Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
Meow Kamu Kok Gentayangan
Suka
Favorit
Bagikan
9. PART 9

PART 9:

EXT.: Taman bermain di TK, pagi hari saat jam istirahat.

Flashback.

Zea duduk di ayunan. Zea tampak murung. Seorang anak (Tiva datang).

Zea : Eh, kamu mau duduk di sini?

Zea hendak pergi. Tetapi tiva melarang.

Tiva : Nggak. Aku bisa duduk di samping kamu Zea.

Zea : Kamu barusan manggil aku Ze-a?

Tiva : Iya. Namamu Zea kan?

Zea kaget, tetapi bahagia.

Zea : Kenapa? Teman-teman memanggilku Pup.

Tiva : Kamu tidak suka dipanggil Pup kan. Di TK-ku yang dulu, aku juga pernah diejek. Jadi aku ngerti perasaan kamu.

Zea : Kamu diejek kenapa?

Tiva : Em.

Tiva menundukkan kepala.

Zea : Oke. Nggak pa pa kalau kamu nggak mau cerita. Aku udah seneng banget ada yang mau manggil aku Ze-a. Oh ya namamu Tiva kan?

End flashback.

Cut:

INT.: Ruang tamu rumah Tiva, pagi hari.

Tajir: Em, Tiva meninggal karena apa bu? Apa sakit?

Ibu Tiva: Iya. Tipus.

Tajir: Tidak ke rumah sakit?

Ibu Tiva: Sudah. Tapi mungkin terlambat. Hiks. Tetangga saya juga pernah tipus tapi ya katanya seperti penyakit ringan. Jadi saya tidak menyangka Tiva akan pergi. Hiks.

Ibu Tiva menangis. Zea mengelus punggungnya. Ibu Tiva pamit masuk ke dalam.

Zea lalu menangis. Tajir menenangkan Zea. Tajir melihat sekeliling. Di dinding terdapat dua lukisan, lukisan seorang remaja dan lukisan keluarga yang terdiri dari ibu, anak remaja dan anak SD. Ibu tiva datang membawa wedang jahe.

    Ibu Tiva: Silahkan diminum.

    Zea dan Tajir: Terima kasih bu.

    Ibu Tiva: Saya tidak menyangka ada teman TK Tiva yang melayat. Tiva sudah lama tidak berhubungan dengan teman-teman lamanya. Terima kasih sudah datang.

    Tajir: Itu yang melukis Tiva bu?

    Ibu Tiva: Iya.

    Tajir: Dulu saya pernah diberi gelang sama Tiva. Ada gambar kalajengkingnya. Katanya dia nggambar sendiri.

Ibu tersenyum.

Tajir: Em. Apa anak perempuan dalam lukisan itu Tiva bu?

    Ibu tiva: Oh bukan. Itu adiknya Tiva. Tiva yang remaja.

Zea: Dia mirip sekali dengan Tiva.

Ibu tiva: Memang, setiap melihatZea saya teringat Tiva.

Zea : Zea, pasti dari Zea May ya bu?

Ibu Tiva: Iya. Tiva kan berarti padi, Zea berarti jagung. Awalnya Tiva tidak menyetujui nama adiknya, tetapi saya memaksa. Padi ditanam di musim hujan, sementara jagung ditanam di musim kemarau. Keduanya saling melengkapi sehingga menciptakan satu siklus pertanian. Saya ingin Tiva dan adiknya saling melengkapi seperti itu.

Zea : Ngomong-ngomong kenapa Tiva tidak menyukai nama itu?

Ibu Tiva: Tiva pernah cerita ada teman TK-nya yang nyebelin bernama Zea. Pas saya tanya dia nyebelinnya apa, apa Zea pernah ngganggu Tiva misalnya? Katanya nggak, cuma Zea suka kucing. Jadi saya pikir Zea sebenarnya bukan anak jahat, akhirnya saya tetap menamakan adik Tiva, Zea.

Zea : Apa Tiva masih membenci anak itu?

Ibu Tiva: Mungkin karena nama adiknya juga Zea, Tiva jadi tidak membenci anak itu. Sebelum meninggal Tiva bahkan pernah melukisnya. Katanya entah kenapa dia teringat dan ingin bertemu.

Tajir: Melukis?

Ibu Tiva: Iya. Tunggu sebentar.

Ibu Tiva keluar. Zea menangis.

Zea : Awalnya aku nggak percaya, kalau yang meninggal itu Tiva yang kita kenal. Tapi sekarang ini beneran dia.

Tajir mendekat ke Zea.

Zea : Jir, dia masih seumuran kita dan dia udah pergi hiks...

Tajir memegang tangan Zea.

Zea : Jir, Aku bahkan baru tahu sekarang. Bahkan nama lengkap Tiva hiks... Selama ini aku nggak pernah kepikiran tentang dia. Tiba-tiba dia udah meninggal.

Tajir hendak mengusap air mata Zea. Tapi Zea sudah mengusapnya lebih dahulu.

Zea : Dulu waktu kecil, pas masih sekelas aku nggak pernah mikir kalau kita akan berpisah, atau mungkin aku nggak ngerti apa arti perpisahan. Dan sekarang semuanya sudah terlambat. Kita nggak mungkin bertemu lagi. Hiks..

Tajir: Nggak cuma kamu aja, aku juga. Kita memang sibuk sekolah, kuliah, jadi melupakan orang-orang yang pernah dekat dengan kehidupan kita. Tapi itulah hidup. Kita harus memilih hal yang lebih penting untuk masa depan kita. Aku yakin dia bisa memaklumi karena dia juga punya cita-citanya sendiri.

Tajir memandang lukisan. Zea menangis. Tajir ingin memeluk Zea tapi tidak jadi karena Ibu Tiva datang sambil membawa lukisan. Ibu Tiva menunjukkan lukisan tiva. Ada dua orang anak perempuan. Salah satunya membawa kucing.

Ibu Tiva: Apa kalian tahu siapa anak ini?

    Zea : Iya, anak perempuan itu saya.

Cut:

EXT.: Jalan desa, siang hari.

Flashback:

Tiva memegang kerikil. Lalu melemparkannya ke samping anak kucing. Tidak terkena anak kucing. Anak kucing berlari beberapa langkah, lalu berhenti. Tiva mengambil batu berukuran lebih besar sedikit. Zea datang.

Zea : Tiva, apa yang kamu lakukan?

Zea berlari, lalu menggendong anak kucing. Ia melihat anak kucing itu berdarah. Zea melihat Tiva memegang batu.

Zea : Tiva, kamu tega sekali!

Tiva : Zea, kucing itu yang datang mendekat.

Zea : Kucing ini tidak jahat. Lihat, dia diam saja aku gendong, dia tidak menyakitiku.

Tiva : Zea, sebenarnya aku..

Zea : Lihat lukanya, Tiva.

Tiva : Aku benci kucing! (marah)

Zea : Tiva, kamu jahat. (marah)

Zea pergi meninggalkan Tiva.

Tiva : Zea, kamu mau kemana?

Zea : Mau nolong kucing ini.

Tiva : Aku bilang aku tidak suka kucing. Kalau kamu pergi kita nggak akan temenan lagi.

Zea tetap pergi. Tiva membuang batu yang ia pegang. Tiva menangis. Zea tidak melihat.

End flashback.

Cut:

INT.: Ruang tamu rumah Tiva, pagi hari.

    Zea : Saya minta maaf bu. Saya tidak berniat menyakiti Tiva. Saat itu saya hanya spontan. Besoknya saya menemui Tiva. Dia masih marah. Saya memintanya untuk menerima kucing itu, tapi dia tidak mau.

Ibu Tiva: Itu karena Tiva alergi terhadap kucing.

Zea dan Tajir: Alergi?

Ibu Tiva: Iya. Di TK lamanya, Tiva pernah memegang kucing. Lalu seluruh badannya mengalami kemerahan. Sejak saat itu Tiva selalu takut jika ada kucing yang mendekat. Tetapi Tiva tidak pernah menyakiti kucing. Tiva mungkin melempar batu, tetapi tidak akan sengaja mengenai kucing, hanya supaya kucing itu menjauh.

Zea : Kenapa Tiva tidak menceritakan itu kepada saya?

Ibu Tiva: Di TK sebelumnya, setelah insiden tubuh Tiva kemerahan, teman sekelasnya mulai mengejeknya. Bahkan beberapa anak nakal sengaja mendekatkan kucing ke tubuh Tiva. Mereka menganggap tubuh Tiva berubah warna itu lucu. Hiks..

Ibu Tiva menangis.

Ibu Tiva: Makanya saya memindahkan sekolah Tiva. Saya pikir Tiva berusaha merahasiakan hal itu dari teman-teman barunya.

Zea : Saya sama sekali tidak menyangka. Maafkan saya.

Ibu Tiva: Tiva bilang dia juga menyesal tidak menceritakan alerginya dan Tiva juga minta maaf karena ikut siswa lainnya mengejek kamu.

Zea : Ah, iya saya ingat setelah kejadian itu memang Tiva pernah memanggilku Pup. Tapi saya percaya Tiva melakukannya karena masih marah padaku.

Tajir: Bu, mungkin sudah saatnya kami pamit.

Ibu Tiva: Saya yakin Tiva senang kalian melayat.

Zea dan Tajir berdiri. Dompet tajir terjatuh ke lantai di belakang sofa. Tangan Tajir tak sengaja memegang saku. Ia menyadari dompetnya tidak ada.

Ibu Tiva: Ada apa?

Tajir: Em, dompet saya terjatuh. Oh, itu.

Tajir melihat sebuah dompet di lantai di depan sofa, di bawah meja. Tajir mengambilnya. Ia mengira itu adalah dompetnya. Tajir mencoba memasukkannya ke saku belakang ternyata jahitannya lepas.

Zea : Ada apa Jir?

Tajir: Nggak pa-pa.

Tajir memasukkan dompet ke saku baju.

Zea : Tunggu Jir. Em, bu, bisa tunjukkan kami makam Tiva?

Cut:

EXT.: Kuburan, pagi hari.

Zea : Tiva, ini sudah lama sekali. Maaf aku baru datang sekarang saat kamu sudah meninggal. Maaf hiks.

Tajir menenangkan Zea.

Zea : Tiva, maafkan aku, aku sudah salah paham kepadamu. Dulu aku berpikir kamu anak yang jahat, tetapi ternyata akulah yang jahat.

Tajir: Zea?

Zea : Itu benar Tajir. Pantas saja aku dihantui. Ternyata selama ini memang salahku. Maaf ya, kamu juga ikut dihantui.

Tajir: Apa maksudmu? Aku juga salah. Em, Tiva, aku juga minta maaf baru datang sekarang. Padahal kamu memberiku gelang. Dari semua hadiah ultahku waktu itu, gelang dari kamu yang paling keren. Makanya aku masih menyimpannya. Aku belum membalas hadiah ultahmu. Aku benar-benar minta maaf.

Zea : Tajir.

Zea : Tiva, kami benar-benar menyesal. Tiva, kami janji kami tidak akan melupakanmu. Jadi Tiva, tolong maafkan kami.

Penjaga makam 1: Waduh dek, percuma kalau ngomong sama orang yang sudah meninggal. Tidak akan merubah keadaan. Bisa-bisa malah syirik.

Tajir: Pak, ngapain ikut campur urusan orang.

Penjaga makam 1: Sebagian orang datang ke kuburan bukan karena tulus menyayangi yang meninggal, tapi justru karena ingin diampuni kesalahan diri sendiri.

Zea : Maksud bapak?

Penjaga makam 1: Jangan lupa meminta Tuhan mengampuni dosa yang meninggal. Ah, juga, kalau memang benar-benar menyesal, ya jangan diulangi lagi dan jangan lupa berdo’a dan bersedekah atas nama yang meninggal biar yang meninggal dapat pahala. Kalau perlu malah harus berbuat baik kepada keluarga almarhum.

Zea : Bapak benar. (tersenyum). Terima kasih pak.

Penjaga makam 2: Kenalanmu ya?

Penjaga makam 1: Bukan. Cuma peziarah.

Penjaga makam 2: Oh, ini kan ya yang mobil jenazahnya nabrak kucing?

Zea dan Tajir terkejut.

Penjaga makam 1: Bukan. Tapi sebelahnya.

Zea dan Tajir menoleh ke belakang melihat ke arah kuburan yang dimaksud. Mereka membaca namanya, “Agung”. Tanggal meninggalnya sama dengan tanggal meninggal Yummy.

Cut:

Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Tidak ada komentar