Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
Seperti yang sempat Raga katakan pada Arya kemarin. Bahwa memang jawaban mereka sudah ada dan tidak berubah.
Bahkan sebelum diskusi dimulai, Nada sudah berkali-kali mengatakan bahwa dia menyetujui penawaran yang diberikan Arya.
Mereka yakin, bahwa ini kesempatan yang bisa saja tidak akan datang ketiga kalinya. Karena mereka nyaris menghilangkan kesempatan pertama. Harusnya mereka tidak senekat itu untuk menolak kesempatan kedua.
Meskipun begitu, Raga dan Nada tidak serta merta mengambil keputusan tanpa meminta pendapat keluarga dan teman-temannya. Karena ternyata pendapat mereka sesuai dengan apa yang menjadi keinginan Raga dan Nada.
Hari ini mereka berdua sudah membuat janji untuk bertemu dengan Arya di kantor Label Arvity Indo milik Arya dan keluarganya. Label yang sudah banyak menghasilkan karya dan musisi-musisi terbaik di Indonesia itu terlihat megah.
Lagi-lagi Raga dan Nada hanya mampu tercengang sambil bersyukur lega dalam hati, karena bisa berada ditempat itu. Bukan untuk audisi, tapi karena diundang langsung dengan sang empunya Label.
1.INT — MEETING ROOM, ARVITY INDO (SIANG HARI)
NADA
RAGA
PLAKK (suara tepukan keras dari Nada untuk bahu Raga)
Raga meringis memegang bahu, melirik Nada dengan sebal.
NADA
RAGA
Nada tak menjawab lagi, tapi raut mukanya masih terlihat sedikit kesal sama jawaban Raga.
Raga yang menyadari itupun, langsung mengendalikan diri. Dia memegang tangan Nada.
RAGA
Nada yang semula melirik Raga kesal, berubah tenang. Gadis itu mengangguk kecil.
Raga balas tersenyum
FX — PINTU TERBUKA
Arya muncul dari balik pintu sambil membawa beberapa berkas, bersama seorang wanita berkaca mata.
ARYA
RAGA
Sementara Nada merespon dengan tersenyum.
Arya melirik kesebelahnya
Raga dan Nada tertawa mendengarnya.
LAURA
Dan saat dia berjabat tangan dengan Ragalah, Laura terlihat sedikit tertegun.
LAURA
Raga hanya diam, mengangkat bahunya bingung ketika Nada jadi menoleh padanya.
ARYA
LAURA
Arya mendorong pelan Laura sampai gadis itu terduduk.
Laura memutar bola matanya.
Iya deh. Si yang paling sibuk.
Arya hanya menyengir mendengarnya.
LAURA
Raga dan Nada sama-sama membaca dengan seksama lembar demi lembar semua isi dalam berkas yang mereka terima.
Diskusipun dimulai. Raga dan Nada bersyukur bahwa mereka masih bisa berpendapat disini, dan hal itu sangat direspon dengan baik oleh Arya dan Laura. Karena itu Raga dan Nada merasa sangat dihargai karena Label menerima apa yang membuat mereka nyaman. Wajar saja jika banyak sekali musisi hebat yang bernaung di Label ini.
Selama hampir 2 jam mereka selesai membahas kontrak dengan akhir yang disetujui kedua belah pihak. Ada sebuah pemikiran yang muncul dibenak Raga. Hingga dia memutuskan untuk bertanya.
Raga masih dalam posisi membuka mulutnya, pun mengangguk paham seraya menutup mulutnya sejenak, lalu
Nada langsung menegakkan tubuhnya.
Laura melirik Arya yang hanya tersenyum santai.
LAURA
2. EXT — TERAS RUMAH NADA (MALAM HARI)
Raga dan Nada diberikan waktu untuk menyelesaikan lagu untuk demo yang akan diserahkan kepada pihak Label. Sebenarnya lagu yang Raga ciptakan itu sudah selesai, hanya saja mereka ingin menyakinkan kembali dan menyempurnakan beberapa nada yang tiba-tiba terasa kurang pas untuk mereka. Karena nantinya lagu ini tidak hanya memakai alat musik gitar saja. Akan ada tambahan musik lainnya yang akan disiapkan Label.
Raga terlihat sedikit risau karena hal itu. Untuk pertama kalinya Nada bisa melihat kecemasan dalam diri Raga tentang musik yang dia ciptakan. Biasanya Raga cukup tenang dan yakin sama diri sendiri.
Sedari tadi Nada menyadari sikap Raga yang beberapa kali menggaruk-garuk kepalanya setelah memetik gitarnya sambil melihat not dan lirik pada kertas yang ada didepannya. Tampak dia kurang puas dengan apa yang dia lakukan.
Nada spontan mengambil gelas berisi orange jus yang ada dimeja, menyodorkannya pada Raga.
NADA
Raga melihat gelas itu beberapa detik, lalu menghela nafas dan menerimanya.
Setelah meneguk separuhnya, dia berkata
Nada menghela nafasnya cukup panjang. Memandang lekat-lekat wajah Raga yang masih terlihat gelisah.
Mendengar itu Ragapun jadi berpikir, bahwa memang gak seharusnya dia cemas berlebihan seperti ini. Padahal dia sendiri yang pernah bilang ke Nada, kalau Nada harus bisa memanaged dirinya mulai sekarang. Tapi sekarang, malah dia sendiri yang gak bisa mengkontrol kecemasan dalam dirinya.
Ini baru permulaan.
Raga memperbaiki cara duduknya dan caranya memegang gitar, tersenyum.
Nada mengambil kertas itu untuk melihat lebih dekat. Dia mengigit bibirnya, berpikir sejenak. Tak sampai beberapa menit, sampai akhirnya dia mengangguk.
NADA
Raga mulai memetik senar gitarnya. Tidak tahu apa memang sudah takdirnya seperti itu. Tapi Raga terlihat cocok dengan gitar dalam pelukannya itu. Dia dan gitar seperti paket yang tak mungkin terpisahkan.
Nada mulai bernyanyi. Dalam hati berharap bahwa dia mampu membuat lagu yang Raga ciptakan menjadi sempurna. Dia tahu bagaimana seriusnya Raga setiap kali menciptakan lagu yang cocok untuk dirinya.
Raga yang dulu diawal dia kenal, masih tidak mengerti apa yang namanya impian, lalu berjanji meraih mimpi itu berdua dengannya.
Raga yang dulu sempat trauma dengan gitarnya. Beberapa kali nyaris menyerah karena selalu tidak mampu menahan sedih yang dia rasakan setiap kali memetik senar gitar. Pada akhirnya mampu kembali melakukannya. Nada tahu persis bagaimana perjuangan Raga saat itu.
Nada menemani masa-masa itu karena yakin bahwa mereka memang mengejar mimpi yang sama.
Dan sekarang mimpi itu sudah ada didepan mata. Pintu nya seakan sudah terbuka. Waktunya mereka bersiap-siap untuk masuk ke pintu itu.
Berdua, sesuai janji mereka dulu.