Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
1. Ext. depan rumah Ibra. Pagi hari.
Cast : Kayla, Ibra
(Kayla datang ke rumah Ibra)
Kayla
“Ibra gua mau ngomong sama lu”
Ibra
“yaudah ayo, mau dimana?”
Kayla
“nggak usah kemana-mana, disini saja”
Ibra
“ada apa Kay?”
Kayla
“gua berterimakasih banget lu sudah mau sayang sama gua, makasih banget”
Kayla
“tapi, gua nganggep lu nggak lebih dari seorang teman, itu”
Ibra
“aku tahu kok Kay, nggak papa”
(tersenyum)
Kayla
“lu bisa hubungin gua kalau lu butuh gua”
Ibra
“tapi aku, bukan laki-laki yang menghubungi kamu ketika aku ada perlu”
Ibra
“aku lebih serius daripada kata butuh”
(memandang Kayla yang mulai meninggalkan Ibra)
Kayla
“maksud lu apa?”
(melotot dan berbalik badan)
Kayla
“lu nyindir gua?”
(mendekati Ibra)
Ibra
“enggak kok. Aku tahu kamu butuh orang yang serius sama kamu, karena kamu juga setulus dan seserius itu”
(memegang pundak Kayla)
Kayla
“lu nggak tahu apa-apa tentang gua Ib, sama sekali nggak tahu”
(mengibaskan tangan Ibra di pundaknya)
Kayla
“Lu kenal gua baru berapa bulan sih? Berapa lama? Tahu banget? Apa sok tahu banget?”
(menunjuk Ibra di dadanya)
Ibra
“aku tahu, kamu pernah seserius itu dan kamu hanya belum berhasil keluar dari rasa itu”
Ibra
“beruntung sekali lelaki itu yang berhasil mendapatkan semua dari kamu”
Kayla
“stop bilang apapun itu, lu nggak tahu apa-apa dan lu Cuma teman gua”
(Kayla langsung meninggalkan rumah Ibra)
2. Int. Rumah Ratan. Siang hari.
Cast : Ratan, Kayla
(Kayla dan Ratan datang dan langsung duduk di kursi berdua)
Ratan
“kamu kok nggak bilang kalau mau kesini?”
(duduk di samping Kayla)
Kayla
“aku Cuma mau menjelaskan dan diberi penjelasan”
Ratan
“perihal apa?”
Kayla
“semua”
Ratan
“iya, aku salah, aku minta maaf”
Kayla
“sebelum permintaan maaf dan pengakuan salah, jawab dulu aku, dengan jujur”
Ratan
“Apa?”
Kayla
“apa perasaan kamu waktu kamu tahu Ibra nyatain sayang ke aku?”
Ratan
“sakit tapi tidak terluka, membekaskan kecewa, sampai ketika keluar air mata, aku sama sekali tidak merasa”
(menatap tajam Kayla)
Kayla
“apa itu jawaban jujur kamu?”
Ratan
“aku nggak tahu dan itu memang yang terjadi di aku”
Kayla
“kamu masih sakit kalau ada orang yang mengatakan sayang sama aku?”
(Ratan mengangguk)
Kayla
“yaa, itu aku. Itu yang aku rasakan”
Ratan
“maksudnya? Kok jadi kamu juga?”
Kayla
“aku bertahan disini lama, melihat kamu bahagia dengan orang lain, itu sudah jadi kebiasaan baru di hidup aku selama aku pisah sama kamu, dan kebahagiaan itu, aku terima dari kamu yang dengan terang-terangan bersama orang lain”
Ratan
“darimana kamu bilang ini sama?”
Kayla
“berapa kali kamu pergi dan kembali?”
Kayla
“Berapa kali aku nerima cerita bodoh kamu? Cerita yang sama, hanya berbeda wanitanya. Berapa kali? Pernah nggak aku marah? Pernah nggak aku ninggalin kamu pas kamu butuh aku? Pernah nggak? Nggak Ratan!”
Kayla
“Kalau dibilang bodoh, ya memang bodoh Tan. Aku disini buat siapa? Buat apa? Apa yang aku pertahanin? Apa? Kamu? Bukann, bukan kamu. Aku ini untuk kita. Tapi apa arti kita buat kamu?”
Kayla
“nggak ada. Nggak berarti. Sama sekali. Aku capek Tan, aku juga ingin merasakan jatuh cinta lagi, aku ingin. Tapi aku nggak bisa. Gila kan aku?”
Kayla
“aku capek, capekkkk banget rasanya. Kalau boleh jujur, aku tu ingin jauh dari kamu, aku ingin. Tapi nggak bisa. Apa yang beda? Apa? Kita itu kamu dan saya. Sayaa Tann! Sayaaa! Kayla! Kamu tahu kan? Kayla di depan kamu! Ada! Ini!”
(Kayla memegang wajah Ratan sambil menangis)
Kayla
“Atau nggak, aku juga ingin, dapet perhatian kamu lagi, ingin! Yang selalu kamu prioritaskan. Tapi apa yang aku dapatkan? Itu. Ceritamu dengan wanita di luar sana, kisahmu dengan wanita sana! Aku capekk!”
(menangis tersedu-sedu)
Ratan
“tinggalin aku”
(menunduk)
Kayla
“nggak mau”
(membanting tubuhnya bersandar di kursi)
Ratan
“untuk apa kamu tetap disini? Katamu ini sakit? Katamu ini capek buat kamu?”
(nada tinggi)
Ratan
“ini juga bukan mauku Kay, aku juga nggak mau kesana kemari mencari wanita”
Ratan
“tapi itu akan terus aku lakukan selama aku belum menemukan rumah untuk perasaan ini”
(berdiri membelakangi Kayla)
Kayla
“kamu butuh rumah?”
(menangis)
Kayla
“untuk apa?”
Ratan
“untuk aku pulang”
Kayla
“kamu punya aku! Kamu selalu datang dan pulang”
(mengoyak badan Ratan dari belakang)
Kayla
“aku pikir selama ini, aku begini, aku seperti ini, buat kamu, buat kamu lo Tan! Aku pikir aku sudah pantas disebut rumahmu!”
(nada tinggi kemudian duduk)
Kayla
“ternyata, rumah yang selama ini aku sediakan, sama sekali belum kamu anggap ada, dan aku, ini siapa?”
(suara bergetar)
Ratan
“aku baik sama kamu, karena aku tahu hubungan kita nggak Cuma membawa kita berdua, kita membawa orang disekitar kita, termasuk keluarga kita”
(duduk membelakangi Kayla)
Kayla
“keluarga? Siapa yang dengan berani pertama kali membawa hubungan ini di depan keluarganya?”
Kayla
“aku juga punya alasan itu untuk tetap tinggal, tapi, aku juga sungguh mencintai kamu”
Ratan
“dan sekarang kamu mau bebas kan?”
(menghadap Kayla)
Kayla
“aku nggak mau berhenti disini, akan aku tunjukkan kalau aku benar sungguh untuk kamu yang singgah”
Ratan
“kamu bilang kamu capek Kay!”
(membentak)
Kayla
“aku capek tapi aku bisa mengobati itu semua sendiri, dan memperbaiki bukan berarti harus berhenti”
Ratan
“pergi dari sini sekarang”
(berdiri)
Kayla
“aku nggak mau”
Ratan
“aku bilang pergi dan tinggalin aku sendiri!”
(menggebrakkan kaki)
Kayla
“nggak begini caranya untuk berhenti”
(berdiri dan berjalan hingga berhadapan dengan Ratan)
Kayla
“aku masih Kayla yang sama, silakan berkelana, tapi ingat, kamu punya rumah disini, kamu bisa pulang kapanpun kamu mau”
Ratan
“jangan gila kamu Kay, aku bilang pergi tinggalin aku, dan jangan pernah kembali”
Kayla
“aku nggak pernah pergi, aku disini!”
Ratan
“Gua sudah nggak butuh lu”
(menunjuk kemudian masuk ke dalam kamar)
Kayla
“aku sayang sama kamu Ratan”
(bersimpuh dan menangis)
3. Int. Rumah Kayla. Siang hari.
Cast : Kayla, Cencen, Ayah.
(Kayla datang dengan muka merah karena menangis)
Kayla
“Assalamualaikum”
(berjalan ke kamar)
Ayah
“Kayla? Stop!”
(berdiri)
Kayla
“Ayah sudah pulang?”
(mencium tangan)
Ayah
“darimana? Kenapa nangis?”
(nada dingin)
Kayla
“dari rumah teman, nggak papa ya, Kayla masuk kamar dulu”
(masuk ke kamar)
Ayah
“Kayla, tunggu dulu, Kayla!”
(berteriak memanggil)
Cencen
“Ihhh gila ya lu”
(menepuk bahu Kayla)
Kayla
“Ayah tanya apa saja ke lu?”
Cencen
“gua ditanya lu kemana sama siapa”
(duduk di kursi)
Kayla
“terus lu jawab apa?”
Cencen
“Gua jawab gua nggak tahu lah”
Cencen
“lagian lu kenapa sih, ihh nangis muluuu”
(Kayla duduk di tempat tidur)
Kayla
“gua capek sama Ratan”
Cencen
“sama gua juga capek sama cerita lu”
Cencen
“berapa kali sih gua harus ngomong ke lu? Ratan itu nggak bisa balas keseriusan lu”
Kayla
“berapa kali juga gua harus bilang ke lu? Perihal cinta lu tahu apa kalau ini ada di tubuh dan perasaanku?”
Cencen
“ada yang serius ada yang mau perjuangin lu, malah lu sia-siain, hati-hati lu sama karma”
Kayla
“Cen? Lu sadar nggak ngomong kaya begitu ke gua? Sadar nggak? Lu sumpahin gua kena karma? Karena apa?”
Cencen
“yaa lu sadar nggak? Ibra? Ibra. Yang ada di depan mata lu, mau serius sama lu, malah lu tolak dia mentah-mentah, jelas-jelas juga masih baik Ibra daripada Ratan, terus..”
Kayla
“Stop Cen! Lu yang keterlaluan. Sampai disini lu yang keterlaluan. Lu sama sekali nggak berhak nentuin gua sama siapa, dan lu sama sekali nggak ada hak buat bandingin Ratan sama Ibra, atau bandingin orang siapapun itu. Gua nggak mengenal lu sebagai Cencen, dengan perkataan lu barusan”
(berdiri mendekati Cencen)
Cencen
“lu nggak mengenal gua? Sama! Gua juga nggak kenal sama lu, ketika lu selalu membela Ratan, sama sekali gua nggak kenal Kayla”
(berdiri mendekatkan badannya ke Kayla)
Kayla
“egois lu, nggak semua sahabat lu Cuma ngurusin dan denger masalah lu. Sahabat lu termasuk gua juga punya kehidupan pribadi, dan bisa jadi itu lebih penting dan lebih besar daripada masalah lu”
Cencen
“maksud lu, masalah keluarga gua nggak jauh lebih penting dari urusan lu sama Ratan? Gila! Bener-bener Kayla gila!”
Kayla
“Lu yang gila! Lu punya masalah keluarga, malah lu nggak mau beresin, selalu minta gua yang ngurusin gua yang nyelesain, gua harus bagaimana lagi Cen? Berapa kali gua dimarahin sama Ibu atau Bapak lu gara-gara lu pulang malem sama teman-teman lu, atau sama Bima dulu? Berapa kali?”
Cencen
“Kalau nggak ikhlas bantuin gua, ngomong dong! Jangan asal bicara kaya gini. Gua bisa selesain masalah gua sendiri. Makasih tumpangan hidupnya, gua pulang, gua pergi”
(mengambil tas kemudian pergi)
Kayla
“ahhh!! Semuanya hilang! Semuanya hancur!! Benciii gua sama Kayla, gua benci sama Kaylaaaaa!”
(berteriak dan menjatuhkan badannya di kasur)
4. Int. Rumah Ratan. Sore hari.
Cast : Ratan, Reyman, Nenda, Mama
(Ratan terdiam di ruang tamu, sementara nenda, Reyman, dan mama Ratan datang)
Mama
“Ratan”
(memeluk Ratan)
Ratan
Maa
(meneteskan air mata)
Mama
“kenapa kok nggak jemput mama di bandara? Kamu baik-baik saja kan? Kenapa kok diem pandangannya kosong begitu? Kamu sakit? Mata kamu, kamu nangis? Kenapa nak?”
(kebingungan kemudian memeluk)
Ratan
“Ratan nggak papa Ma”
(memeluk erat Mama)
Reyman
“Makan Tan, lu belum makan dari kemarin”
(menyerahkan makanan)
Mama
“Yaa Allah dari kemarin belum makan?”
(mengelus rambut Ratan)
Ratan
“iya nanti Ratan makan, Ratan ke kamar dulu, Ratan ngantuk pusing, mama nanti lagi yaa”
(meninggalkan dan masuk ke kamar)
Mama
“Rataaan”
(memanggil)
Nenda
“biarin saja. Dia lagi nggak baik-baik saja. Sudah ntar dia baikan lagi sudah sekarang kamu istirahat, pasti capek, Rey, anterin mama kamu”
Mama
“Apa biasanya dia juga begitu Buk?”
Nenda
“yaa, namanya anak muda”
Mama
“kenapa pas Mama pulang kamu malah kayak gini sih anak”
Reyman
“Yuk ma, kita ke kamar, Rey kangen banget sama Mama”
Mama
“Saya ke kamar dulu ya buk”
(ke kamar dengan Reyman meninggalkan Nenda)