Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
CUT TO:
11. INT. RUANG TAMU RUMAH MBAH JATMIKO. MADIUN - SIANG
Laras menoleh, menahan Damar yang hendak pergi.
LARAS
Mas Damar wis mangan awan urung?
Mendengar pertanyaan Laras, Damar
pun berhenti.
DAMAR
Uwis, ndek mau ning kantin.
LARAS
Tenane? Wes pokok e, nek Mas
Damar ngelih, langsung njipok
ae yaa. Ning mejo enek ayam kecap.
DAMAR
Nggeh.
Setelah Damar pergi, dengan sigap Laras menyusul Mbah Jatmiko yang sudah menunggu di Ruang Makan.
CUT TO:
12. INT. DAPUR DAN RUANG MAKAN RUMAH MBAH JATMIKO. MADIUN - SIANG
Mocca memejamkan mata dan mendengkur dengan nyaman di atas pangkuan Mbah Jatmiko yang termenung sambil mengelus-elus dirinya. Kemejanya nampak lusuh bekas terbungkus jaket. Laras lantas menuangkan segelas air dan memberikannya pada tuannya.
LARAS
Ndek wau pripun Mbah teng sekolah?
Mbah Jatmiko masih menunduk menatap Mocca sambil menggeleng.
CUT TO:
13. INT. KAMAR DAMAR DI RUMAH MBAH JATMIKO. MADIUN - SIANG
Damar dengan celana lapangan selututnya, menutup lemari pakaian dan mengenakan kaos hitam yang masih memiliki bekas lipatan, untuk menutupi tubuh kurusnya.
Tanpa manset tangan hitam miliknya, nampak dengan jelas luka-luka sunut rokok pada lengannya hasil karya ia sendiri. Ia kemudian menghampiri empat ekor Tarantula peliharaannya yang ia simpan masing-masing dalam satu enclosure. Dan untuk membunuh sepi, Damar memangku salah satu enclosure tarantulanya yang berjenis Chromatopelma Cyaneopubescens. Damar pun mengajak tarantulanya yang bernama Langit itu berbicara.
DAMAR
Menurutmu, aku kudu pindah
sekolah po ora ya? Jane aku yo
pingin sih pindah, muak aja gitu
karo wong-wong munafik di sekolah.
Tapi yaaa meh gimana lagi..
Jelas Langit hanya diam tak menjawab. Damar refleks menengok ke kalender yang tergantung di dinding kamarnya. Di sana tertulis kalau terakhir kali Damar memberi makan keempat tarantulana adalah empat hari yang lalu. Ia pun bangkit, mengambil subuah gelas plastik putih transparan yang ia bawa keluar kamar lengkap dengan penutupnya.
CUT TO:
14. INT. DAPUR DAN RUANG MAKAN RUMAH MBAH JATMIKO. MADIUN - SIANG
Damar keluar dari kamar. Damar melangkah melewati ruang keluarga yang luas, yang mana ruangan ini adalah pusat dari berbagai ruangan yang pintunya mengelilingi di sisi kanan dan kirinya. Damar terus berjalan sampai mendekati ruang makan. Sayup-sayup, ia mengetaui kalau kakeknya dan Laras sedang membicarakan dirinya.
MBAH JATMIKO (O.S.)
Hhh, aku wes gak eroh maneh gek yo
kudu piye ning Damar. Kaet mbiyen
mesti nggawe rusuh. Kadang aku
kesel ngebarne kelakuane dek e..
Begitu Damar tiba di Ruang Makan, Mbah Jatmiko dan Laras langsung hening tak bergeming. Damar pura-pura tidak tahu dan tidak mendengar apa-apa. Damar hanya melirik ke arah mereka dan berjalan ke halaman belakang tanpa menghiraukan mereka.
CUT TO:
15. EXT. TERAS BELAKANG RUMAH MBAH JATMIKO. MADIUN - SIANG
Di teras belakang, terdapat satu kandang kecil berjaring yang digantung berjajar dengan tanaman-tanaman gantung.
Kandang kecil itu berisi jangkrik-jangkrik. Damar menurunkannya dan mengambil 8 jangkrik yang ia masukkan ke dalam gelas yang ia bawa. Tapi sebenarnya pikirannya sedang tidak fokus. Ia memikirkan apa yang dikatakan Mbah Jatmiko sebelumnya. Alhasil, dua jangkrik melompat kabur dari gelas yang ia pegang. Damar pun kembali mengambil jangkrik tambahan dari kandang.
CUT TO:
16. INT. DAPUR DAN RUANG MAKAN RUMAH MBAH JATMIKO. MADIUN - SIANG
Seselesainya dari halaman belakang, Damar kembali melewati kakeknya dan Laras yang masih terdiam, menunggu dirinya benar-benar tidak berada di dekat mereka. Damar sebenarnya penasaran dengan obrolan mereka, tapi ia masih sungkan dengan kakeknya, sehingga ia berjalan saja acuh tak acuh seolah tidak ada orang di ruangan itu. Ia hanya melirik sesekali ke arah mereka.
Begitu Damar masuk ke kamarnya, Mbah Jatmiko kembali berdiskusi dengan Laras.
LARAS
Biyuh, emange enek opo to
jane Mbah?
Mbah Jatmiko meminum air yang disediakan Laras dan menjawab.
MBAH JATMIKO
Damar ora munggah kelas.
LARAS
Yoh, mosok to Mbah?
MBAH JATMIKO
Ya mosok aku ngapusi? Lha opo
tak dudehne rapote?
Laras masi tidak percaya. Walaupun ia tidak kaget dengan berita itu, ia terus menggelengkan kepalanya. Tangan kanannya bertumpu pada meja untuk menyangga keningnya. Ia kemudian menatap kembali Mbah Jatmiko dan bertanya dengan nada khawatir.
LARAS
(khawatir)
Lha terus Mas Damar e piye? Melasi
temen yaa Allah.
MBAH JATMIKO
Gak eroh. Koe takono dewe ae ning
bocahe. Uwis males aku urusan karo wonge.
LARAS
Yoo alaaaahh, Mbaaah, arep tekan
kapan to Mbah gak ngapurani Mas
Damar? Melasi cah e lho Mbaah.
MBAH JATMIKO
Aku isih pegel polll, Ras.
Lain dengan Laras, Mbah Jatmiko justru tidak nampak sedih atau khawatir sama sekali. Ia justru nampak cuek. Tapi Laras tidak bodoh. Ia tahu kalau Mbah Jatmiko hanya gengsi menunjukkan perasaannya yang sebenarnya. Itulah mengapa sejak awal pembicaraan, Mbah Jatmiko tidak menatap Laras sama sekali. Laras pun menjawab.
LARAS
Tapi Mas Damar tasih mbutuhne
panjenengan, Mbaaah.
MBAH JATMIKO
Alahh, yowes lah, koe ngerewangi
aku koyo biasane ae.
Mendengar itu, Laras menyeringai kecil dan sedikit menggeleng. Kedua tangannya meraih Mocca dari pangkuan Mbah Jatmiko, lantas menimang-nimang kucing Maine Coon orange tersebut.
LARAS
Aku jane tasih mboten kaboten,
tapi ajeng sampek kapan Mbah
arep koyok ngene ki terus? Lha
niku sampun wolung taun sing mbien
lho Mbah. Pas niko, Mas Damar tasih
cilik, isik kurang ngerti. Mosok
sih Mbah tego karo putune dewe?
Nek Mbah tesih koyo ngene, Ibuk
mboten bakal tenang! Cobo ditingali,
ora cuman Si Mbah sing ngeroso, tapi
Mas Damar yo ngeroso!
Mbah Jatmiko hanya diam. Ia kembali memalingkan posisi duduknya dari Laras lantas menghabiskaan sisa air putihnya dan menghela napas panjang.
LARAS
Wes, terserah Embah lah nek ngono.
CUT TO FLASHBACK:
17. INT. KAMAR GUPITA DAN ESTU. JAKARTA - MALAM
Estu (L, 37) baru saja keluar dari kamar mandi. Di atas tempat tidur, Gupita sedang duduk bersandar pada headboard dengan kedua kaki dibiarkan lurus sambil sibuk membaca buku mengenai Disleksia. Rambutnya yang hitam lurus dan panjang, diikat tingi-tinggi maksud agar tidak menghalangi pandangannya saat membaca. Melihat kehadiran suaminya, ia lalu memanggil Estu untuk membicarakan beberapa hal penting.
GUPITA
Pah, tadi siang aku jadi bawa
Damar ke Psikolog.
Estu duduk di dekat Gupita. Ia mengangkat kedua kaki Gupita lantas meletakkannya pada pangkuannya sambil memijit-mijit kecil kedua kaki istrinya itu, lalu ia menjawab.
ESTU
Terus gimana katanya?
GUPITA
Bener kan kataku, Damar itu Disleksia!
Kata Psikolognya bisa diatasin sih,
asal Damar rajin terapi dan kita
didik bener-bener.
ESTU
Maaf ya, aku lembur mulu akhir-
akhir ini. Soalnya lagi ada
tugas besar dari Jenderal.
GUPITA
Nggak papa.
Gupita berhenti membaca. Ia meletakan buku itu di atas pangkuannya lantas menatap suaminya lekat-lekat.
GUPITA
Aku rencananya mau resign. Aku
pengen fokus ngerawat Damar
aja di rumah.
Jelas Estu terkejut mendengar perkataan istrinya. Refleks ia langsung bertanya seraya mencengkram kaki istrinya.
ESTU
(terkejut dan heran)
Lho, kamu yakin? Kamu kan asisten
koki. Emang gapapa tuh maen keluar-
keluar aja? Chef Indra nanti gimana?
GUPITA
Dia pasti ngerti, lah. Dia kan
juga punya anak. Aku nggak mau
nyerahin tugas ngedidik Damar ke
baby sitter. Bukan apa-apa, aku
cuma pengen mastiin aja kalo Damar
terdidik dengan tepat. Kan belom
tentu baby sitter itu ngerti caranya
ngedidik anak Disleksia.
Estu menghargai pemikiran istrinya. Ia menghela napas lalu sambil tetap memainkan pergelangan kaki Gupita, ia kembali bertanya.
ESTU
Kamu sendiri udah ngerti emang?
GUPITA
Ya makanya ini lagi belajar. Aku
kan juga konsul terus sama
Psikolognya Damar.
CUT TO:
18. INT. DEPAN PINTU KAMAR GUPITA DAN ESTU. JAKARTA - MALAM
Dari balik pintu, sebenarnya Damar mendengar obrolan orang tuanya. Damar yang tidak mengerti apa-apa, merasa senang mendengar ibunya akan menghabiskan waktu bersamanya setiap hari. Tiba-tiba seekor nyamuk hinggap dan menghisap darah di tangannya. Ia pun menepuk tangannya. Tak lama berselang, ayahnya keluar membuka pintu kamar.
ESTU
Kamu belom tidur, Mar?
DAMAR
(tertawa kecil sambil menggaruk kepalanya)
Damar pengen tidur sama Papah-mama.
Damar kan jarang ketemu Papah.
Estu tetap berdiri, bersandar pada kusen pintu dan memandang Damar.
ESTU
Kamu tidur di kamar kamu aja ya.
Papah lagi ada obrolan penting
sama Mama.
Tanpa Estu sadari, Gupita datang, membuka daun pintu lebih lebar, dan berlutut menyejajarkan pandangan dengan Damar.
GUPITA
(sambil memegang kepala Damar)
Damar Sayang, kamu tidur di kamar
kamu aja ya sama Mama? Gimana? Mau kan?
Damar pun tersenyum dengan berat dan mengangguk. Gupita lantas meraih tangan Damar, dan mengantarkannya ke kamar.