Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
Misi Kafe Biru
Suka
Favorit
Bagikan
3. Penyelidikan

INT. KAMAR TIDUR NAYA — MALAM

BUBBLE CHAT, GRUP WHATSAPP "YANG PENTING ASIQUE"

----

Naya Charon sedang mengetik...

Naya Charon: Guys, bad news... :(

Kiki Faolin: Hah, kenapa Nay?? Ary nih?

Adhetia Detha: Ada apa?? Spill

Naya Charon: Jelas ada sesuatu antara dia dan mantannya, namanya Rani. Tadi Rani telpon dia, lama, sampe setengah jam-an. Tapi pas aku tanyain, Ary jawabnya kayak menghindar. 

Adethia Detha: Nah loh. (emot kaget)

Kiki Faolin: Zzzz udah kuduga. Mantan!!

Naya Charon: I mean, kalo gak ada apa-apa nggak sampe 30 menit juga kan? (emot sedih)

---

BUBBLE CHAT jadi separuh layar, separuh lagi terlihat Naya yang sedang duduk bersandar di kasurnya, wajahnya khawatir.

---

Adethia Detha: terus kamu mau gimana Nay?

Naya Charon: Ya berarti bener kan firasatku? Yaudah, ditelusuri aja sekalian mantan-mantan dia, terutama Rani!

Naya Charon: Aku gamau mengulangi kesalahan yang sama, terus menyesal di kemudian hari saat semuanya udah terlalu jauh.

---

Setelah mengetik itu, Naya menarik napas dan menghembuskannya panjang, menyandarkan kepalanya, menatap ke langit-langit. Lalu dia kembali ke layar HP-nya.

---

Kiki Faolin: Tapi kamu mau cari tau lewat mana Nay?

---

BUBBLE CHAT hilang.

Naya berpikir, mencoba mencari ide. Ia kemudian tersenyum saat mendapatkan ide, dan langsung mengetik dengan semangat.

CUT TO

INT. KUBIKEL NAYA — SIANG

MONTAGE

Dari komputernya, terlihat Naya sedang membuka akun Instagram Ary.

Kita ZOOM IN ke layar, dan mulai ke foto terbaru, dan turun ke kolom komentar untuk men-scroll komen-komennya.

NAYA (V.O.)
Jadi guys, aku sih kepikiran mau stalking medsos dia, di kolom komentarnya. Sapa tau ada Rani di situ.

Kita masuk ke kolom Search untuk mencari nama "Rani", dan menemukan banyak sekali username Rani, dan yang teratas pun tidak ada mutual dengan Ary.

NAYA (V.O.)
Soalnya aku udah coba cari nama Rani dan gak ketemu. Kayaknya mereka gak saling follow.

Kita kembali ke akun Instagram Ary, dan men-scroll, mengecek komentar di setiap postingan foto Ary.

CUT TO

INT. KAFE BIRU — SIANG

MONTAGE

Kita melihat Ary yang sedang sibuk melayani customer dari balik counter, bercanda dengan sesama staf, mengantarkan pesanan ke meja, dan menyapa dan basa basi dengan beberapa customer.

NAYA (V.O.)
Terus, aku juga pengen mengamati sehari-harinya di Kafe gimana. Apa Rani sering main ke sana? Sapa tau bisa liat Rani langsung, atau malah mantan yang lain.

CUT TO

Kita melihat REZA (27 tahun, easy going, perawakan agak gemuk) masuk ke Kafe Biru dan menyapa Ary dengan akrab, mereka berpelukan sejenak, dan mulai mengobrol asyik.

ZOOM IN ke Reza yang dengan Ary tampak akrab tapi juga casual, masih ada basa basi, tidak terlalu all-out.

NAYA (V.O.)
Nah terus, aku mau coba ngomong sama Reza, sahabatnya Ary. Pasti dia tau lah soal mantan-mantannya. Semoga aja dia mau cerita.

MONTAGE SELESAI

CUT TO

INT. KAMAR TIDUR NAYA — MALAM

Naya memandangi wajah Detha dan Kiki bergantian, meminta dukungan. Mereka sedang duduk lesehan di lantai beralas karpet.

NAYA
Gimana? Oke gak?

Detha dan Kiki saling bertatapan.

NAYA (CONT’D)
Kalian bisa bantu kan rek? Aku ngerti kalian sibuk, sebisa kalian aja. Tapi kalo bisa secepatnya.

Naya memakai nada memohon, wajahnya pura-pura manyun.

KIKI
Wees tenang sis. Kita pasti bantu lah! Iya toh? Tha?   

Detha mengangguk. Naya tampak senang. 

NAYA
Aaaaa girls suwunnn bangeeet. Kalian terbaek deh, da best, rekomended wajib coba no debat!!! Bintang lima!!!
KIKI
Eh mbok pikir aku barang kait tuku nang Rukopedia ta?!??!

Tawa Detha dan Naya spontan pecah, terpingkal-pingkal sampai badan mereka tersungkur ke lantai. Kiki pun ikut tertawa, sambil menggumam "gak tepak, og!"

CUT TO

INT. KUBIKEL NAYA — SIANG

Kita melihat Naya, yang kali ini memakai kacamata, sedang mengetik di komputernya. Lalu ia menurunkan kacamatanya sedikit, menoleh ke sekitar untuk memastikan tidak ada yang melihatnya. Tapi justru dari belakang...  

MBAK DILLA 
Gimana, Nay? Ada pertanyaan?
NAYA
Astaghfirullah, ngagetin ae Mbak Dilla ini. 

MBAK DILLA (32 tahun, berjilbab, agak gemuk, keibuan) tersenyum geli. 

MBAK DILLA   
Tugas sign off itu, aman? 
NAYA  
Nah itu, Mbak, tadi mau nanya. Bedanya apa ya sama proofread?
MBAK DILLA     
Beda, sayang. Sign off itu proses ngecek teks di mock up sebelum bener-bener diluncurkan sebagai produk. Nah ini kan buat website. Jadi kamu liat mock up website-nya, udah enak dibaca nggak, oke nggak, layout-nya nyaman nggak.

Naya manggut-manggut paham. Naya membuka mock up website dengan desain multi-warna yang sangat eye-catching dan modern di layar komputernya.

NAYA 
Seru sih. Tapi belum pernah e aku. Ini gak mending buat yang uda pengalaman aja, Mbak?
MBAK DILLA 
Justru karena kamu belum pernah, Nay. Biar pernah! 

Naya diam, merasa kata-kata Mbak Dilla benar. Mbak Dilla pun berlalu dari situ.   

MBAK DILLA (CONT'D)
Semangat ya Nay. Pasti bisaa.   
NAYA   
Siap, Mbak Dillaa. 

Situasi kembali tenang. Memasang kembali kacamatanya dengan tepat, Naya kembali ke browser, dan menutup mock up tadi, memunculkan akun IG Ary.

Ia memperhatikan: ada beberapa foto makanan, tapi cheese penne dan beef burger di Carpentier tempo hari, tidak tampak di situ. Ia mencoba mengetik “Carpentier” di search lokasi. Tidak muncul.

Naya menggelengkan kepala mengusir pikirannya, lalu mulai membuka foto Ary satu per satu untuk men-scroll kolom komentarnya. Dibetulkannya letak kacamatanya (yang sebenarnya sudah rapi itu), didangakkan kepalanya, dan dipicingkannya matanya, tiap kali ia mulai membaca kolom komentar dengan saksama.

HALF-SCREEN: KOLOM KOMENTAR IG ARY

Scroll... Scroll...

komentar tampak masih normal-normal saja. Scroll...

berhenti di komentar "(emot senyum) 3x" dari username @ghanis_. 

Kursor kemudian mengklik username itu dan melihat profil @ghanis_, yang ternyata ibu-ibu paruh baya. Back. 

Scroll... lanjut scroll... 

berhenti di komentar "(emot peluk) (emot love)" dari @xhusnidax.

Dibukanya akun itu, seorang perempuan, usia awal 20-an. Mata Naya makin memicing.

Dibukanya salah satu post yang memperlihatkan foto keluarga saat lebaran. Ada Ary di situ, dan kedua orang tuanya.

Dibacanya caption. "Seneng banget lebaran kali ini bude Westi, pakde Robert, sama mas Ary dateng ke rumah! (emot love)"

Naya melebarkan matanya dan ber-"oops" dengan bibirnya. Back. Kembali ke kolom komentar. Foto lain. Scroll... aman. Foto selanjutnya, scroll... aman.

Foto-foto selanjutnya hasilnya sama.

HALF-SCREEN SELESAI

Naya menghembuskan napas panjang, mulai lelah karena tidak menemukan sesuatu yang menarik.

CUT TO

INT. KAFE BIRU — PETANG

Kita melihat Kiki, dengan kacamata biru pekat, memasuki Kafe dan langsung menyapukan pandangan ke seluruh ruangan dari balik kacamatanya. Ary tidak tampak di area customer.

CUT TO

Kiki mengantri di depan counter, dan saat gilirannya tiba untuk memesan menu, bukan Ary yang melayani. Kiki pun melongok, berusaha melihat ke area karyawan yang agak tersembunyi, sambil berusaha terlihat tidak terlalu mencurigakan.

STAF KAFE BIRU
Selamat sore. Silakan, mau pesan apa?
KIKI
(masih tidak fokus)
Emm. Uuuh. Cheese Penne... (matanya masih mencari-cari Ary)... Jus sirsak ...

Staf di hadapan Kiki memandang Kiki dengan bingung.

STAF KAFE BIRU
Em. Mohon maaf Mbak, itu belum ada di menu kami. Mungkin mau coba menu promo kami, Strawberry Mojito?

Kiki kemudian tersadar, dan hanya bisa nyengir.

CUT TO

INT. KAFE BIRU — BEBERAPA WAKTU KEMUDIAN

Beberapa waktu kemudian, Kiki sudah duduk di salah satu meja di sudut Kafe. Sambil membenarkan posisi kacamatanya, dan menyeruput Strawberry Mojito-nya perlahan-lahan, ia memperhatikan Ary yang baru saja keluar dari staff area dan mulai bekerja di belakang mesin penggiling kopi.

Ary kemudian mulai keliling ke area customer dengan baki penuh minuman di tangannya. Ia selalu ramah saat meletakkan pesanan ke meja customer. Geraknya juga cukup cepat.

CUT TO

Ary kembali ke belakang counter, di balik mesin espresso. Ia sedang membuat beberapa cangkir espresso saat seorang customer yang baru saja menyelesaikan transaksi di kasir melihat Ary, dan lansung menyapa. Seorang PEREMPUAN DI USIA 30-AN dengan pakaian modis dan rambut disemir cokelat. Kiki langsung memfokuskan matanya, sambil mencoba mendengarkan.

PEREMPUAN
Lho, mas Arya lagi di sini ta?
ARY
(mendongak dan melihat customer itu)
Oh, Mbak. Iya, Mbak. hehehe.

Ary pun tersenyum lebar, tampak senang dengan kehadiran perempuan itu.

Saat espressonya selesai, Kiki melihat Ary menyerahkan lanjutannya pada stafnya dan berjalan ke dekat area staf untuk mengobrol dengan lebih privat dengan perempuan yang terlihat seperti temannya itu. Sayangnya, Kiki tidak dapat mendengar sedikit pun obrolan mereka. Ia pun segera mengeluarkan HP dan memotret mereka. CKREK.

CLOSE UP. Hasil jepretan Kiki belum memperlihatkan wajah si perempuan dengan utuh. Ia harus memotret dari sudut yang berbeda. Kiki pun mencari sudut yang benar, dan ternyata itu adalah persis di depan counter.

Sambil memasang wajah gemas, ia berdiri dan berjalan ke spot itu, sambil pura-pura mengambil gula yang tersedia di dekat situ. Dengan kagok dan berusaha tidak terlihat mencurigakan, Kiki pun MEMOTRET dari sudut yang cukup bagus.

CUT TO

INT. KUBIKEL NAYA — PETANG

CLOSE UP handphone Naya memunculkan notifikasi dari Kiki yang mengirim foto.

Naya yang sedang bekerja di komputernya melihat dan segera membuka foto itu. Wajahnya masih bingung, berusaha mengingat-ingat apakah ia pernah melihat perempuan ini. Ia seperti ingat, tapi juga tidak yakin.

Ia ingin segera mencari tahu, tapi dilihatnya beberapa teman kerjanya sudah check out dan pulang. Ia mengecek jam tangannya. Jam 17.30. Lalu dilihatnya komputer, ke pekerjaannya yang belum selesai.

Dengan terpaksa, Naya mengunci kembali HP-nya, meletakkannya dalam tas, dan kembali fokus ke komputer.

CUT TO

INT. RUANG SANTAI RUMAH KIKI — MALAM HARINYA

Rumah Kiki tidak seelegan rumah Naya, tapi tetap terlihat nyaman, dengan perabotan standar, TV 32 inch, tidak banyak dekorasi. Tidak mewah, tapi nyaman.

Naya, Kiki, Detha, dan Rendi sedang duduk lesehan di lantai. Satu piring penuh gorengan, lengkap dengan petis dan lomboknya ada di tengah-tengah mereka.

NAYA
(lega)
Yaampun kii, dengerin ceritamu aja uda jantungan. Untung gak ketauan. 
KIKI
Iyaaa. Untung aja aku sama Detha belum pernah ketemu langsung sama Ary. Hahaha. 
NAYA
Tapi dia udah pernah liat foto kalian lho. Tetep ati-ati. 
DETHA
Terus soal cewek itu gimana?
NAYA
Ternyata aku pernah liat dia di IG-nya Ary. Kayaknya sih salah satu temen dia sesama business workshop gitu.
KIKI
Oooh, kirain sapa.
DETHA
Eh Nay, kamu belum tau mantan Ary yang lain selain Rani?
NAYA
Aku udah pernah tanya, tapi entah kenapa dia sulit banget kalo ditanyai soal mantan. Padahal kalo soal lain ya was wes wos.
(beat)
Ck. Sebel juga sebenernya sih. Geregeten. Aku penasaran, tapi juga gak pengen keliatan maksa, gitu lho... (kesal)
KIKI
Kalo kataku sih, Nay. Gapapa tanya terus aja. Wong ya kamu udah cerita tentang mantan-mantanmu, 'kan.

Naya memikirkannya sejenak, kemudian mengangguk.

DETHA
Nanti kalo masih kurang jelas ya kita bisa lanjutin rencana kita, tanya ke mas Reza. 

Naya mengangguk lagi, tampak lebih lega. Kiki kemudian menoleh ke Rendi yang sedari tadi masih diam dan hanya menyimak sambil makan gorengan. 

KIKI
Sayang, kamu kan udah tau masalah Naya. Sebagai cowok nih, kira-kira kenapa sih Ary keburu-buru ngelamar? Emangnya secepet itu ya cara berpikir cowok? 

Kiki menanti jawaban Rendi sambil mengambil gorengan.

RENDI
Hmm. Aku nggak tau ya, sayang. Aku pribadi nggak akan secepet itu. 

Naya, Detha, dan Kiki tampak agak loyo mendengar jawaban itu. Rendi pun berdeham, dan memandang ke para cewek. 

RENDI (CONT’D)
Ehm. Ngene lho, laki-laki itu sebenernya sama kompleksnya sama perempuan. Keliatannya aja simpel karena kita selalu memendam atau menyembunyikan kerumitan kita dari dunia luar. Kita biasanya akan seleseiin sendiri. Atau dibiarin aja. Kalo perempuan lebih pengen diperhatiin, lebih ngelihatin masalahnya.
(beat)
Dan kadang dilebay-lebay-in. (sedikit kesal)

Para cewek memikirkan sejenak penjelasan Rendi.

NAYA
Makes sense, sih...    
RENDI
Nah kan? Kalian 'kan yang bikin mbulet. Gitu aja dipikirin banget.

Naya segera menyambar bantal di sebelahnya dan melemparkannya ke Rendi. Kiki melempar lombok bertubi-tubi. Detha hanya tertawa terbahak-bahak. Rendi jelas kalah setelah menyulut api di basecamp perempuan.

FADE OUT

INT. TOKO BUKU — MALAM

Toko buku itu cukup besar dengan lorong-lorong panjang dan koleksi buku yang banyak. Lampunya tidak terlalu terang, tapi nyaman. Naya dan Ary berkeliling melihat-lihat buku sambil mengobrol ringan. 

Naya kemudian berhenti di sebuah rak dan mengambil novel "The Name of the Rose" yang tebal, memeriksa bagian belakangnya.

ARY
Hahaha. Nay, kamu apa gak pengen selesein TBR kamu dulu? 

Naya melirik ke Ary sekilas, dan langsung melanjutkan membaca bagian belakang novel.

NAYA
Baca semua buku yang belum tak baca? (tertawa) bisa 3 taun lagi aku baru bisa beli buku lagi dong, Ry!

Ary terbahak-bahak. Naya pun tertular tawa Ary.

NAYA (CONT’D)
Seriusan! Belum liat ya kamu berapa buku yang baru tak beli tapi balum tak baca. Udah separoh koleksiku, palingan.
ARY
(kaget, sedikit melongo)
Hah? Terus kok beli buku terus?  
NAYA 
Udah kecanduan. Haha.     
ARY   
Wah gawat. Ada rehabilitasi kecanduan buku nggak nih?                           

Naya tertawa. Lalu dia menunjuk ke nama pengarang buku yang dipegangnya: “Umberto Eco”. 

NAYA  
Nih, simbah Umberto Eco ini koleksi bukunya ada 30 ribu, dan dia yakin nggak akan sempat baca semuanya.

Ary refleks bersiul kagum mendengar angka itu.  

NAYA (CONT’D)
Tapi buku-buku yang belum sempat dibaca itu bukannya mubazir. Justru buat dia, itu pengingat supaya pemiliknya rendah hati.
ARY  
Kok bisa gitu? 
NAYA  
Karena buku-buku yang nggak sempat dibaca itu melambangkan bahwa manusia nggak akan mampu tahu segala hal. Mau sepintar apapun dia. 

Ary manggut-manggut kagum. Tapi suasana itu terpotong oleh NADA DERING dari HP Ary. Telepon masuk. Ary segera memeriksanya, dan terdiam sejenak.

NAYA (CONT’D)
Siapa?

Ary menatap Naya, tampak dilema di wajahnya. Naya pernah melihat tatapan itu sebelumnya. Di Kafe Carpentier.

NAYA (CONT’D)
Rani? 
ARY
Bentar ya, Nay.

Naya kemudian hanya bisa melihat Ary melangkah menjauh, berjalan ke sudut toko buku yang sepi. Kilatan amarah dan perasaan terisolasi tampak di wajah Naya.

CUT TO

INT. TOKO BUKU — BEBERAPA WAKTU KEMUDIAN

Naya mendongak ketika terdengar pengumuman dari pengeras suara. 

ANNOUNCER (O.S.) 
Kepada para pelanggan yang belum atau telah memilih buku-buku yang diinginkan, dimohon untuk menyelesaikan transaksi dalam waktu 15 menit, karena jam operasional toko akan berakhir...

Naya mendecak kesal mendengar itu. Ary muncul kembali ke samping Naya.

ARY
Nay, sori ya, jadi nungguin. Jadi beli yang mana?

Naya menatap Ary dengan kesal.

NAYA
(nada tajam dan singkat)
Gak jadi. Yuk balik aja.   

Naya segera berjalan menuju pintu keluar toko. Tapi, Ary merasa nada bicara Naya jelas terdengar berbeda, seperti menahan marah.

ARY
Nay, kamu nggak apa-apa 'kan?

Naya yang berjalan di depan Ary kemudian berbalik. Sesuatu dalam dirinya ingin meledak, ingin keluar, tapi ia berusaha menahannya. Naya menarik napas, dan menghembuskannya.

NAYA
Nggak apa-apa, Ry. Gak penting kok.
ARY
Berarti bener ada sesuatu?

Naya berpikir sejenak sebelum menjawab. Menyusun kata-kata.

NAYA
Mmm... iya. Tapi nggak penting-penting banget. Next time deh. 

Ary mengamati reaksi Naya. Tidak tertebak. Mereka pun bersama-sama keluar dari toko buku.

FADE OUT

Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Tidak ada komentar