Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
Ambang
Suka
Favorit
Bagikan
8. Act 8

BACK TO:

68. INT. DAPUR DAN RUANG MAKAN RUMAH MBAH JATMIKO. MADIUN - SIANG

Laras sibuk menelpon ambulans. Tapi meski suara Laras cukup kencang, Damar tidak tahu apa saja yang dibicarakan Laras dalam telepon. Pikirannya kosong dan tidaak fokus. Damar hanya duduk memangku Mbah Jatmiko. Tangannya memegang wajah kakeknya. Ia tidak bisa melakukan apa-apa. Damar hanya diam menahan tangis, karena sekilas dalam pandangannya, ia melihat sosok ibunya pada kakeknya. Ia takut, kejadian yang sama terulang pada kakeknya.

Selepas Laras selesai menelpon, wanita itu menghampiri Damar.

LARAS

Mas Damar, tenang, Mas. Gak sah

kuatir neh. Ambulans e sediluk

ngkas teko. Iki yo uduk salah e

Mas Damar. Embah sing soko awal

wis loro, dadi iki uduk salah e Mas -

Mas Damar ngelu rak? Sirah e kan getih en.

Damar menyentuh luka di kepalanya dan melihat darah yang mengenai tangannya. Ia lupa sama sekali kalau kepalanya berdarah. Setelah diingatkan, barulah Damar sedikit meringis dan merasa pusing.

DAMAR

Gak sih, Mbak. Sing penting Mbah

ndisik sing diurus.

Laras meninggalkan ruang makan sesaat dan melangkah menuju kamarnya. Tak lama kemudian, ia datang kembali dengan sebuah selendang krem di tangannya.

LARAS

Diempet nggo iki wae ndisik tatune Mas.

Mbak meh nyiapke kucing-kucing nggo

dititipke teng petshop sedilut.

DAMAR

Suwun, Mbak.

LARAS

Nek ngono, saiki Mas Damar siap-siap,

mumpung ambulans e durung teko.

Damar mengangguk dan mengikuti perkataan Laras. Ia menepikan kakeknya ke dinding, dibantu oleh Laras, selepas itu Damar pergi ke kamar.

CUT TO:

69. INT. KAMAR DAMAR DI RUMAH MBAH JATMIKO. MADIUN - SIANG

Damar mengambil dompet, handphone, rokok dan korek di kamarnya. Dari dalam kamar, Damar dapat mendengar Laras yang keluar rumah menghampiri ojek online yang menjemput Mocca dan Caramel untuk dititipkan ke petshop.

Damar lalu duduk di tepian tempat tidur, berusaha menenangkan pikirannya. Tangannya yang sebelumnya memegangi kepala dengan selendang, kini ia turunkan. Ia tidak peduli dengan darahnya yang terus mengalir, sampai akhirnya Damar menoleh dengan cepat ke arah jendela begitu ia mendengar sirine ambulans mendekat.

CUT TO:

70. EXT. DEPAN RUMAH MBAH JATMIKO. MADIUN - SIANG

Di depan rumah Mbah Jatmiko, Damar berdiri di samping ambulans, mengawasi para perawat mengangkut Mbah Jatmiko ke dalam mobil, lagi-lagi tanpa menahan lukanya dengan selendang. Selendang berlumuran darah itu tanpa ia sadari hanya ia pegang di tangan.

Setelah Laras menutup dan menggembok gerbang, dengan cekatan ia langsung menghampiri ambulans.

LARAS

Sek Mas, ojo mangkat ndisik.

Kata Laras pada perawat di ambulans. Ia lantas berdiri menghadap Damar.

LARAS

Rene o Mas! Ben diobati sisan sirah e.

CUT TO:

71. INT. MOBIL AMBULANS. MADIUN - SIANG

Tanpa mendengar respon dari Damar, Laras langsung mendorong Damar, mengajaknya duduk di sebelahnya di dalam mobil, dan memberi gestur pada para perawat untuk segera berangkat.

Sopir ambulans kembali membunyikan sirine dan langsung melaju menuju rumah sakit. di dalam mobil ambulans, Mbah Jatmiko diberi pertolongan pertama oleh para perawat. Tidak hanya mereka, Damar yang fokus memperhatikan kondisi kakeknya pun ikut diberi pertolongan pertama pada kepalanya.

LARAS

Mbah e loro opo iki, Sus?

PERAWAT 1 (P, 32)

(agak medhok)

Sepertinya sih Bapak terkena serangan

Krisis Hipertensi. Nanti dokter

bakal menjelaskan lebih detil lagi.

Mbak istirahat aja. Itu tangan

Embak mau ditangani sekalian?

LARAS

Oooh oleh Sus, oleh. Mau sih wis

diobati sitik. Tapi yo jajal en

periksa no maneh. Hehehee..

Laras lantas menatap Damar yang lukanya sedang dibersihkan. Saat itu, mata Damar sudah mulai sayu, meski berusaha keras mempertahankan fokus demi melihat keadaan kakeknya.

LARAS

Mbah nggak popo to,Mas? Mas

Damar santai ae.

PERAWAT 2 (L, 29)

Masnya juga nggakpapa kok. Ini tinggal diperban sementara aja. Ntar sampe rumah sakit juga tinggal dijait dikit aja - ehh teh anget dong, teh anget!

Langsung saja perawat lainnya memberikan teh hangat pada Damar. Belum sampai Damar menerima teh hangat itu, Damar tiba-tiba pingsan.

CUT TO FLASHBACK:

72. INT. KANTOR POLISI. JAKARTA - SIANG

Damar kecil duduk di ruang tunggu. Ia duduk sambil sedikit terisak-isak selepas diinterogasi oleh polisi. Matanya merah dan bengkak, tapi sudah tidak ada lagi air mata yang keluar. Matanya sudah kering. Di tengah isaknya, seorang polisi muda datang menghampirinya membawa sebuah kotak makanan.

POLISI (L, 27)

Adek makan dulu ya. Ini udah

Om beliin ketoprak.

Damar melihat kotak makan yang disodorkan padanya, lantas menatap wajah polisi muda itu.

DAMAR

Damar nggak laper.

POLISI

Adek kan belom makan dari pagi,

nanti kamu sakit.

DAMAR

Damar nggak mau makan - Om Polisi,

kenapa Damar nggak dipenjara aja?

Damar kan salah.

POLISI

Nanti Om jelasin ya kalo keluarga

kamu udah dateng. Katanya, sebentar

lagi kakek kamu bakal sampe.

Damar langsung terdiam dan nampak ketakutan.

POLISI

Kamu kenapa?

DAMAR

Aku takut Mbah marah.

POLISI

Nggakpapa, nanti Om Polisi yang jelasin.

CUT TO:

73. EXT. DEPAN KANTOR POLISI. JAKARTA - SIANG

Mbah Jatmiko (L, 57), turun dari taksi di depan kantor polisi.

Setelah membayar, langkahnya yang masih bugar, bergegas masuk ke dalam, ke tempat cucunya yang sudah duduk menunggu.

CUT TO:

74. INT. KANTOR POLISI. JAKARTA - SIANG

Mbah Jatmiko tiba di ruangan tempat Damar berada. Kehadirannya langsung disambut oleh polisi muda yang sedang bersama Damar.

MBAH JATMIKO

(dengan medhok)

Damar, kamu nggakpapa?

Damar hanya mengangguk, tidak berani bicara lantaran sungkan pada kakeknya yang dengan tenang mengelus kepalanya.

MBAH JATMIKO

(dengan medhok)

Damar ra sah sedih ya. Bar iki,

Damar tinggal ae karo Embah ning

kampung. Temenin Mbah. Mbah kesepian.

Di rumah cuma ditemenin karo Mbak

Laras tok. Damar mau, kan?

Damar mengangguk kecil. Mbah Jatmiko pun langsung beralih pada polisi yang sudah menunggunya.

MBAH JATMIKO

(dengan medhok)

Siang, Pak. Saya Jatmiko, kakeknya Damar.

Mereka berjabat tangan.

POLISI

Oh, silakan duduk, Pak.

Mbah Jatmiko pun duduk. Tas jinjingnya diletakkan di lantai di sebelah kakinya.

MBAH JATMIKO

Jadi pripun, Pak?

POLISI

Nama Bapak?

MBAH JATMIKO

(dengan medhok)

Jatmiko Rahardjo.

POLISI

Usia?

MBAH JATMIKO

(dengan medhok)

57 tahun.

POLISI

Pekerjaan?

MBAH JATMIKO

(dengan medhok)

Saya pensiunan PNS, sekarang saya

punya beberapa kontrakan buat disewain, Pak.

POLISI

Bapak benar ayah dari Gupita Cahyaningtyas

dan kakek dari Damar Prasetyo?

MBAH JATMIKO

Nggeh.

POLISI

Begini, Pak. Seperti yang telah

Bapak ketahui, anak Bapak, Nyonya Gupita

Cahyaningtyas menjadi korban dari

peristiwa perampokan yang terjadi

pukul 2 pagi tadi. Bersasarkan kesaksian

dari Damar, kronologi kejadiannya adalah--

Damar duduk dengan gelisah. Kakinya bergerak tanpa henti, ia pun terus menggerakkan jemarinya. Lamunannya buyar ketika kakeknya menyadari kenyataan dari apa yang terjadi.

MBAH JATMIKO

(dengan medhok)

Lho, jadi sing ngebunuh anak saya

bukan perampok itu, tapi Damar?

Mbah Jatmiko langsung melihat ke arah Damar. Damar pun menatap kakeknya, namun karena takut, ia langsung memalingkan pandangannya lagi ke lantai di depannya.

POLISI

Iya, Pak. Damar membunuh kedua

perampok itu sebagai bentuk

pertahanan diri, dan membunuh Nyonya

Gupita karena ketidak sengajaan

akibat peluru nyasar.

Damar tidak pernah menggunakan senjata api sebelumnya, sehingga ini bisa saja terjadi.

MBAH JATMIKO

Terus Damar gak ditahan, to Pak?

POLISI

Saat ini, usia Damar baru menginjak

9 tahun. Tidak ada unsur kesengajaan

juga dalam kejadian ini, jadi

Damar tidak akan dikenakan pasal

pidana apapun. Tapi, Damar akan

kita beri surat peringatan, catatan

kriminal, dan Bapak sebagai wali

harus membayar denda yang cukup besar,

dan memberinya pengertian, agar

tidak menggunakan senjata api

sembarangan lagi.

Mendengar itu, Mbah Jatmiko hanya menggeleng dan menunduk, masih tak menyangka akan apa yang terjadi.

CUT TO:

75. EXT. DEPAN RUMAH DAMAR. JAKARTA - SIANG

Rumah besar berpagar tembaga itu kini berhiaskan spanduk bertuliskan 'Rumah ini Dijual' di depan pagarnya.

CUT TO:

76. EXT. DEPAN RUMAH MBAH JATMIKO. MADIUN - SIANG

Pada akhirnya, Damar dibawa tinggal ke rumah Mbah Jatmiko di Madiun. Mbah Jatmiko dan Damar keluar dari mobil jasa travel, dengan koper besar dan tas jinjing besar yang baru saja diturunkan dari bagasi oleh sopir travel. Mendengar suara mobil dari depan gerbang, Laras langsung keluar dari rumah, menyambut kedatangan mereka dan membantu mereka membawa barang bawaan masuk ke dalam rumah.

Dari kejauhan, tetangga seberang rumah Mbah Jatmiko nampak sedang mengobrol dengan Ibunya Amri saat masih mengandung Amri dan satu orang ibu lainnya.

CUT TO:

77. EXT. TERAS RUMAH TETANGGA MBAH JATMIKO. MADIUN - SIANG

Sambil memperhatikan Mbah Jatmiko dan Damar yang sedang mengurus barang-barang bawaan, ketiga ibu-ibu itu pun mulai bergunjing.

IBU 1 (P, 34)

Eh Yu, kui mulak no putune Mbah

Jatmiko? Sakiki manggon ning kene to, Yu?

TETANGGA DEPAN RUMAH (P, 30)

Iyooo. Sakiki kan cah e iku gak

nduwe wong tuo.

IBU AMRI (P, 24)

Hoo iyo, iki wingi bar pitung dino ne

Buk e, to?

TETANGGA DEPAN RUMAH

Iyoo. Koe tapi podo ruh po ra? Anak e

Mbah Jatmiko ki matine goro-goro opo?

IBU 1

Lha emang nyapo, Yu?

TETANGGA DEPAN RUMAH

Jarene to, si Damar sing mateni ibuk e dewe.

IBU AMRI

Yohhh, mosok iyo, sih? Cah jek cilik

ngono, lho. Mosok iyo to tego

mateni ibuk e dewe?

TETANGGA DEPAN RUMAH

Jarene sih ra sengojo. Tapi yooo

tetep ae. Koe lagek meteng lho iku.

Ati-ati, mengko anakmu koyo ngono, lho.

IBU AMRI

Hihhh, mit-amiiiit jabang bayi.

Ibunya Amri mengelus perutnya, berharap ketika lahir, Amri tidak seperti Damar yang ia lihat.

IBU 1

Cah-cah jo oleh dolanan karo wong e.

Medeni marai melu-melu. Ngerii..

CUT TO:

78. INT. RUANG KELUARGA RUMAH MBAH JATMIKO. MADIUN - SIANG

Mbak Jatmiko menggeleng lelah seraya menyentuh pangkal hidungnya dan berkata pada Laras.

MBAH JATMIKO

Ras, koe urusen o Damar.

Aku meh ning kamar ndisik.

Hari itu, Mbah Jatmiko sama sekali tidak menatap Damar. Ia juga mulai nampak lebih cuek, jutek dan ketus dari sebelunya. Damar yang masih kecil, langsung memasang wajah sedih.

DAMAR

Embah marah ya sama Damar?

Laras membungkuk, menatap damar dan mengelus kepalanya.

LARAS (P, 28)

Ora kok, Mbah cuma kesel ae mungkin

bar perjalanan jauh. Mas damar yo

mesti kesel, to? Mbak gawek ke

jus jeruk gelem?

DAMAR

Mau..

Laras pun bangkit dan menggiring Damar kecil untuk duduk di ruang makan.

BACK TO:

79. INT. RUANG RAWAT INAP MBAH JATMIKO. MADIUN - MALAM

Di atas tempat tidur serba putih, Mbah Jatmiko terbaring, ditemani Damar dan Laras yang duduk di sofa tepat di sebelah tempat tidur. Kali ini, kepala Damar sudah dijahit dan diperban lebih rapi. Ia sudah nampak jauh lebih tenang. Kepalanya bertumpu pada tangannya yang bersandar pada sofa. Pandangannya hanya tertuju pada satu titik, yaitu kakeknya.

Laras memperhatikan Damar. Ia mengerti, meskipun Damar tenang, pikirannya masih berat. Untuk mengalihkan sesaat pikiran Damar, Laras tersenyum. Ia lalu meraih handphone di sakunya dan membuka galeri. Ia berhenti pada foto seorang anak kecil.

LARAS

Mas, jajal delok en.

Damar menoleh ke sesuatu yang ditunjukkan oleh Laras.

LARAS

Iki mau bojoku ngirimke foto anakku

sing nomer loro. Lucu to? Lagi

podo dolanan ning omah e Mbah e.

Pinter cah iki lho Mas. Jek rong

taun ae wis pinter ngomong. Kapan-

kapan tak jak en teng omah e Mbah,

ben iso dolanan karo Mas Damar--

Damar tidak menanggapi Laras dengan seharusnya. Ia hanya diam dan tatapannya kosong. Bahkan tidak semua perkataan Laras didengarkan oleh Damar. Setelah beberapa saat hening, Damar akhirnya menanggapi.

DAMAR

Aku meh metu sedelo yo, Mbak. Meh ngerokok.

LARAS

Hooo, iyo Mas.

CUT TO:

80. INT. KORIDOR RUMAH SAKIT. MADIUN - MALAM

Damar terus berjalan tanpa arah. Pandangannya kosong. Ia terus berjalan, melewati suster-suster yang sibuk lalu-lalang. Tanpa sadar, ia sudah berada di pintu keluar rumah sakit.

81. EXT. DEPAN RUMAH SAKIT. MADIUN - MALAM

Di sebelah kanan gedung utama rumah sakit, Damar melihat ada proyek renovasi gedung rumah sakit yang belum selesai. Proyek renovasi gedung 6 lantai itu masih sangat mentah. Salah satu sisi gedung masih berupa kolom dan balok, belum tertutup dinding sepenuhnya. Pekerja konstruksi shift malam banyak yang lalu-lalang di gedung itu.

Tanpa pikir panjang, Damar mendekati gedung setengah jadi tersebut dan menerobos akses masuknya.

CUT TO:

82. INT. TANGGA GEDUNG RENOVASI. MADIUN - MALAM

Meski belum jadi, tapi suasana di dalam gedung itu cukup terang oleh lampu-lampu pekerja konstruksi. Damar pun meniti anak tangga yang belum terpasang handrail. Sesekali, 1-2 pekerja konstruksi melewatinya dari arah yang berlawanan. Salah satu dari mereka datang memperingati Damar.

PEKERJA KONSTRUKSI (L, 45)

Mas, arep nyapo rene?

DAMAR

Arep numpang udud sek Mas.

PEKERJA KONSTRUKSI

Ojo munggah nduwur-nduwur yo.

Isik anggek setengah dadi. Udud e

yo ojo diguwak sembarangan, nggeh.

DAMAR

Nggeh, Pak. Suwun.

Pekerja konstruksi itu pun melangkah menuju tangga untuk turun dan meninggalkan Damar sendirian.

83. INT./EXT. LANTAI 3 GEDUNG RENOVASI. MADIUN - MALAM

Benar saja, setelah sampai di lantai 3, tangga menuju lantai 4 diblokir karena proses pembangunan. Damar pun duduk di tepian gedung, menghadap ke luar, menatap pemandangan yang tenang dengan kaki yang menggantung. Langsung saja Damar mengeluarkan rokok dan koreknya. Ia merokok sambil melamun.

Tiga batang rokok sudah habis oleh Damar. Larut dalam pikirannya, ia kembali merasa hampa. Kedua tangan Damar mencengkram kepalanya. Tenggorokannya kelu menahan tangis. Damar lalu menghela napas panjang. Mantap dengan keputusannya. Dengan mata yang merah, ia mengambil handphone di sakunya, lalu mengirimi Mbah Jatmiko sebuah chat.

Damar berdiri, menyimpan korek dan handphone kembali pada sakunya. Ditatapnya dasar dari gedung itu. Cukup tinggi. Mungkin hampir 10 meter. Ia sempat terdiam dan berpikir.

DAMAR

(bergurau)

Sakit po ra ya?

Damar membalikkan badan dan kembali menghela napas panjang. Ia lalu memejamkan mata, merentangkan kedua tangannya, dan menjatuhkan dirinya ke belakang, terjun ke dasar gedung.

Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Tidak ada komentar