Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
Ambang
Suka
Favorit
Bagikan
1. Act 1

FADE IN:

1. EXT. KORIDOR KELAS XI IIS 2. MADUIN - SIANG

Semua anak duduk di koridor. Ada yang mengobrol, mabar, main sosmed, atau bahkan pacaran. Salah seorang anak laki-laki bertubuh kurus bernama Damar (L, 17), tampil mencolok di antara mereka. Ia mengenakan manset tangan hitam untuk menutupi bekas-bekas luka di lengannya. Ia duduk sendirian, ditemani earphone yang mengiringi jemarinya yang berdansa di atas kertas sketchbook. Ia menggambar anak yang duduk di hadapannya menggunakan banyak pensil dari berbagai macam ketebalan. Tapi tangannya itu nampak gemetar. Kakinya pun bergerak tak mau berhenti. Hasil gambarnya kali itu tidak semaksimal biasanya. Ia nampak gelisah. Penyebabnya adalah, ia sudah tahu nasib buruk yang akan ia terima beberapa saat lagi.

Seorang pria keluar dari ruang kelas. Damar sempat terkejut, tapi setelah mengetahui yang keluar itu bukan kakeknya, ia sedikit lega. Salah satu temannya Damar menghampiri pria itu.

MADA (L, 17)

Piye Pak nilaiku?

AYAHNYA MADA (L, 42)

Alhamdulillah ranking 2.

MADA

Yoh, tenan ki Pak?

AYAHNYA MADA

Lha delok en dewe. Kui neng

papan tulis ae enek jenengmu kok.

Mada terlihat kegirangan, sedangkan Damar enggan menengok ke arahnya dan hanya memaku wajah pada sketchbook.

AYAHNYA MADA

Kan oleh ranking, meh ditumbasno

opo?

Mereka pun pergi, meninggalkan Damar yang masih ketar-ketir di koridor. Karena sama sekali tidak bisa tenang, Damar merapikan alat-alat gambarnya, mengenakan tasnya, dan mengintip dari jendela kelas. Kali ini giliran seorang kakek kurus berpakaian rapi didobel jaket coklat gelap yang berhadapan dengan wali kelasnya. Meskipun ditutupi topi baret, tapi ia jelas tahu kalau itu adalah kakeknya, Mbah Jatmiko (L, 65). Damar pun kembali duduk di dekat pintu, menunggu kakeknya sambil menyilangkan jarinya yang masih gemetar.

Tiba-tiba, Damar merasa ada yang memperhatikannya. Rupanya beberapa temannya sedang membicarakanya di belakang. Damar sudah tahu penyebabnya, sehingga ia pun pura-pura tidak mengetahui apa yang dilakukan mereka di belakangnya.

Tak lama kemudian, Mbah Jatmiko keluar dari ruang kelas dengan buku rapor warna hitam di tangannya. Damar langsung bangkit dan menatap kakeknya.

MBAH JATMIKO

Ayok, ndek mau dikon ke ruang

Kepala Sekolah.

Damar hanya diam, menunduk mengikuti langkah kakeknya. Mereka berjalan. Mbah Jatmiko menunggu sampai mereka meninggalkan kerumunan anak-anak SMA, agar pembicaraannya dengan Damar tidak didengar.

CUT TO:

2. EXT. TANGGA SEKOLAH. MADIUN - SIANG

Saat mereka sampai di tangga dan dirasa sudah aman dari kuping-kuping tak diinginkan, Mbah Jatmiko pun mulai berbicara.

MBAH JATMIKO

Jarene koe ora munggah kelas.

DAMAR

Mbah gak nesu?

Mbah Jatmiko hanya diam. Wajahnya terlihat kesal. Damar pun hanya menunduk dan pasrah.

CUT TO:

3. EXT. KORIDOR SEKOLAH LANTAI 1. MADIUN - SIANG

Damar tidak berani menatap kakeknya. Ia memilih untuk berjalan di belakang Mbah Jatmiko, ketimbang berjalan di sampingnya. Sepanjang jalan di koridor, ia berusaha mengalihkan pikiran dengan melihat keadaan di sekitar. Ada anak yang berjalan murung di samping orangtuanya, ada anak yang tertawa bercanda dengan ayah dan adiknya, ada juga orangtua yang datang tanpa ditemani anaknya. Dan tanpa sadar, Damar dan Mbah Jatmiko sudah tiba di depan Ruang Kepala Sekolah.

Setelah mengetuk pintu, Mbah Jatmiko pun membuka pintu berhiaskan papan bertuliskan 'Ruang Kepala Sekolah' di atasnya tersebut.

CUT TO FLASHBACK:

4. INT. KAMAR DAMAR. JAKARTA - MALAM

Seorang wanita (Gupita, P, 31) memasuki kamar anaknya yang sedang duduk di tempat tidur menunggu kedatangannya.

GUPITA

Coba liat, Mama bawa buku apa

ajaaa?

Gupita duduk bersandar pada dinding dengan kaki yang dibiarkan lurus berselonjor. Damar (L, 6), anaknya, mengikuti duduk di sebelahnya. Dibukalah buku belajar mengeja dan membaca tersebut oleh Gupita.

GUPITA

Kemaren kita udah sampe mana?

DAMAR

Sampe hewan, Ma.

GUPITA

Kalo gitu sekarang benda-benda, ya.

Coba kamu baca ini.

Gupita menunjuk tulisan 'Bata' pada buku itu.

DAMAR

(ragu)

Ta, tada??

GUPITA

Bukan, Sayang. Kan udah mama ajarin

huruf-hurufnya dari dulu. Kita coba

lagi yaa. B A, ba, T A, ta. Bata.

Coba kamu ulangin abis Mama yaa. B A?

DAMAR

Ba

GUPITA

T A

DAMAR

Ta

GUPITA

Naah, gitu. Terus dibacanya apa?

DAMAR

Bata?

(agak terbata)

Ta, tapi aku bacanya Tada, Mah.

Mendengar perkataan Damar, Gupita nampak bingung dan memutuskan untuk menghentikan pelajaran hari itu.

GUPITA

Yaudah, hari ini belajarnya udah dulu deh ya. Besok kamu ikut Mama ke tempat temen Mama. Mau nggak? Kalo kamu mau, nanti Mama beliin es krim. Gimana?

DAMAR

Mau, mau.

CUT TO:

5. INT. RUANG PRAKTIK PSIKOLOG ANAK. JAKARTA - SIANG

Setelah melakukan serangkaian tes pada Damar, Psikolog tersebut menyampaikan diagnosanya pada Gupita.

PSIKOLOG (L, 38)

Sepertinya anak Ibu mengidap

Disleksia. Ini gangguan belajar

yang terdiri dari beberapa tipe.

Untuk Damar, dia termasuk tipe

Surface Dysleksia, yang mana ini

membuat Damar kesulitan mengenali

kata-kata dengan penglihatan.

GUPITA

Terus itu treatment-nya seperti

apa ya, Bu?

PSIKOLOG

Kita bisa melakukan terapi Program

Membaca. Di rumah, Ibu juga bisa

mengulang-ulang pelajaran untuk

Damar, atau bisa juga Ibu

membacakan cerita ke Damar, biar

dia terbiasa dengan bacaan. Yang

penting, Ibu harus ekstra sabar

nanganinnya.

Gupita menyimak dengan fokus, walaupun kemudian ia nampak berpikir dengan keras.

GUPITA

Untuk prosedur terapinya seperti

apa ya?

BACK TO:

6. INT. RUANG KEPALA SEKOLAH. MADIUN - SIANG

Seperti selayaknya Ruang Kepala Sekolah pada umumnya, Ruang Kepsek di sekolah Damar sangat dingin dan luas. Rak-rak buku dan filing cabinet berjajar di sisi kanan-kiri ruang.

Di salah satu sisi ruangan, tepatnya di balik meja kerja besar, duduk seorang pria berperut buncit sedang berhadapan dengan Damar dan kakeknya.

PAK AGUNG (L, 52)

Seperti yang Bapak tau, Damar, cucu

Bapak nggak naik kelas tahun ini.

Menurut wali kelasnya Damar, nilai-

nilai Damar memang nggak kunjung

membaik meski ada remedial. Damar

juga jarang merhatiin gurunya. Dia

lebih sering nggambar atau tidur di

kelas ketimbang belajar. Damar juga

sering menyendiri, nggak mau

membaur dengan teman-temannya,

bahkan Damar juga suka membolos ke

kantin atau perpus. Kalau sampai

seterusnya Damar masih seperti ini,

saya khawatir Damar bakal susah

diterima di kampus negeri.

Di depan Pak Agung, Mbah jatmiko hanya mengangguk-angguk, nampak sama sekali tidak heran ataupun sedih mendengar hal itu. Ia justru nampak biasa saja selayaknya seorang wali yang sedang mengambil rapor. Sedangkan Damar, tetap enggan menatap kakeknya. Ia menyibukkan diri dengan memainkan jemarinya, atau menggaruk lengannya yang luka.

MBAH JATMIKO

(dengan medhok)

Kemungkinan enten solusi lain apa

enggak ya, Pak?

PAK AGUNG

Biasanya sih kalo ada anak yang

nggak naik kelas, mereka akhirnya

milih buat pindah sekolah, Pak.

Damar sendiri maunya gimana, Mar?

Tidak menyangka dirinya akan ditanya, Damar sempat terkejut mendengar namanya disebut.

DAMAR

(canggung)

Eee, saya masih bingung, Pak.

PAK AGUNG

Saran saya ya Pak, lebih baik

kalo Damar dilesin privat, biar

lebih efektif juga Damar belajarnya.

Pak Agung menatap Mbah Jatmiko dan Damar bergantian. Ia berbicara dengan tenang dan santai, sehingga tidak membuat lawan bicaranya terintimidasi, walaupun itu tidak sepenuhnya berlaku pada Damar.

PAK AGUNG

(sambil menatap mereka bergantian)

Kalo emang Bapak mau mindahin

sekolahnya Damar, saya bisa kasih

rekomendasi sekolah mana aja yang mau

nerima anak yang nggak naik. Saran

saya sih, pilih aja SMK swasta yang

sesuai dengan minat belajarnya Damar.

Soalnya saya khawatir Disleksianya

Damar bakal menghambat sekolahnya lagi

kalo dia tetep di SMA negeri.

MBAH JATMIKO

Nggeh, matur suwun, mengko saya

pikirkan lagi.

PAK AGUNG

Kalo gitu, untuk saat ini, silakan

Bapak tanda tangan surat pernyataan

ini dulu..

Pak Agung menyodorkan selembar kertas bertuliskan 'Surat Pernyataan Naik Kelas Bersyarat' pada Mbah Jatmiko. Mbah Jatmiko pun menandatanganinya dengan pena yang tersedia di meja Pak Agung.

CUT TO:

7. EXT. JALAN MENUJU TEMPAT PARKIR. MADIUN - SIANG

Sejak keluar dari Ruang Kepala Sekolah, sampai sepanjang jalan menuju tempat parkir, Mbah Jatmiko sama sekali tidak berbicara pada Damar. Begitu pula dengan Damar yang hanya berjalan menunduk, atau sesekali melihat sekitar untuk mengalihkan pikirannya.

CUT TO:

8. INT./EXT. MOBIL MBAH JATMIKO. MADIUN - SIANG

Sesampainya di parkiran, mereka hanya diam. Bahkan selama perjalanan pun Damar dan kakeknya hanya diam tak berbicara sepatah kata pun. Damar sibuk dengan menatap pemandangan di jendela, walaupun tatapannya kosong. Sedangkan Mbah Jatmiko fokus menyetir ditemani dendang lagu-lagu tahun 80-an. Tapi meski begitu, Mbah Jatmiko nampak tidak terlalu peduli pada apa yang ia dengar. Pandangannya juga kosong, berusaha menahan kesedihan.

CUT TO:

9. INT./EXT. DEPAN RUMAH MBAH JATMIKO. MADIUN - SIANG

Saking terlarutnya dalam lamunan, Damar tidak sadar kalau mereka sudah sampai di depan gerbang rumah.

MBAH JATMIKO

(tanpa menatap Damar)

Wes teko ki Mar.

Damar sedikit tersentak setelah ia melihat sekitarnya dan sadar kalau ia sudah tiba di rumah kakeknya, rumah dengan material bangunan didominasi oleh Kayu Jati. Baru saat itulah Damar keluar dari mobil.

CUT TO:

10. EXT. DEPAN RUMAH MBAH JATMIKO. MADIUN - SIANG

Damar membuka kunci gerbang dan mendorongnya. Ia lantas berdiri di pinggir gerbang, menunggu kakeknya masuk, sampai ke garasi. Begitu mobil kakeknya sudah tiba di garasi, ia langsung menutup pintu gerbang dan menguncinya kembali dengan gembok. Tapi setelah ia selesai menggembok gerbang tersebut, ia tidak langsung pergi. Ia kembali mengulang penguncian gembok itu dengan tujuan mengecek dan memastikan. Begitu terus yang ia lakukan sampai sebanyak tiga kali.

Setelah itu, ia melangkah, maksud mengecek pintu garasi lantaran ia tidak tahu apakah sudah benar-benar dikunci dari dalam atau belum. Tapi, saat ia hendak mengecek untuk kedua kalinya, ia dicegah oleh seorang wanita berseragam Asisten Rumah Tangga, Laras (P, 36), yang sudah mengabdi pada Mbah Jatmiko sejak dulu.

LARAS

Mas, ndek wau garasi sampun tak

kunci. Mase langsung wae mlebu,

terus tangane isuh en karo sikile,

bar kui salenen klambine, yo.

Damar menatap Laras. Ia mengangguk dan melangkah pergi memasuki rumah yang pintunya langsung dikunci oleh Laras begitu Damar memasuki ruangan.

Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Tidak ada komentar