Single pertama membawa kesuksesan yang cepat untuk Al Fine, hingga tidak butuh waktu yang lama untuk mereka bisa segera merilis single kedua.
Raga dan Nada seakan sudah terbiasa dengan kesibukan dan aktivitas yang mereka jalani. Mulai dari manggung on air ataupun off air. Berbagai tawaran mengalir deras dalam karir mereka.
Tidak berhenti sampai disitu, selain menjadi bintang tamu di acara Tv, mereka juga sudah mendapatkan beberapa iklan.
Namun, pekerjaan dan penawaran yang silih berganti itu juga terkadang membuat mereka kewalahan. Mereka mulai merasa kekurangan waktu untuk beristirahat, bertemu dengan teman-teman dan keluarganya.
Hal begitu juga kini membawa mereka ke situasi yang mungkin nyaris tidak mereka sadari. Situasi mereka yang tidak selamanya sependapat. Tidak jarang mereka berdebat kecil karena pendapat mereka yang berbeda.
Disaat Raga merasa penawaran A baik, tapi Nada merasa hal itu kurang baik. Dan disaat Nada berpikir penawaran ini tepat, namun Raga lah yang merasa hal itu kurang tepat.
Seperti yang terjadi sekarang.
1. INT — RUANGAN RAGA DAN NADA DI GEDUNG GRAVITY INDO (SORE)
Nada berdiri berkacak pinggang dihadapan Raga yang sedang duduk menyandar sembari menutup matanya karena lelah.
NADA
Gw lagi ngomong sama lo, bisa hargain gw gak? (Suara yang terdengar kesal)
Raga membuka matanya, menatap Nada tanpa ekspresi.
RAGA
Gw ngantuk banget Nad, gw mau tidur bentar doang mumpung ada waktunya (lalu menghela nafas, sabar)
NADA
Emang lo doang yang ngantuk, emang lo doang yang kurang tidur, gw juga (gerutu Nada membuat Raga tak jadi menutup matanya lagi)
RAGA
Ya makanya lo juga tidur dong, mending manfaatin waktu kosong yang cuma (melirik jam tangannya sejenak) ada 40 menitan doang. Kita bisa diskusi lagi ntar.
Nada terdiam. Pandangannya berubah sedikit sinis pada Raga. Membalikkan badan berjalan menuju sofa yang menjadi tempat favoritenya.
NADA
Wajar banget dong lo kayak begini, secara kan lo sadar diri kalau penggemar lo lebih banyak dari gw. Maklum deh gw (ucapnya sinis seraya duduk)
RAGA (berdiri)
Apaan sih Nad? Mulai lagi deh lo ngomong kayak gitu. Jangan bahas hal yang gak nyambung kayak gitu (mulai terlihat kesal)
Gantian Nada yang menutup mata, melipat kedua tangannya didada. Tampak senyum tipis yang lebih terlihat sinis dibibirnya.
NADA
Basi (ucapnya pedas)
Tak ayal jawaban singkat Nada itu membuat Raga berjalan mendekatinya.
RAGA
Lo bilang apa barusan? (Tanyanya tak percaya)
Nada tak menjawab dan tak menggubris Raga.
RAGA
NADA! (Sedikit menaikkan suaranya, membuat Nada menjadi kesal dan membuka mata)
NADA
Basi! (Jawab Nada tak kalah menaikkan volume suaranya) Gw bilang lo basi.
Raga tertegun mendengarnya, jarang sekali dia mendengar Nada berkata sekasar ini padanya. Dia melihat Nada tidak percaya.
NADA (berdiri)-
Lo sengaja ambil acara mini fansign itu lagi, karena lo sadar yang datang itu kebanyakan penggemar lo, bukan gw.
Lo sengaja supaya gw merasa insecure karena ntar yang teriakin dan pangen ketemu sama gw itu sedikit dibanding lo.
Gw kan uda bilang, gw gak mau ambil acara fansign begini. Tapi lo mutusin untuk tetap ngambil, tanpa hargai kemauan gw.
RAGA (menggelengkan kepala dengan heran)
Gw bingung deh Nad, mau sampe kapan sih pikiran lo sempit banget kayak gitu.
Gak pernah sekalipun dalam otak gw untuk sengaja buat lo merasa kayak gitu. Kita kerja bareng-bareng Nad, kita hasilin karya dan bisa kayak gini tuh bareng-bareng. Gw gak sepicik itu.
NADA
Oke lo gak sepicik itu. Tapi lo sadar dong, kalo mayoritas penggemar Al Fine itu cewek. Dan yang digemari itu juga elo terutama.
Mendengar itu Raga semakin mengkerutkan keningnya, mengangkat sebelah tangannya seolah bingung sama perkataan Nada, lalu menuruninya kembali sambil berusaha menahan diri agar lebih bersabar.
NADA
Ya gw tahu ini bukan salah lo. Dan emang ada baiknya sih, dengan begitu Al Fine bisa jadi sesukses sekarang. Tapi harusnya lo pikirin juga posisi gw, gimana perasaan gw kalau harus langsung berhadapan secara intens sama mereka yang sebenernya lebih memilih datang untuk ketemu sama lo. Gw masih ingat acara mini fansign kita yang pertama. Gw kayak orang bego even mereka terang-terangan bilang datang kesana buat ketemu sama lo, teriakin nama lo. Tepuk tangan semakin meriah begitu lo yang nyanyi. Padahal gw juga kerja keras untuk tampil dan berharap dihargai (bibirnya mulai bergetar, dan mata Nada mulai berkaca-kaca)
Raga semakin terdiam. Pandangan bingungnya tadi berubah menjadi pandangan iba kepada Nada. Sungguh, dia tidak bisa melihat Nada seperti ini. Apapun ceritanya.
Raga menarik nafasnya lebih dulu, lalu menghelanya dengan tenang. Matanya memandang Nada dalam-dalam.
RAGA
Oke, gw salah. Ini salah gw, karena gw ambil penawaran ini tanpa mendengar pendapat lo. Gw pikir lo gak ada masalah dan seneng sama penawaran itu. Sorry Nad, gw kurang peka kali ini. Mungkin karena gw lumayan cape sama kegiatan kita sekarang (berhenti, mengambil nafas, menyeka airmata Nada yang belum sempat turun dari ujung matanya)
Raga melirik sebentar ke kaca bening yang ada dipintu, memastikan tidak ada orang yang akan datang.
Raga mendekap kedua bahu Nada, menatap Nada dalam-dalam.
Lo mau acara itu dibatalin? Gw bakal coba buat ngomong ke Mas Leo atau kalo perlu langsung ke mereka, untuk segera batalin acaranya.
NADA
Emangnya masih sempat?
RAGA (menggeleng tegas)
Bahkan kalaupun emang gak sempat, gw tetap pengen batalin acara itu karena lo gak mau.
NADA
Resikonya?
RAGA
Whatever. I dont care. Asal please, lo jangan rendahin diri lo kayak tadi, gw gak suka. Lo hebat, lo yang paling hebat. Gw tahu itu kok.
Nada terdiam, tak mampu berkata-kata. Kalimat yang tepat untuk menenangkan hatinya. Membuatnya lega. Dan cuma Raga yang bisa melakukannya.
Satu yang paling Nada sadari.
Lihatlah bagaimana Raga yang selama ini terlalu banyak mengalah untuknya.
RAGA
Yauda lo tunggu sini ya, gw nemuin mas Leo dulu buat omongin pembatalan acara (tersenyum mengusap satu bahu Nada, bersiap pergi dari hadapan Nada)
NADA
Ga (Menahan tangan Raga, menghentikannya pergi)
Raga menjawab dengan membulatkan kedua matanya.
NADA
Gw (suaranya terhenti sejenak, menarik nafas lalu menghelanya) gw setuju sama acaranya. Gak usah dicancel Ga. Gak papa (Nada mengupayakan diri tersenyum)
RAGA (mengkerutkan dahi)
Gak papa juga kalo dicancel Nad. Yang penting lo nyaman.
NADA
Lo mau nanggung resiko apapun demi buat gw nyaman. Kenapa gw gak bisa terima resiko apapun demi lo.
RAGA
Tapi gw gak mau lo ngerasain yang kayak lo bilang tadi. Tanpa gw peka sama sekali, ternyata lo ngerasa sesedih itu.
Nada tersenyum, memegang tangan Raga
Yang penting sekarang lo uda tahu. Tapi untuk kali ini aja ya Ga, pliss, besok-besok kita lihat situasinya dulu. Oke? (Memasang raut memelasnya)
Raga tak bereaksi sesaat. Dia memandangi Nada cukup lama, sampai akhirnya bibir tipisnya tersenyum miring. Tanpa ragu Raga mengacak-acak tambut Nada.
Siap bos (serunya tertawa)
NADA
Raga, rambut gw rusak
2. INT — BALLROOM MALL JAKARTA (MALAM HARI)
Seperti yang Nada pikirkan sebelumnya. Penggemar yang memadati acara mini fansign yang diadakan di salah satu mall terbesar di Jakarta, kentara sekali adalah penggemar beratnya Raga. Berbagai spanduk Raga ada dimana-mana, bahkan dengan ukuran yang sangat besar juga ada. Bukan berarti spanduk dan foto Nada tidak ada, beberapa penggemar Nada juga terlihat membawanya. Namun perbedaan yang lumayan mencolok jika orang membandingkan, siapa yang paling diminati disini. Meskipun mereka satu group, tidak ada yang bisa mengatur, siapa yang mereka idolakan, bukan?
Sesekali Raga menoleh pada Nada yang tetap berusaha terlihat profesional. Tak jarang dia merangkul Nada disaat pembawa acara sedang mewanwancarai mereka. Nada yang sadar betul dengan apa yang dilakukan Raga, hanya bisa bersyukur dalam hati.
Untungnya dia Raga.
Syukurlah dia Raga.
Dia adalah Raga.
INSERT — ARYA DAN LAURA MELIHAT DARI ATAS
LAURA
Raga magnetnya disini Ar. Kamu sadar itu kan? (Memandang jauh ke Raga)
ARYA
Itu karena mayoritas penggemar di Indonesia dari dulu tetap kebanyakan perempuan (jawab Arya yakin) lagipula Nada juga luar biasa kok. Mereka saling mengisi dengan baik.
Mendengar itu Laura melirik Arya lalu tersenyum usil.
Arya yang menyadari itu hanya menoleh malas sejenak, lalu matanya kembali memandang kebawah.
ARYA
Udah saya bilang jangan berpikir yang aneh-aneh ya.
LAURA
Ya ampun Ar, aku kenal kamu itu uda cukup lama. Jadi aku tahu apa yang kamu rasain ke Nada (tertawa kecil)
Arya tersentak, spontan melirik kanan kiri, lalu menyenggol lengan Laura dengan sikutnya.
ARYA
Hati-hati kalau ngomong Lau. Nanti ada orang atau media yang denger, gimana? (Bisiknya dengan gigi rapat)
Laura melipat bibirnya berusaha menahan tawa. Pun dia sadar bahwa bisa jadi masalah kalau ada yang mendengar pembicaraan mereka.
ARYA
Lagian kamu sok tahu banget.
LAURA
Bukannya sok tahu. Tapi emang fakta. Selama ini aku bisa lihat gelagat kamu kalau ada Nada. Ya gak ada yang larang juga sih, cuma ya menurut aku untuk sekarang ini mending kamu pendem dulu. Mereka masih baru dipuncak karir, kalau nanti ada gosip Nada ternyata memiliki hubungan spesial dengan produser sekaligus pemilik label yang membuka karirnya, bisa-bisa pandangan orang jadi buruk ke Nada. Ntar Nada dinilai bisa seperti sekarang karena hal itu. Ya kan?
Arya terdiam, cukup menyadari kebenaran dalam ucapan Laura. Dia juga tidak menginginkan hal seperti itu. Dia tidak ingin menghancurkan karir yang baru mereka bangun.
LAURA
Tapi kamu yakin Raga dan Nada memang benar-benar temenan sampe selamanya?
Arya langsung mengangkat kepalanya, pandangannya langsung saja mengarah kembali ke sosok Raga dan Nada dibawah sana.
LAURA
Karena setahu aku, perempuan sama laki-laki itu gak bisa berteman. Kalaupun ada, mungkin itu 1001. Dan kalaupun ada, pasti salah satu diantara mereka ada yang menyimpan perasaannya diam-diam.
Arya masih terdiam, berkutat dengan pikirannya yang nyaris terganggu karena perkataan Laura barusan.
LAURA (raut serius)
Kalau kamu mau, kita bisa bubarin Al Fine, dan membuat mereka bersolo karir masing-masing.
ARYA (Tertegun)
Maksud kamu?
LAURA
Kamu urus karir Nada, dan aku bakal urus karir Raga. Biarpun mereka bukan satu grup lagi, mereka pasti bisa sukses dengan solo masing-masing.
Aku yakin itu.