalan keluar rumah. Karina melihatnya, juga Pram.

ROSA

Makasih udah anterin Karin.

KARINA

Udah aku bilang kan, Pacar aku posesif.

PRAM

Kita harus pikirin caranya, waktu kita gak banyak.

Sesaat Rosa melihat Pram.

ROSA

Kita? Kamu bantuiin Karin, Pram?

Sesaat Pram melihat Rosa, kemudian Karina. Kemudian ia memakai helm.

PRAM

Aku pulang.

Pram menghidupkan motornya dan pergi dari situ. Karina dan Rosa melihat ia pergi. Sesaat ia saling melihat.

KARINA

Kalian ada masalah? Kenapa dia kayak gak suka sama kamu?

ROSA

Gak tahu. Tapi itu yang bikin dia menarik. Dingin, misterius, pendiam. Uuuu Bad Boy.

KARINA

Kamu suka dia?

ROSA

Suka lihat aja, kalau buat pacar, kayaknya gak. Aku gak bisa punya pacar yang pendiam kayak gitu, kayak ngomong sama patung jadinya.

Karina tersenyum, menggeleng dan berjalan masuk ke dalam rumah, di susul Rosa di belakangnya.

INT. KAMAR KARINA - RUMAH KARINA — SORE

Karina dan Rosa berbaring di lantai, dengan makanan di atas Nampan berada di sebelah mereka. Mereka melamun, tidak bicara.

ROSA

Apa kamu yakin Okta mau laporin Irfan juga?

KARINA

Aku juga gak yakin. Pram bilang kita harus yakinin dia, tapi aku gak tahu caranya gimana.

ROSA

Mungkin kita butuh sesuatu yang nyata buat yakinin dia kalau kita serius mau laporin Irfan. Kalau perlu sekolah juga lihat kita gak main-main.

KARINA

Maksud kamu kita harus cari perhatian sekolah sama Okta?

ROSA

Iya, itu bisa jadi.

KARINA

Jadi kamu suruh aku demo di sekolah?

ROSA

Kamu mau sendirian demo di sekolah? kamu cuma buang-buang tenaga. Kita cuma perlu memperlihatkan apa yang penting buat Okta.

Ada jeda di antara mereka.

KARINA

Petisi? Kamu tahu kan, kayak petisi online gitu. Kitabisa.com, change.org, benih baik.com. Kayak-kayak gitu.

ROSA

Oke itu ide bagus, tapi masalah kita gak sebesar itu, cuma kamu dan Okta, kecuali ada beberapa orang lain yang di lecehin sama Irfan, baru itu jadi masalah Nasional.

KARINA

Ouch... kamu jahat.

Rosa berdiri, sesaat ia melihat Karina.

ROSA

Kita bikin petisi di karton atau baliho, kita tulis masalah kita apa. Kita tempel di sekolah, banyak murid-murid yang baca, guru-guru baca dan berharap Okta baca.

Mendengarnya membuat Karina tersadar, ia membuka mulutnya, terkejut, sekaligus terpana. Karina menggelengkan kepala.

KARINA

Rosa, kamu pintar. Aku sayang kamu.

ROSA

Aku tahu, makanya kamu gak bisa lepas dari aku. Yang kita butuhin sekarang cuma karton atau kertas putih yang besar, panjang buat kita tulis.

KARINA

Kita bisa beli karton.

ROSA

Gak, gak. Kita butuh sesuatu yang menarik perhatian, aku saranin kayak baliho.

KARINA

Kita gak punya itu, Rosa.

Rosa dan Karina diam, berpikir. Sesaat Rosa mengambil Handphonenya dan ia mengetik sesuatu dan menempelkannya.

ROSA

Halo, iya ini aku Rosa. Kamu bisa bantu kami.
(mendengarkan)
Oke. Aku sama Karin udah nemuin caranya, kita bikin petisi, tapi kita tulis di sesuatu yang besar, kayak baliho, tapi kita gak punya. Kamu bisa cariin?
(mendengarkan)
Oke. Makasih.
(mendengarkan)
Oke, aku bilangin Karina.

Rosa menutup teleponnya. Karina menunggunya.

ROSA

Oke masalah baliho, selesai. Sekarang kamu tulis apa yang mau kamu tulis di petisi kamu.

KARINA

Kamu nelepon siapa?

ROSA

Pram.

KARINA

Kamu punya nomornya?

ROSA

Kami sekelas waktu kelas sepuluh.

Karina tersenyum mendengarnya, sesaat ia menggelengkan kepala.

Ia bejalan menuju Meja Belajar, mengambil Pulpen dan Kertas, sesaat ia melihatnya, datar.

ROSA

Karin?

Karina melihat Rosa. Rosa melihat Karina dengan tatapan lembut, perhatian.

ROSA

Kamu mau cerita tentang masalah kamu?

Karina tidak menjawab, ekspresinya berubah. Rosa berjalan ke arah Karina dan memeluknya, Karina membalasnya dan terdengar suara tangisan pelan Karina. Rosa mengelus pelan Rambutnya.

INT. DEPAN RUANG LABORATORIUM - SEKOLAH — PAGI

Pram sedang melihat sekitar, mengawasi. Di belakangnya, Karina menulis sesuatu di Papan Tulis, ia sangat serius menulisnya.

PRAM

Hati-hati itu permanen. Kamu salah, gak bisa di hapus.

Sesaat Karina melihat Pram, kemudian ia melanjutkan kembali menulis.

KARINA

Udah selesai.

Pram berjalan menuju tempat Karina dan melihat Tulisan di Papan Tulis itu.

PRAM

Oke. Sekarang kita cuma perlu letakin di tempat yang ramai orang lewatin.

KARINA

Pintu masuk sekolah?

PRAM

Orang gak sempat lihat, paling sekilas.

Ada jeda di antara mereka.

KARINA

Aku tahu dimana.

Sesaat Karina dan Pram saling melihat.

INT. RUANG KELAS KARINA - SEKOLAH — PAGI

Karina mendengarkan musik melalui Headset. Tiba-tiba terdengar suara langkah kaki, cepat di depan pintu. Seorang Murid Laki-laki, berhenti, nafasnya tersengal-sengal.

MURID LAKI-LAKI

Karina, petisi kamu...

Bersamaan dengan Karina yang melihat Murid Laki-laki, melepaskan Headset, bingung.

EXT. KANTIN - SEKOLAH — PAGI

Murid-murid ramai berdiri di Kantin, mengerumuni sesuatu, mereka saling berbicara satu sama lain, berkomentar.

Terlihat beberapa murid juga menulis sesuatu di depan mereka.

Karina berjalan mendekatinya, sesaat mereka melihat. Papan Tulis berisi Petisi Karina sudah banyak tanda tangan dan nama-nama murid yang mendukungnya. Sesaat Karina tidak percaya.

Sesaat Karina melihat Petiisinya, dengan Judul:

"KEADILAN SUDAH MATI DI SEKOLAH"

Beserta dengan isi Petisi itu.

Laras dan Tama yang berdiri tak jauh dari mereka juga melihat.

LARAS

Waah... Karina, hebat.

Tama hanya diam, sesaat ia melihat Karina dan melihat ke arah lain. Dia melihat Pram yang melihat dirinya, datar.

Dari arah belakang Beberapa guru dan Sugeng datang dan coba mengambil Papan Tulis itu, namun mereka di tahan oleh Murid-murid, mereka mulai bersorak, meneriakan semangat. Sugeng melihat sekitar, tidak jadi melakukannya dan mundur, dan di sambut dengan sorakan yang lebih keras dan kuat dari sebelumnya.

SUGENG

Seminggu, Bapak kasih waktu seminggu. Kamu gak dapat barang bukti, kamu akan di keluarkan sekolah.

Sesaat Sugeng dan Tama saling melihat, datar. Kemudian Sugeng dan Guru-guru lainnya pergi dari situ, bersama dengan Tama yang melihat Sugeng, datar. Tama melihat Okta yang tak jauh darinya, mereka saling melihat, datar.

Sorakan-sorakan anak-anak menjadi semakin kuat, mereka menerikan nama Karina, berkali-kali.

Karina melihat sekitar, tersenyum, ia melihat Okta, sesaat ia tersenyum kepada Okta.

EXT. DEPAN KELAS OKTA - SEKOLAH — PAGI

Okta berada di dalam kelasnya, ia sedang menulis sesuatu di Buku Catatannya. Sesaat kemudian, ia melihat ke arah pintu kelasnya, di sana berdiri Karim, tersenyum kepadanya.

Okta hanya memandangnya datar.

INT. RUANG KONSELING - SEKOLAH — PAGI

Okta duduk di Kursi Ruang Konseling, di depannya ada Karim dan Septia, tersenyum kecil kepadanya. Okta hanya datar melihat mereka.

KARIM

Apa yang di lakukan Karina, itu serius. Ini buat dirinya sendiri dan buat kamu.

SEPTIA

Sekarang kamu gak sendiri lagi, Okta. Ada kami yang bantuin kamu.

Okta hanya diam, melihat ke arah lain. Karim dan Septia saling melihat.

KARIM

Oke, Bapak ngerti. Gak ada yang paksa kamu. Semua keputusan di tangan kamu.

Okta sesaat melihat Meja dengan datar.

INT. RUANG KELAS OKTA - SEKOLAH — PAGI

Okta berjalan masuk ke dalam kelasnya, sesaat ia melihat Karina duduk meja sebelah Okta. Mereka saling melihat, kemudian Okta berjalan menuju Meja dan duduk disana. Mereka tidak bicara.

KARINA

Aku butuh bantuan kamu dan kamu juga butuh bantuan aku.

Okta tidak menjawab.

KARINA

Kita sama-sama lelah dengan ini semua, kan, Okta? Kita hanya ingin hidup dengan tenang. Tanpa ada penilaian dari orang-orang, hanya karena kita melaporkan pelecehan. Kamu tahu pasti kenapa.

Karina meletakan Air Mineral di atas Meja Okta. Okta melihatya.

KARINA

Kita butuh tenaga buat lawan Irfan. Aku benar-benar serius Okta. Ini bukan semacam mencari perhatian kamu atau orang lain.

Karina berdiri dan berjalan menuju keluar kelas. Okta melihat Karina yang keluar, kemudian ia melihat Air Mineral di atas mejanya.

EXT. KANTIN - SEKOLAH — PAGI

Karina dan Rosa melihat Papan Tulis itu, mencari-cari sesuatu di sana, sesaat Rosa melihat Karina, menggeleng.

Pram juga berada di sebelah mereka, menggeleng.

KARINA

Waktu kita tinggal dua hari lagi. Okta masih belum juga mau. Apa ini sia-sia?

ROSA

Gak ada yang sia-sia.

PRAM

Kita tunggu sampai hari-h. Dia butuh waktu.

Karina dan Rosa berjalan kembali ke kelas, sesaat Pram melihat mereka, kemudian kembali melihat ke arah papan tulis.

Kemudian ia berjalan menuju ke arah kamar mandi. Tak lama kemudian, Tama berjalan menuju Papan Tulis itu. Ia melihat dengan serius, sesaat ia melihat Judul Petisi itu.

TAMA

Hal yang sama terulang lagi.

Sesaat ia menghela nafas, kemudian ia melihat ke sekitarnya.

INT. RUANG KELAS OKTA - SEKOLAH — PAGI

Okta duduk di Kursi Meja Belajarnya, ia sedang menulis Bukunya.

Tak lama kemudian, Pram datang dan duduk di sebelahnya, ia meletakan Jajanan dan Minuman di depan Okta, sesaat ia melihat Pram.

PRAM

Kamu butuh tenaga buat ambil keputusan.

Okta tidak menjawab.

PRAM

Aku juga mau minta maaf, soal masalah itu. Aku gak peduli, padahal aku tahu. Aku biarin dia nahan kamu.

Okta hanya melihat Makanan dan Minuman itu.

PRAM

Tapi percaya, aku, Karina sama anak-anak yang lain ada di belakang kalian. Ini bukan tentang Karina, ini tentang kamu juga. Di luar sana masih banyak orang-orang yang alamin hal yang sama.

Pram berdiri dan berjalan keluar Kelas. Sesaat Okta melihat Pram yang berjalan, datar.

INT. RUANG KELAS KARIN - SEKOLAH — SIANG

Anak-anak murid bersiap-siap pulang, mereka memasukan buku-buku mereka ke dalam tas. Tama sesaat melihat Karina, datar, kemudian ia melihat ke arah pintu keluar, kemudian ia melihat Laras di sebelahnya.

TAMA

Aku gak bisa antar kamu pulang, aku ada urusan sebentar.

LARAS

Penting?

Sesaat Tama melihat Laras, kemudian mengangguk.

Tama melihat Pram di Kursinya yang melihat dirinya, datar.

EXT. DEPAN RUMAH OKTA — SIANG

Tama berdiri di depan pintu Rumah Okta. Tidak ada orang, terlihat sepi, Gerobak kaki lima terpakir di sebelah rumah.

Tama mengetok pintu, memanggil penghuninya, tak lama kemudian, pintu terbuka dan Okta berada di balik pintu, melihat Tama, datar.

TAMA

Bisa kita bicara sebentar?

Okta melihat Tama, datar.

OKTA

Kamu mau aku lakuin kayak dulu lagi?

Tama melihat Okta, datar.

TAMA

Tidak... aku minta kamu laporin Pak Irfan... Bapak aku juga.

Okta melihat Tama, serius, begitu juga sebaliknya.

TAMA

Aku serius. Karena aku gak bisa, aku minta tolong kamu.

Okta keluar dari dalam rumah, berdiri di depan Tama.

TAMA

Dan aku minta maaf semua yang aku lakuin sama kamu. Aku harusnya bantu kamu bukan nekan kamu juga waktu itu.

OKTA

Kenapa kamu lakuin ini?

Ada jeda diantara mereka.

TAMA

Aku hanya memperbaiki kesalahan aku di masa lalu. Walaupun aku tahu itu gak akan pernah hilang.

OKTA

Kamu tahu harusnya yang minta maaf itu Bapak kamu.

TAMA

Iya, aku tahu. Karena dia gak akan minta maaf, aku yang gantiin dia.

Tama meletakan kedua tangannya di depan, ia melihat Okta dengan serius.

TAMA

Aku minta maaf, Okta. Aku minta maaf... aku minta maaf.

Okta melihatnya, matanya berair, ia berusaha menahannya, tetapi tidak bisa, ia membersihkan air matanya dengan tangannya.

Dari dalam Rumah, Rahmat keluar, melihat Okta dan Tama. Sesaat ia melihat Okta yang menagis di lantai, dengan keras, tidak mengerti, sesaat ia melihat Tama yang hanya menunduk.

Menyadarinya, Rahmat pun mendekati Okta, memeluknya, sesaat kemudian ia ikut menangis, pelan. Okta hanya menangis, mengeluarkan apa yang ia tahan selama ini.

TAMA

Saya minta maaf, Om... Saya minta maaf, Om... Saya minta maaf, Om.

Tama hanya menunduk, tidak melakukan apa-apa.

EXT. DEPAN RUANG GURU - SEKOLAH — PAGI

Murid-murid berkumpul di depan Ruang Guru, mereka berbicara satu sama lain.

Karina berjalan pelan, di sebelah kirinya ada Rosa, mereka berjalan menuju pintu, di sama Karim dan Septia sudah menunggu.

Sesaat mereka saling melihat, Karim tersenyum, begitu juga Septia.

KARIM

Kita ada bantuan.

Karim menunjuk ke dalam ruangan, di ikuti Karina dan Rosa. Ada Okta yang berdiri didepan mereka, melihat Karina, tersenyum kecil.

Karina menghela nafas, kemudian ia tersenyum kecil.

INT. RUANG GURU - SEKOLAH — PAGI

Sugeng, Irfan, Karim dan Septia duduk di meja dan kursi yang berbaris ke samping, bersama guru-guru yang lain. Sesaat Irfan melihat Okta, begitu sebaliknya, dingin.

SUGENG

Apa barang bukti yang kamu temukan, Karina?

KARINA

Saya menemukan siswi yang di lecehkan juga sama Pak Irfan.

Semua orang melihat Okta, sesaat ia datar melihat mereka.

OKTA

Saya punya barang buktinya, Pak.

Sugeng melihat Irfan, Karina dan Okta melihat Irfan. Orang yang di lihat hanya bisa diam, ia memandang datar ke arah depannya. Ekspresinya berubah, ia tersadar.

QUICK DISSOLVE:

EXT. DEPAN RUANG KELAS KARINA - SEKOLAH — PAGI

Pram sedang duduk di depan kelasnya, sedang makan jajanan yang ia beli. Suasana kelas saat itu tidak terlalu ramai, murid-murid berjalan menuju kelasnya.

Karina berjalan cukup cepat menuju kelas dan ia berhenti di depan Pram, melihatnya, datar.

KARINA

Pram.

Pram melihat Karina, datar, bingung.

KARINA

Gimana kalau Tio gak ikut geng motor... dan aku sebenarnya bukan korban karena geng motor... tapi karena di tabrak?

Pram melihat Karina, datar. Karina melihat Pram, menunggu jawabannya.

KARINA

Gimana kalau orang yang tusuk Tio itu bukan orang yang di tangkap sekarang?

Mereka sama-sama melihat.

FADE OUT.

Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Tidak ada komentar