38. INT. SEKOLAH NAKAMA, RUANG GURU, NEXT DAY — DAY
Cast: GINA, HAMDAN
Gina mengetik artikel di laptopnya sambil mendengarkan Hamdan berbicara. Hamdan menunjukkan beberapa dokumen dan sertifikat penghargaan yang diperoleh Sekolah Nakama.
GINA
Coba kamu baca dulu tulisanku. Siapa tahu ada yang kurang.
Gina menggeser laptopnya mendekat ke Hamdan. Kemudian Hamdan membaca tulisan tersebut sambil sesekali mengeditnya.
HAMDAN
Ini nggak perlu ... Bagian ini masih perlu ditambah alasannya.
Gina menyelesaikan tulisannya dan mereka tersenyum bersama. Spontan Gina hendak mengajak Hamdan give me five, tapi kembali Hamdan menolaknya dengan sopan. Gina pun menunduk karena malu.
CUT TO
39. EXT. SEKOLAH NAKAMA, TAMAN BERMAIN, NEXT DAY — DAY
Cast: GINA, HAMDAN
Gina dan Hamdan duduk di ayunan yang berbeda. Mereka memandang kompleks sekolah yang sudah sepi sore itu. Guru dan anak-anak sudah pada pulang. Hanya mereka berdua. Gina menyerahkan selembar kertas berisi artikel yang sudah terlayout kepada Hamdan.
HAMDAN
Wah, udah jadi. Alhamdulillah.
Hamdan mengamati selembar dummy majalah tersebut dengan senang.
GINA
Baru proses buat dummy.
(beat)
Selalu ada drama. Terima kasih ya sudah banyak membantuku. Nggak tahu deh kalau nggak ada kamu. Berkali-kali revisi padahal waktunya udah mepet banget. Pusing.
Gina sempat menoleh ke arah Hamdan sambil mengayunkan ayunannya.
HAMDAN
Sama-sama. Aku hanya membantu sedikit. Aku tahu rasanya dikejar deadline.
(beat)
Bukankah setiap kita bekerja rasanya selalu dikejar deadline?
GINA
(menghembuskan napas)
Ya, begitulah.
HAMDAN
Aku mengakui kamu perempuan yang tangguh. Seharusnya ini bagian editor, tapi kamu yang handle. Ini bukan masalah profesional atau tidak. Tapi tentu kita harus melihat kondisinya. Kalau main kuat-kuatan bekerja sesuai job desk, editormu menolak mengerjakan job yang seharusnya menjadi bagiannya ini, terus kamu juga nggak gerak karena merasa sebagai pemimpin dan memang ini bukan bagianmu untuk mengerjakan ... Yakin deh, konten ini nggak bakal jadi.
(beat)
Tapi pada akhirnya, kamu mengalah demi konten dan ya mau nggak mau. Iya, kan.
Gina sedari tadi memperhatikan Hamdan bicara.
GINA
Tunggu, kamu paham banget sama alur kerjanya di Aesthetic.
Hamdan membuang muka.
HAMDAN
Aku pernah berada di posisimu. Empat tahun … Sampai akhirnya aku berada di sini.
GINA
Maksudmu? Empat tahun pernah jadi pemred juga?
(beat)
Di mana?
Hamdan menoleh. Menatap Gina.
HAMDAN
Aesthetic. Sampai akhirnya Pak Nug memecatku.
Gina kaget. Kedua tangannya menutup mulut saking syoknya. Mereka saling menatap dalam waktu lama.
CUT TO
40. INT. KANTOR AESTHETIC, RUANG KERJA, NEXT DAY — DAY
Cast: GINA, DEA, ALIFAH, HANI
GINA
De, artikel yang kemarin udah deal. Lanjut cetak dummy ya. Kamu tolong koordinasi sama Pak Haikal biar dia nyiapin mesin produksinya (sambil melihat ke Dea).
(beat)
Hani, besok dummy majalah udah jadi. Cek lagi ya. Ada typo-typo nggak. Kalau oke, kamu proofing ke Pak Nug. Kalau oke juga, bilang ke Pak Haikal untuk lanjut cetak seribu eksemplar. Ngerti kan? (sambil melihat ke Hani).
(beat)
Fah, aku pulang dulu ya. Sori malem ini nggak bisa ke resto (melambaikan tangan ke arah Alifah).
Dea mengacungkan jempolnya kepada Gina dari meja kubikelnya. Hani tidak memberikan respon apa-apa, jemarinya asyik dengan hpnya. Sementara Alifah sedari tadi melihat Gina yang sibuk memberi perintah sambil menyilangkan tangan.
ALIFAH
(heran)
Nggak biasanya ngasih perintah cas cis cus kayak gini?
GINA
Lion belum aku kasih makan. Udah ya, duluan. Assalamu’alaikum.
ALIFAH
Wa’alaikumsalam (sambil melihat Gina pergi dan hilang dari pandangan).
CUT TO
41. INT. TEMPO GELATO — NIGHT
Cast: GINA, HAMDAN
Gina dan Hamdan duduk di bangku paling sudut. Suasana cukup ramai anak-anak muda. Mereka sedang menikmati es krim masing-masing.
GINA
Kok tahu aku suka es krim. Katanya tadi mau makan bakso aja.
HAMDAN
Tahulah. Hamdan itu serba tahu untuk Gina (menggombal).
GINA
Gina juga tahu apa yang disukai Hamdan. Baru tahu bakso doang sih (tertawa).
Gina dan Hamdan memesan es krim yang disuka. Lalu segera mengambil bangku yang sepi.
GINA (CONT'D)
Kecurigaanku selama ini jangan-jangan ada kaitannya ya, Ham.
HAMDAN
Sama apa?
GINA
Katamu tadi, kamu dipecat gara-gara dituduh pakai uang sponsorship. Aku sendiri sejak jadi PKWT udah curiga perihal gaji. Masalah uang cukup sensitif.
(beat)
Btw, kalau kamu memang nggak melakukannya, terus kenapa nggak bikin pembelaan?
HAMDAN
Sudah. Tapi seperti yang aku bilang tadi. Tuduhan tanpa bukti. Tapi kamu pahamlah tipe bos-bos yang memakai kekuasaan seenaknya itu kayak apa.
(beat)
Aku dimaki. Pak Nug, Bu Sesil, dua-duanya sama aja. Terutama Bu Sesil yang nggak bisa membela karyawannya. Padahal kalau dia di belakang Pak Nug, sama karyawan suka sependapat nggak suka dengan cara kerja Pak Nug.
GINA
Hei, itu persis sama yang aku alami, Ham. Ternyata sifat buruknya Bu Sesil itu juga udah dari dulu. Ngeri juga ya.
HAMDAN
Iya kalau seseorang udah haus kekuasaan dan yang satunya merasa butuh kepintaran orang itu, jadinya simbiosis mutualisme.
GINA
Bentar, bentar, gimana tuh maksudnya?
Es krim Hamdan sudah habis. Sementara punya Gina masih lumayan banyak karena dia sangat tertarik dengan obrolan itu.
HAMDAN
Bu Sesil itu orang yang haus kuasa tinggi. Dia takut kalau harus kehilangan jabatan. Gajinya aja dikasih di atas lima juta sama Pak Nug. Terus Pak Nugnya sendiri butuh kepintaran Bu Sesil untuk bisa dapetin klien-klien yang unggul dan berduit. Kalau bisa dapat sponsorship gede, untung buat Aesthetic.
(beat)
Jeleknya lagi, suka maki karyawan-karyawan di Aesthetic. Dua-duanya lagi.
GINA
Kamu mengingatkanku sama Pak Agus. Di hari pertamaku kerja, Pak Agus dimaki-maki sama Pak Nug. Terus abis itu dipecat.
Gina menyendok es krimnya.
GINA (CONT’D)
Sabtu siang ada waktu nggak, Ham. Temani aku ke rumah Pak Agus.
Hamdan mengangguk.
HAMDAN
Aku akan selalu siap mengantarkan Nona Gina kemanapun pergi.
GINA
Kamu abis makan apa sih kok jadi suka nggombal begini.
HAMDAN
Es krim.
CUT TO
42. EXT. RUMAH PAK AGUS, DEPAN RUMAH — DAY
Cast: GINA, HAMDAN
Kita melihat sebuah mobil Toyota Rush warna putih berhenti di sebuah rumah yang kurang terlihat terawat. Di depan rumah itu terdapat sebuah bangku kayu yang sudah mulai lapuk. Sementara cat dinding rumah sudah ada yang mengelupas. Pintu rumah itu terbuka, tapi belum nampak penghuninya.
HAMDAN
Kamu turun dulu. Aku parkirin mobil di lapangan depan itu (sambil menunjuk ke depan).
GINA
Oke.
HAMDAN
Langsung ketuk aja pintunya. Pak Agus ada di rumah kok. Tadi udah aku telepon.
Gina mengacungkan jempolnya dan membuka pintu depan mobil. Dia segera turun dan menutup kembali pintu mobil tersebut. Hamdan segera melajukan mobilnya menuju lapangan. Suasana sekitar rumah tidak begitu ramai. Perkampungan yang padat penduduk, beberapa anak berlarian dan saling melemparkan canda-tawa.
GINA
Assalamu’alaikum (sambil mengetuk pintu).
CUT TO
43. INT. RUMAH PAG AGUS, RUANG TAMU — DAY
Cast: GINA, HAMDAN, PAK AGUS
PAK AGUS
Saya dituduh ambil kerjaan lain di jam kerja. Padahal saya narik ojek online udah di luar jam kerja. Kita sama-sama pulang jam empat sore. Sekalian pulang, saya langsung narik.
GINA
Pak Nug tahu Pak Agus jadi ojol dari siapa?
PAK AGUS
Kebetulan kami papasan di jalan menjelang Maghrib. Saya sedang menurunkan penumpang di depan Mirota Godean. Pak Nug nggak tahu mau kemana pakai mobil.
(beat)
Katanya sih begitu. Fokus saya ke penumpang.
Gina memperhatikan dengan fokus saat Pak Agus bercerita.
PAK AGUS (CONT’D)
(sambil melihat ke dalam ruang tengah)
Kalau nggak narik, hanya mengandalkan gaji dari kantor, jujur nggak cukup, Mbak. Gaji saya satu koma tujuh. Sementara sejak pandemi COVID-19 bapak saya kena korban PHK waktu kerja di Jakarta. Adik saya yang perempuan masih sekolah, butuh biaya pendidikan.
(beat)
Baru tiga bulan lalu istri saya melahirkan anak pertama. Butuh biaya ini itu.
GINA
Lalu kenapa Pak Agus nggak membela diri? Kalau memang nggak melanggar peraturan.
(beat)
Segitunya Pak Nug nggak bisa memiliki rasa empati sama karyawannya? Udah ngasih gaji pelit, main pecat aja.
Pak Agus menatap Hamdan.
HAMDAN
Lebih dari sekadar itu sebenarnya, Na.
Gina tidak paham dengan maksud Hamdan. Dia meneguk teh yang disajikan oleh istri Pak Agus.
GINA
Kalian sama-sama dipecat dan kalian sama-sama nggak melakukan pembelaan … Sebenarnya ada apa?
Gina memperhatikan Hamdan dan Pak Agus. Terlihat Pak Agus mulai tidak nyaman. Hamdan menyatukan kedua tangannya.
HAMDAN
Ini juga ada kaitannya dengan gaji. Kamu pernah cerita kalau Pak Nug ingkar janji perihal itu. Sebenarnya, Pak Nug telah memotong gaji kita. Semua karyawan Aesthetic gajinya dipotong tanpa kalian sadari.
Hamdan memperhatikan Gina yang mulai kebingungan.
GINA
Gimana, gimana? Pak Nug motong gaji karyawan? Slip gaji yang aku terima sama uang yang ditransfer sama persis, nggak ada pemotongan.
PAK AGUS
Mbak Gina menerima tabungan koperasi nggak setiap bulannya?
GINA
Kata Alifah, tabungan koperasi baru bisa diambil kalau karyawan Aesthetic udah nggak kerja di situ. Entah resign atau kontrak kerja abis, Pak.
HAMDAN
Itu dia.
Gina menatap Hamdan, lalu beralih ke Pak Agus.
PAK AGUS
Dari situlah pemotongan gaji dilakukan. Kami yang sudah bekerja di Aesthetic, tidak ada yang pernah menerima tabungan koperasi. Ini sudah menjadi perbincangan di kalangan karyawan lama, Mbak. Hanya karyawan-karyawan lama yang menyadari pelanggaran itu. Tapi kami nggak bisa berbuat apa-apa. Kami lebih memilih diam dan pasrah karena kebutuhan.
Gina terhenyak.
GINA
Kamu juga gitu? Kebutuhan? (melihat Hamdan dengan tatapan tajam)
HAMDAN
Dulu, Na. Tapi sekarang nggak. Aku udah kerja di Nakama.
PAK AGUS
Jujur saja, karyawan lama yang vokal, nasibnya seperti saya dan Mas Hamdan. Dicari-cari kesalahannya. Lalu dimanipulasi pikirannya hingga nggak berkutik. Sampai akhirnya dipecat.
(beat)
Mbak Gina cukup beruntung sih nggak sampai dipecat.
HAMDAN
Kalau Gina dipecat, Pak Nug yang rugi Pak. Nanti Gina minta pesangon dong (tertawa).
PAK AGUS
Haha, iya bener juga ya, Mas. Kita aja nggak dapet pesangon. Terlalu banyak pelanggaran di Aesthetic. Tapi kita fokuskan yang tabungan koperasi ini.
GINA
Pantas aku merasakan kejanggalan dan banyak yang nggak masuk akal dengan setiap kejadian di kantor. Hari pertama aku kerja di Aesthetic, sebenarnya udah ragu. Apalagi di hari itu juga Pak Agus dimaki sama Pak Nug. Tapi aku memilih untuk bertahan karena pekerjaan ini memang passionku. Selain itu, kita harus berpikir positif kan, Pak. Siapa tahu Pak Nug khilaf terus bakal segera sadar.
(beat)
Tunggu, tadi Pak Agus bilang kalau semua karyawan lama tahu perbuatan Pak Nug?
Pak Agus mengangguk.
HAMDAN
Alifah juga tahu, Na. Tapi dia lebih memilih diam.
Hamdan seperti tahu yang ada di dalam pikiran Gina. Pak Agus dan Hamdan tidak melanjutkan cerita lagi.
GINA (V.O.)
Kenapa Alifah seperti itu?
CUT TO
43. INT. KANTOR AESTHETIC, RUANG KERJA — NIGHT
Cast: GINA, ALIFAH
Gina berada di ruang kerja Aesthetic. Melihat Alifah yang lembur seorang diri. Baru saja mereka beradu mulut.
ALIFAH
Na, dengerin dulu penjelasanku. Kita di sini nggak bisa berbuat apa-apa.
Wajah Gina merah padam. Menatap Alifah dengan tatapan kecewa berat. Mulutnya bergetar. Dia berdiri agak jauh dari meja kubikel Alifah.
GINA
Kenapa lebih memilih diam saat melihat orang lain jelas-jelas melakukan pelanggaran? Kenapa lebih memilih bermain aman, tapi terjebak di tempat yang selalu mendapat perlakuan buruk?
Alifah tidak bisa menjawab, lidahnya kelu.
CUT TO
44. EXT. KAMAR KOST GINA, TERAS DEPAN KAMAR — NIGHT
Cast: GINA
Gina duduk di pinggir ambang jendela kamar kostnya. Pandangan Gina kosong. Pikirannya penuh dengan kejadian demi kejadian yang sudah dialaminya hari ini. Terlihat Lion sejak tadi mengitari kedua kaki Gina, minta untuk dielus.
CUT TO