Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
CUT TO:
84. INT. RUANG RAWAT INAP MBAH JATMIKO. MADIUN - MALAM
Laras duduk di sofa. Wanita itu terlihat sangat mengantuk. Sesekali, ia menjatuhkan kepalanya dari tumpuannya pada tangan. Tapi sekeras mungkin, ia menahan rasa kantuknya, agar tetap siaga menjaga Mbah Jatmiko.
Bunyi notifikasi handphone Mbah Jatmiko dalam tas Laras menyadarkan dirinya. Sekilas dilihat, itu adalah chat dari Damar. Tapi Laras sungkan, sehingga ia tidak membuka chat itu.
Tiba-tiba, Mbah Jatmiko mengerang. Dengan sigap, Laras mengecek keadaan Mbah Jatmiko. Pria tua itu kini telah sadarkan diri. Ia menyipitkan matanya, beradaptasi dengan cahaya ruang rawat inap yang terang. Dengan tubuh yang masih kaku akibat terlalu lama tidur, ia mulai berbicara pada Laras.
MBAH JATMIKO
Aku napo Ras?
LARAS
Mbah kenek Krisis Hipertensi,
komplikasi soko Diabetes e jarene.
Sak iki Mbah diopeni ning omah sakit.
Tak celuk i dokter sek ya, Mbah.
Laras keluar, memanggilkan dokter atau suster yang sedang berjaga. Tak lama waktu berselang, Laras kembali dengan seorang dokter muda shift malam.
DOKTER 1 (L, 31)
Gimana Pak keadaannya?
MBAH JATMIKO
Jek sedikit sakit sih Dok ning
kepala karo leher.
Dokter muda itu memeriksa Mbah Jatmiko. Laras berdiri di sisi Mbah Jatmiko, menyimak tiap kata apapun yang keluar dari Sang Dokter.
DOKTER 1
Bapak tensinya masih agak tinggi.
Bapak istirahat aja yang cukup, nggeh.
Jangan terlalu banyak pikiran.
Mbah Jatmiko hanya diam.
LARAS
Nggeh, Dok. Matur suwun.
Begitu Sang Dokter pergi, Mbah Jatmiko langsung bertanya pada Laras.
MBAH JATMIKO
Damar piye?
LARAS
Mas Damar gak popo, Mbah. Mau sirah e
mung oleh papat jaitan ae kok, Mbah.
MBAH JATMIKO
Nang ndi sak iki wong e?
LARAS
Meh ngudud ning njobo jare. Mau to
Mas Damar nge-chat Embah. Tapi
ora tak buka, Mbah meh moco?
MBAH JATMIKO
Ndi?
Laras menyerahkan handphone Mbah Jatmiko dari dalam tasnya dan menyerahkannya pada Mbah Jatmiko. Dibacanya pesan itu yang berbunyi:
Maafin Damar ya Mbah. Soal Mama, soal semuanya. Tapi mulai sekarang, Mbah nggak usah khawatir, Damar nggak bakal ngerepotin Embah lagi. Salam buat Mbak Laras.
Mbah Jatmiko mulai panik dan khawatir.
MBAH JATMIKO
Yohhh, iki cah meh nyapo maneh
to yoooh, yoh..
Berkali-kali Mbah Jatmiko menelpon Damar, tapi Damar tidak bisa dihubungi.
LARAS
Nyapo, Mbah?
MBAH JATMIKO
Ras, golek on o Damar nganti ketemu!
LARAS
Sek, jajal tak telponen sek.
MBAH JATMIKO
Ra iso! Aku ki wis telpon
bolak-balik tapi gak iso.
Tiba-tiba, seseorang mengetuk pintu ruang rawat inap Mbah Jatmiko. Orang itu masuk ke ruangan itu, yang ternyata ia adalah seorang perawat. Ia menghampiri Laras dan berbicara dengan nada pelan, berhati-hati agar Mbah Jatmiko tidak mendengarnya.
PERAWAT 3 (P, 26)
(dengan nada pelan)
Permisi, Ibu. Ibu wali dari pasien
Damar Prasetyo?
LARAS
Nggeh, enek opo yo, Sus?
PERAWAT 3
Boleh ikut saya sebentar, Bu?
MBAH JATMIKO
Enek opo, sus?
PERAWAT 3
(menengok bolak-balik antara
Mbah Jatmiko dengan Laras)
Nggakpapa, Bapak istirahat aja yaa -
silakan, Bu, ikut saya -
permisi, Pak.
Mereka berdua pun pergi meninggalkan Mbah Jatmiko.
CUT TO:
85. INT. KORIDOR RUMAH SAKIT. MADIUN - MALAM
Perawat itu terus berjalan dengan cepat, sedangkan Laras mengikuti di belakangnya.
LARAS
Adewe meng nang ndi iki, Sus? Saya
dikon nggolek putune Mbah Jatmiko soale.
PERAWAT 3
Ke ruang IGD, Bu. Nanti saya
jelaskan di sana.
Alhasil, Laras pun hanya bisa pasrah mengikuti langkah perawat di depannya.
CUT TO:
86. INT. DEPAN RUANG IGD. MADIUN - MALAM
Mereka sampai di depan ruang IGD. Seorang perawat pria juga datang tergesa-gesa masuk ke dalam ruangan itu, mendahului mereka berdua yang minggir dari dekat pintu untuk memberikan jalan.
Perawat yang mengajak Laras keluar pun memperlihatkan keadaan di dalam dari balik pintu kaca. Di dalam sana seorang dokter dibantu oleh tiga perawat sibuk menangani seorang pasien laki-laki yang penuh darah.
PERAWAT 3
Ibu nggak boleh masuk dulu ya,
liat dari sini aja.
LARAS
Kui sopo, Sus?
PERAWAT 3
Tadi, tukang bangunan yang kerja buat
renovasi gedung rumah sakit, lapor,
kalo ada orang yang mencoba bunuh diri
lompat dari lantai tiga gedung yang
lagi direnovasi itu. Ini dompet
dan handphone dari pasien. Kebetulan
identitas di kartunya sama dengan
pasien yang tadi siang berobat,
makanya saya panggil Ibu ke sini
untuk memastikan.
Perawat itu menyerahkan sebuah dompet dengan noda darah dan handphone yang hancur pada Laras. Itu semua memang benar milik Damar. Tapi Laras ingin lebih memastikannya lagi dengan melihat identitas dalam dompet itu. Di dalamnya, terdapat Kartu Pelajar dengan nama Damar Prasetyo yang tertera.
LARAS
(mengelak dan panik)
Suster guyon ae ki mesti. Iki ki
mesti kebetulan jeblok ae ning
cidak e wong kui. Yo ogak berarti
Mas Damar tenanan sing bunuh diri, to?
Laras panik. Ia melihat dari balik pintu kaca, memastikan sejelas-jelasnya kalau ia benar mengenal pakaian yang dipakai pasien itu. Dilihat dari celananya, jelas itu adalah celana Damar. Tapi, Laras masih belum bisa terima kenyataan.
LARAS
Sus, ning tangane enek akeh
tutu sunut rokok po ra, Sus?
PERAWAT 3
Mohon maaf, tadi saya liat terlalu
banyak darah dan memar pada pasien.
Jadi saya nggak bisa memastikan.
Nanti setelah stabil, baru Ibu
boleh masuk untuk mengkonfirmasi
identitasnya.
Kaki Laras lemas. Ia duduk di kursi ruang tunggu IGD. Tangannya gemetar memegang dompet dan handphone Damar. Ia menahan tangis sambil terus bergumam.
LARAS
(bergumam)
Piyeee jare ngko karo Mbah Jatmiko?
Yohhhh, maafke Mbak ya, Mas -
duuhhhh nek ngerti ngono, tak
tahan Mbas Damar ben ra ngalih.
Yohh piye iki?! Ojo ngalih ndisik
to yo Mas. Koe ki durung ngerasakne
urip seneng--
Laras terus gelisah. Ia mengambil handphone-nya, lantas mengabari Mbah Jatmiko kalau ia menunggu di luar. Laras enggan meninggalkan tempat duduk itu selama ia belum tahu pasti bagaimana nasib Damar.
CUT TO:
87. INT. DEPAN RUANG IGD. MADIUN - DINI HARI
Tiga jam lebih Laras menunggu, sampai akhirnya dokter dan perawat keluar dari ruang IGD bersama dengan Damar yang terbaring di tempat tidur penuh dengan gips di leher, tangan dan kakinya. Saat itu, Damar sudah mengenakan seragam pasien. Tapi melihat itu, Laras semakin lemas, lantaran ia kini mengetahui dengan pasti kalau pasien itu adalah Damar.
Tersadar dari lamunan, Laras langsung mengejar dokter yang menangani Damar barusan.
LARAS
Piye, Dok kondisine?
DOKTER 2 (L, 39)
Ibu kerabat pasien?
LARAS
Nggeh, Dok.
DOKTER 2
Kondisi pasien sangat kritis. Organ
dalamnya banyak yang rusak, banyak
tulang patah dan otot yang sobek juga.
Sekarang pasien dipindahkan ke
ICU untuk ditangani lebih lanjut.
Nanti kalau pasien sudah membaik dan bisa dijenguk, kami akan mengabari Ibu.
LARAS
Matur suwun nggeh, Dok.
Laras berdiri menangis di tengah koridor. Ia pun memaksakan kaki lemasnya untuk melangkah ke ruangan Mbah Jatmiko.
CUT TO:
88. INT. RUANG RAWAT INAP MBAH JATMIKO. MADIUN - DINI HARI
Mbah Jatmiko masih terjaga menunggu kedatangan Laras. Setiap beberapa menit sekali, Mbah Jatmiko kembali menelepon Damar. Walaupun setelah 56 missed calls hasilnya tetap nihil, tapi ia tetap tidak mau menyerah.
Suara ketuk pintu kembali terdengar. Laras datang. Matanya merah dan bengkak.
MBAH JATMIKO
Damar ndi, Ras?
Laras semakin tidak sanggup menahan tangis. Ia duduk di kursi sebelah Mbah Jatmiko. Tangannya mengusap air mata, setelah ia merasa sudah cukup tenang, Laras pun memberanikan diri menatap Mbah Jatmiko.
CUT TO:
89. EXT. DEPAN GEDUNG RENOVASI. MADIUN - DINI HARI
Damar berdiri di depan gedung rumah sakit yang setengah jadi. Bila dilihat, tempat itu nampak sama dengan tempat Damar ketika mencoba bunuh diri, tapi rasanya tempat itu berbeda. Rasanya tempat itu lebih hening, tak ada tanda-tanda kehidupan.
DAMAR
Kok aku jek urip?
Saking herannya, Damar mengecek tangan, kaki dan tubuhnya. Ia seperti hidup, hanya saja terasa lebih ringan, dingin dan hampa. Seketika, seseorang menepuk bahu Damar dari belakang. Damar menoleh untuk melihat orang itu.
DAMAR
Mama?
Gupita berdiri, tersenyum memandang Damar. Ia terlihat sama seperti terakhir kali Damar bertemu. Bahkan ia nampak lebih cantik dari sebelumnya. Refleks, Damar langsung memeluk ibunya.
DAMAR
Iki tenanan Mama?
Gupita membalas pelukan Damar. Tapi meski mereka saling bersentuhan, rasanya berbeda. Tidak ada kehangatan seperti biasanya. Tapi Damar tidak peduli. Dengan ia bisa bertemu Ibunya saja, sudah menjawab kalau ia tidak berada di dunia yang sama seperti sebelumnya.
DAMAR
Maafin aku, Ma.
GUPITA
Mama kan udah bilang kalo Mama
nggakpapa. Justru karna Mama pergi,
hidup kamu malah jadi lebih berat.
Harusnya Mama yang minta maaf.
DAMAR
Aku kangen Mama.
GUPITA
Mama juga, tapi tempat kamu bukan
di sini. Kenapa kamu cepet banget
dateng ke sini?
DAMAR
Jane kita dimanaa emang, Ma?
GUPITA
Menurut kamu di mana?
DAMAR
Rumah sakit?
GUPITA
Ikut Mama yuk, kita ngobrol-ngobrol.
Mereka berjalan menyusuri rumah sakit.
GUPITA
Kamu selama ini tinggal sama siapa?
DAMAR
Aku tinggal ning omah e Embah.
GUPITA
Syukur deh kalo gitu. Kamu nurut
nggak sama Mbah? Mbak Laras gimana?
DAMAR
Mbah gak peduli karo aku, Ma.
GUPITA
Hemmm mungkin kamu yang belum bener-
bener kenal Embah. Terus,
gimana sekolah kamu?
90. INT. KORIDOR RUMAH SAKIT. MADIUN - MALAM
Tanpa Damar sadari, mereka telah tiba di dalam rumah sakit.
DAMAR
Aku sak iki kelas 2 SMA Ma,
tapi aku gak naek kelas.
GUPITA
Kamu masih susah baca kah?
DAMAR
Gak ngono sih. Aku cuma gak enek
semangat ae.
GUPITA
Mbah suka ngajarin kamu nggak kalo
di rumah?
DAMAR
Aku sinau dewe.
GUPITA
Kamu mau jadi apa nanti emang?
DAMAR
Opo ae. Sing penting enek hubungan e
karo seni.
GUPITA
Kamu emang seniman kebanggaan Mama -
Kamu masih suka makan makanan manis nggak?
DAMAR
(tertawa kecil)
Iyaaa.
GUPITA
Kebiasaan.
Mereka terus berjalan menyusuri koridor.
Perlahan, mereka semakin mendekat ke ruang ICU
GUPITA
Tapi kamu kenapa bisa sampe ke sini sih?
DAMAR
Aku ki kesel, Ma. Rasane sesek.
Aku terus-terusan ngerasa bersalah.
Tapi sak keras apapun aku ngehukum
awakku dewe, aku sik ngerasa sesek.
GUPITA
Kalo gitu, sekarang udah waktunya
Mama bilang kalo semua itu udah cukup.
Kamu liat kan? Mama baik-baik aja.
Kamu nggak usah khawatir. Kamu mau kan,
kasih diri kamu sendiri, sama Mbah
kesempatan kedua?
Damar tidak bisa menjawab.
GUPITA
Kamu tau, yang bikin Mama tau
kalo kamu ada di sini itu tuh
suara do'a-nya Mbah. Mbah terus mohon-
mohon sama Tuhan untuk dikasih kesempatan kedua.
91. INT. RUANG ICU. MADIUN - MALAM
Kali ini,Damar menatap ibunya, tidak percaya akan apa yang baru saja disampaikan. Hingga akhirnya, mereka telah sampai pada ruang ICU, tempat dimana Damar sedang berbaring.
GUPITA
Damar sayang, sekarang belum waktunya
buat kamu ikut Mama.
DAMAR
Aku isik pingin ning kene sek
Damar memeluk tubuh ibunya lagi. Gupita melepaskan pelukan itu dan menatap Damar lekat-lekat.
GUPITA
Kamu harus inget ya, kalo kamu mau
jadi seniman hebat, kamu harus latihan
lebih banyak lagi. Cari kenalan yang
banyak di bidang itu.
Terus, tunjukin karya kamu ke semua
orang. Semakin banyak yang mengapresiasi
karya kamu, semakin mudah kamu
melebarkan sayap kamu - Terus, kurang-
kurangin makan manis ya, takutnya
kamu diabetes tuh kaya Mbah. Terus,
jangan terlalu keras sama diri
kamu sendiri. Mama mau kamu bahagia.
DAMAR
Ma, iki semua ki tenanan, opo
cuma enek ning kepalaku ae sih?
GUPITA
Menurut kamu gimana?
Damar hanya diam. Gupita lalu melanjutkan.
GUPITA
Mama nggak bisa lama-lama,
kamu baik-baik ya di sana.
Gupita menghilang. Damar menoleh ke segala arah, mencari keberadaan ibunya, tapi percuma. Suasana pun berubah menjadi semakin hening. Satu-satunya sumber suara adalah suara berdenging di telinga Damar yang memekakkan telinga.