Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
Meski Anna dan Zenith hanya berjalan bersebelahan pun sudah kembali menimbulkan rumor. Di sekolah, bahkan tembok pun bisa berbicara saking cepatnya rumor beredar. Anna juga tidak bisa menghindar dari fakta bahwa pengaruh Zenith untuk sekolah sangatlah besar.
“Nana,” Panggil Zenith pelan.
“Iya?”
“Pengin buang air,” cicit Zenith.
“Terus?”
“Bisa gak gue ke toilet cowok aja? Gue bakal ngerasa bersalah kalau ke kamar mandi cewek,” Zenith memajukan bibirnya, menatap Anna seperti anak anjing yang meminta dikasihani.
Anna mendengus. Tidak ada yang lebih aneh dari tertukarnya jiwa mereka. “Lo punya dendam ya sama gue? Lo bener-bener mau malu-maluin gue?”
“Yaa enggak gitu juga,” Zenith memelas.
Tak kunjung berpindah tempat, Anna menarik Zenith ke depan toilet. “Cepetan masuk, gue tunggu di sini sampai lo selesai.”
“Nana,” rengek Zenith.
“Kebanyakan ngerengek lo ah, giliran di luar aja sangar. Cepetan!”
Menurut, Zenith akhirnya membuka pintu toilet perempuan. Melihat ada beberapa orang gadis yang tengah membenarkan kancing kemeja, refleks Zenith memutar balikkan badannya.
“Anna? Lo kenapa? Kayak abis lihat setan aja,”
Kembali ke posisi semula, Zenith tersenyum kikuk sembari menggelengkan kepala. Tidak ingin terjebak dalam suasana yang tidak enak, cepat-cepat Zenith masuk ke dalam salah satu bilik toilet.
Merasa para gadis tadi sudah pergi keluar, barulah Zenith bisa menghela napas dengan lega. Mendengar banyak langkah sepatu yang masuk ke dalam, membuat Zenith terkesiap.
“Eh, lo udah lihat postingan si kembar kemarin?”
“Oh, yang ada si Anna itu’kan?”
Mendengar nama Anna disebutkan, Zenith mengurungkan niatnya untuk keluar bilik toilet. Ingin menguping lebih lanjut.
“Mereka di Villa ya?”
“Lagian apa hebatnya sih Anna sampai mereka cuma ngajak Anna doang? Gue yang pernah pacaran sama Arlan aja enggak pernah diajak main jenga kartu,”
“Tapi lo sadar enggak sih kalau Arkan mention tempat di Villa Bogor gitu?”
“Apa jangan-jangan, si Anna di pake lagi sama mereka?”
“Bisa aja. Geli deh gue jadinya sama Anna. Gayanya murid beasiswa kesayangan guru. Gue juga ragu sih kalau si Anna selama ini pacaran sama Zenith enggak pernah ngapa-ngapain. Secara Zenith aja wah gitu.”
“Kayaknya gue yang lebih pantes sama Zenith deh daripada Anna.”
“Ya iyalah. Secara Zenith itu pembalap professional, atlet karate, jago nyanyi, pinter akting, dan yang paling penting ganteng. Zenith lebih cocok sama lo yang seorang model daripada sama Anna si kutu buku,”
Tidak terima Anna di jelek-jelekkan seperti ini, tanpa sadar Zenith sudah mengepalkan tangannya.
‘Anna enggak sekutu buku itu, dia cuma jadi penerjemah! Gue lebih tahu dari siapapun sama siapa gue panatas bersanding!’
“Coba lo ajak Zenith jalan, mereka pasti enggak akan balikan bukan?”
“Duh lega banget gue waktu dengar kabar Zenith putus sama Anna. Gue denger sih, Zenith yang mutusin Anna waktu itu. Duh, akhirnya ayank beb Zenith sadar kalau Anna itu enggak pantas buat dia.”
Tidak tahan lagi, akhirnya Zenith menggebrak pintu dengan seember kecil yang sudah terisi penuh oleh air.
“Kalau gak tahu apa-apa, mending lo semua diem! Gue putus juga enggak ada hubungannya sama kalian! Kalian emang udah setinggi apa sih sampai ngerendahin Anna begitu rendahnya?”
Kalang kabut, Zenith sampai lupa bahwa dirinya tengah menjadi Anna saat ini. Saking merasa kesal, Zenith menyiram tiga orang gadis cantik itu menggunakan ember.
Tidak terima di siram, Issabel berdecih sinis. “Annastasia, lo udah berani ngelunjak sama gue ya sekarang?”
“Guys,” Issabel memberikan kode dan langsung memegang tangan Zenith kiri dan kanan. Namun dengan cepat Zenith melepaskan tangan backingan Issabel dan membalas dengan cara memutar tangan kedua gadis itu hingga meringis kesakitan.
Zenith bersyukur hari ini dia diwujudkan dalam tubuh seorang perempuan. Dengan begitu, Zenith bisa membalas dengan setimpal kepada gadis-gadis yang sudah menjelek-jelekkan Anna.
Demi membela Anna, konsekuensi adalah urusan paling terakhir yang Zenith pikirkan.
“Issabel, tolongin gue!”
Masih ingin membalas, Issabel membawa seember air dan menyiramnya kepada Zenith. Hal itu membuat kedua teman Issabel juga ikut basah kuyup. Lebih basah dari Zenith karena Zenith sempat sedikit menghindar.
Suara keributan yang terjadi di dalam toilet perempuan mengundang banyak perhatian. Termasuk guru yang sedang melintas.
BRAK! BRAK!
“HEI HEI ADA APA INI!” guru BK menggebrak pintu toilet berulang kali. Anna yang tengah menunggu Zenith dari kejauhan pun refleks langsung mendekat ketika menyadari telah terjadi keributan.
“Kenapa kalian basah semua kayak kucing kejebur got? Ikut semua ke ruangan ibu, sekarang juga!”
Zenith melayangkan tatapan sinis pada Issabel and the gank kemudian mengekori guru BK keluar toilet.
Melihat Zenith sudah keluar dalam keadaan basah kuyup, Anna langsung berlari menghampiri Zenith. “Lo kenapa? Kenapa badan gue kayak abis masuk kobangan babi sampai basah gini?”
Merasa puas telah melancarkan aksi ‘bela Anna’, Zenith mengibaskan rambut panjangnya. “Lo mending bantuin gue aja cari baju ganti. Biar gue yang beresin masalah ini,”
Sadar jika murid Anna tidak kembali membuntutinya, guru BK berbalik badan dan meneriaki Zenith dari kejauhan. “ANNASTASIA! SINI KAMU! SELESAIIN DULU MASALAH BARU PACARAN!”
Zenith menunjukkan senyuman ceria pada Anna sembari melambaikan tangan, lalu berlari menyusul langkah guru BK yang cantik namun memiliki aura yang sangat kuat.
Di dalam ruang BK, Zenith, Issabel beserta kedua teman Issabel yang lainnya terdiam dan mendengarkan dengan saksama siraman rohani dari guru BK. Walau sebenarnya masuk kuping kanan keluar kuping kiri.
“Siapa yang mau bicara duluan?” tanya guru BK.
Issabel langsung mengangkat tangan kanannya dan berkata, “Anna duluan yang nyiram saya. Sumpah.” Adunya.
“Anna, kamu itu murid beasiswa yang enggak pernah banyak tingkah. Ada apa dengan kamu hari ini? Jangan-jangan kamu terpengaruh sama Zenith lagi makannya jadi brutal gini?”
Masih terbungkam, Zenith mengeluarkan ponselnya dan menunjukkan rekaman suara yang terjadi selama di kamar mandi tadi.
“Saya sebenernya enggak pernah merasa keberatan kalau di gosipin. Udah biasa. Tapi kali ini saya marah karena apa yang mereka bicarakan itu enggak benar.” Ungkap Zenith jujur dari relung hati terdalam.
“Kita kemarin cuma main jenga kartu biasa doang, enggak ada yang spesial, enggak ada hal aneh juga. Ibu bisa tanya Ezekiel, Arlan, Arkan sebagai saksi untuk konfirmasi.” Lanjut Zenith.
Guru BK cantik itu menghela napas. “Disini kalian berdua sama-sama salah. Ibu enggak akan membela satupun diantara kalian. Karena ini kasus pertama Anna, ibu hanya akan beri kamu peringatan pertama dan poin peringatan. Anna, boleh keluar.”
“Terima kasih Ibu.” Zenith menunduk hormat lalu pergi keluar ruangan. Issabel yang hendak mengikuti Zenith pun segera di hentikan oleh guru BK.
“Issabel dan kawan-kawan. Duduk dulu. Kalian masih harus menandatangani surat peringatan terakhir.”