Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
INT. KAMAR TIDUR NAYA — MINGGU PETANG
Naya berjalan berputar-putar seperti setrikaan, wajahnya tampak frustrasi.
Di depannya, Detha dan Kiki duduk di lantai beralas karpet, mengamati sambil keheranan. Detha terlihat lebih maklum dan paham mengapa Naya begini, tapi Kiki terlihat lebih gemas.
Naya berhenti berputar-putar seketika dan menghadap ke Kiki.
Kiki membuka mulutnya ingin menjawab, tapi bingung mau berkata apa.
Naya berkacak pinggang, berpikir. Tapi tampaknya ia tidak menemukan ide yang bagus.
Ia berpikir lagi. Berusaha mencari jalan lain.
Naya menoleh ke Detha. Ia memikirkan pertanyaan itu sebentar, lalu duduk di depan Detha dan Kiki. Saat duduk, ia masih diam, mencoba menerjemahkan perasaannya ke dalam kata-kata.
Naya teringat pengalamannya di hubungan terakhirnya. Ingatan itu membuat dia sedikit bergidik, dan memunculkan ketakutan di wajahnya.
Saat melihat perubahan air muka Naya, Detha langsung melunak, dan merasa sedikit bersalah. Kiki pun masih tidak berani menanggapi.
Detha meraih dan menggenggam tangan Naya dengan lembut. Kiki memindahkan posisi duduknya di sebelah Naya dan menyandarkan pundaknya di pundak Naya. Naya tersenyum, menyambut hangat dukungan sahabat-sahabatnya.
FADE OUT
INT. SEBUAH MALL — SORE
SEMI-MONTAGE
Naya dan Ary sedang jalan berdua menyusuri lorong demi lorong di sebuah mall, masuk ke beberapa toko, melihat-lihat, membeli es krim, dan mampir ke toko buku.
Mereka tampak seperti biasa, tak ada masalah. Kadang terlihat sedang tertawa lepas, Ary menjahili Naya, serta keisengan dan keanehan mereka lainnya.
Mereka tampak lepas dan tidak ada beban pikiran. Dan mereka tampak serasi, tak ada masalah, bahkan tampak diciptakan untuk satu sama lain.
CUT TO
Kemudian saat mereka sedang mengantre untuk membeli boba drink, Naya melihat seorang perempuan yang sangat mirip dengan GLADYS sedang mengantre juga di barisan sebelahnya. Naya melotot kaget, dan langsung panik.
Ia segera mengajak Ary keluar dari antreannya dengan alasan batal beli karena nggak mood. Ary bingung, walau akhirnya ia menuruti Naya.
CUT TO
Di momen lain, saat Ary sedang melihat-lihat celana panjang, Naya melihat perempuan yang mirip Gladys itu lagi! Ia buru-buru bergerak ke sisi kanan Ary agar Ary ataupun "Gladys" tidak bisa saling melihat. Ary melihat tingkah aneh Naya itu, mengernyitkan dahinya, dan menanyakan ke Naya ada apa.
Naya hanya menggeleng dan bilang tidak ada apa-apa sambil mencoba tersenyum lebar.
Ary menggeleng-gelengkan kepalanya, wajahnya terlihat heran, tapi kemudian mengusap ujung kepala Naya dengan gemas. Saat konsentrasi Ary kembali ke celana panjang, Naya mengecek sekali lagi ke belakang dan sekelilingnya, memastikan "Gladys" sudah hilang.
SEMI-MONTAGE SELESAI
INT. KAFE BIRU — BEBERAPA HARI KEMUDIAN, SIANG JAM ISTIRAHAT
Kita melihat Kafe yang sedang sibuk dengan customer yang mengantre di counter dan meja-meja yang hampir penuh terisi. Tiga staf bekerja di balik counter, dan Ary mengantarkan pesanan.
Ary sendiri terlihat sigap bekerja, dan sedang dalam mood yang cukup baik. Ia selalu mengucapkan Terima Kasih dengan sepenuh hati, berbicara ramah dan sopan, dan sedikit berbasa basi dengan customer yang dia kenal.
Kemudian, pintu masuk Kafe terbuka, dan masuklah Naya dan Mbak Dilla, dengan dompet dan HP di tangan mereka. Naya menyapukan pandangan ke seisi ruangan, mencari Ary, dan menemukannya.
Di saat yang sama, salah seorang customer, seorang perempuan muda, sedang memanggil Ary dari meja tempat ia duduk. Ary pun mendatangi customer itu, yang kemudian membicarakan sesuatu sambil memegangi struk pembeliannya. Sepertinya sedang komplain. Ary tampak cukup tennag dan menanggapi customer dengan sabar.
Mbak Dila sudah mengejip tempat duduk. Naya menitipkan HP dan dompetnya, lalu ia pun bergerak ke area dekat Staff Area untuk menunggu Ary selesai berbicara dengan customer.
INT. DEKAT STAFF AREA KAFE BIRU — SIANG
Tak lama kemudian, Ary pun terlihat meninggalkan customer itu.
Naya otomatis terpaku mendengar nama itu. Ia langsung mengamati di Mbak Rani itu dari tempatnya berdiri, hampir tak sadar kalau Ary sudah melihatnya.
Ary tampak tidak mempercayai pertanyaan Naya yang sekonyong-konyong itu.
Ary pun langsung bergerak cepat, masuk ke Staff Area. Naya, meski gemas, akhirnya kembali ke mejanya.
INT. KAFE BIRU — SIANG
Begitu sampai di mejanya, Naya duduk. Ia tampak sedikit tidak fokus, terganggu dengan "Rani", "Gladys", dan kekhawatiran lain. Tatapannya kosong.
Mbak Dilla menunjuk ke counter. Naya seperti tersadar dari lamunanya.
Dengan pikiran masih sedikit bingung, Naya berdiri dan mulai mengantre.
CUT TO
INT. KAFE BIRU — MALAM HARINYA, JAM TUTUP KAFE
Kita melihat Ary yang sedang menaikkan kursi-kursi ke atas meja, dan Naya membatu. Mereka tinggal berdua saja, seluruh staf lain sudah pulang.
Naya melanjutkan menaikkan dan merapikan kursi, enggan menjawab. Ary melihatnya.
Ary berhenti menata kursi untuk mendengar jawaban Naya. Naya yang masih berisik dengan suara kursinya sendiri kemudian ikut berhenti, dan menoleh ke Ary.
Naya melanjutkan menata kursi.
Naya berhenti, lalu menyilangkan kedua tangan di depan dadanya. Menunggu Ary bicara. Ary kemudian membersihkan tenggorokannya, dan mulai berbicara.
Ary mulai merasa terpojokkan, terlihat sedikit panik.
Nah!! Akhirnyaa!! Naya menaikkan alisnya, tampak puas. Ia ingin tersenyum, tapi berusaha menahannya.
NADA DERING HP Naya maraung-raung, memotong pembicaraan Naya begitu saja. Naya melihatnya. "IBU".
Ia kemudian mengecek jam tangan. Sudah jam 12 lebih 15 menit. Naya meringis, berasa bersalah selarut ini belum pulang. Ia ingin mengangkat telepon itu. Tapi ia dilema.
Ia akhirnya me-reject telepon ibunya. Lalu kembali menatap Ary.
HP Naya meraung-raung lagi. Naya tak punya pilihan selain mengangkatnya.
Naya menutup teleponnya. Ia menghembuskan napas panjang, tampak lelah sekali.
Naya menatap Ary dengan kesal. Ia masih kecewa, tapi ia benar-benar harus pulang. Ia pun mengemasi tasnya, menyelempangkannya di pundak, dan mengambil kunci motornya.
Pundak Ary turun, ia lemas. Naya langsung berjalan ke arah pintu dan keluar.
Ia mengamati Naya sampai motornya menghilang. Kemudian dihembuskannya napas panjang, digeleng-gelengkan kepalanya, tampak frustrasi. Ia tidak menyangka situasi berubah secepat ini.
FADE OUT
INT. KANTOR BAHASAKITA — PAGI
FADE IN
CLOSE UP MARYN (30 tahun, pegawai senior) membawa sekantung besar berisi belasan cake kecil. Terlihat tangannya membagi-bagikan cake itu sambil berjalan berkeliling menyusuri kubikel demi kubikel.
Beberapa rekan kerja lain juga mengucapkan selamat dan berterima kasih, sembari kita tetap mengikuti Maryn berkeliling.
Maryn kemudian sampai di kubikel Naya, dan memberikan cake-nya. Kita melihat Naya, yang wajahnya cukup muram, menerima cake itu.
CUT TO
INT. KUBIKEL NAYA — PAGI
CLOSE UP cake yang dipegang Naya. Ia memperhatikan cake itu. Stau iris besar sponge cake coklat dengan lapisan krim tebal dan irisan stroberi di tengahnya. Satu strawberry utuh menghiasi bagian atasnya. Cake itu ditutup dengan mika silinder dengan PATUNG COUPLE kecil bertengger di atasnya.
Naya mengamati patung couple itu, sambil mengelusnya, meraba lekukannya dengan ibu jarinya.
Pasangan itu tampak bahagia. Ini membuatnya makin sedih. Matanya menerawang jauh, sampai ia tak sadar ada yang mendekati kubikelnya.
Mbak Dilla datang, menghampiri Naya yang melamun dengan wajah muram.
Naya otomatis menoleh ke Mbak Dilla dan tersenyum, sedikit tersipu. Senyum pertamanya hari ini. Mbak Dilla menggeret kursi dan duduk di sebelah Naya.
Mbak Dilla tampak tertarik.
Naya mengangkat bahunya, dengan lemas.
Naya memikirkannya sejenak. Yang ini ia lebih tidak tahu. Ia pun mengangkat kedua bahunya lagi. Mbak Dila hanya memandangi Naya, ekspresinya bertanya.
Mbak Dila menoleh ke arah sumber suara. Ia kemudian pamit pada Naya, lalu segera kembali ke kubikelnya.
Pandangan Naya kembali ke cake dan patung couple kecil itu, lalu ke arah jendela besar yang dekat dengan kubikelnya.
CUT TO
INT. JENDELA KANTOR BAHASAKITA — PAGI
Naya melangkah mendekati jendela itu, kedua tangan dilipatnya di depan dada. Ia menerawang jauh, ke arah jalan raya yang sibuk, ke bangunan-bangunan cukup padat yang mengelilinginya.
Lalu ia melihat plang Kafe Biru. Walau tampak kecil dari jendela lantai duanya, Naya mengenalinya dengan sangat baik. Ia tersenyum sejenak, lalu tergantikan oleh kebingungan, kehawatiran, takut, dan semua yang ia rasakan saat ini.
FADE OUT