Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
INT. KAMAR KOS FADI SMA - MALAM
Fadi (15) sedang melamun dengan tangan memegang pena di atas buku. Ia menekuk dagu dengan sebelah tangannya.
Suara ponsel mengejutkan Fadi dari lamunan. Ia terlihat kesal karena itu. Sekali lagi ia perhatikan buku di depannya dan kembali bernapas resah. "70?" dengan tanda tanya memanjang lalu coretan pena melingkar yang membesar tampak di sana.
Cepat-cepat Fadi mengabaikan isi pikiran dan meraih ponsel dengan 20 tombolnya. Tertera nama "Kak Dian" di dalam sana. Fadi menekan tombol bertanda telepon warna hijau.
DIAN (SUARA DALAM TELEPON)
Halo, Assalaamu’alikum?
FADI
Wa’alaikumsalam, ada apa Kak?
DIAN (SUARA DALAM TELEPON)
Kamu lagi apa?
FADI
(melirik bukunya sejenak)
Gak ngapa-ngapain.
(berpura-pura tersenyum)
Fadi menunggu jawaban, tetapi Dian malah menarik napas dalam sebelum kemudian membuangnya dengan resah. Fadi menyipitkan mata, tidak siap dengan hal-hal seperti ini lagi. Namun, ...
DIAN (SUARA DALAM TELEPON)
Pusing aku di rumah.
Tri berantem lagi sama suaminya,
utang mereka diminta ke rumah.
Suaminya Kak Eci juga aneh banget,
masa kak Eci gak dibolehin ke rumah sama dia.
Padahal gak ada alasan yang jelas,
gak ada konflik apa-apa sebelumnya.
Mana kak Eci gak bisa ngebantah lagi.
Heran, kenapa suami kayak gitu harus didengerin coba?
Mana laporan magangku belum--
Fadi menutup telepon, ia tampak kehilangan semangat. Tangannya menggantung ke bawah dengan ponsel di genggaman yang hampir lepas. Matanya sayup, ia seperti kehilangan dirinya sendiri.
Namun, tiba-tiba rahangnya menegas, genggaman tangannya menguat. Ponsel di tangan ia banting hingga berserakan di atas lantai. Penghuni kos lain yang mendengarnya tampak kaget, tetapi pintu kamar Fadi masih tertutup.
Saat pemilik kamar membuka pintu dan berjalan keluar dari indekos itu, mereka hanya bisa menyaksikan tanpa berkata. Mereka hanya paham, bahwa Fadi sedang marah.
INT. KAMAR NANA DI RUMAH PAMANNYA - MALAM
Bunyi Tuut ponsel yang tengah menghubungkan panggilan mengiringi wajah semringah Nana. Lantas saat telepon terangkat dan suara wanita dewasa menjawab, Nana langsung diterjang senyuman yang begitu lebar.
BEGIN INTERCUT WITH
INT. RUANG KELUARGA RUMAH NANA - MALAM
IBU NANA (39) mengapit ponsel menggunakan bahu dan pipinya. Kedua tangannya sibuk memotong kepala bawang merah yang akan ditanam di sawah mereka.
IBU NANA
Halo? Assalaamualaikum, kenapa Na?
NANA
(tak kuat menahan senyum bahagianya)
Waalaikum salam, Bu!
IBU NANA
(ikut tersenyum mendengar nada bahagia putri sulungnya)
Ada apa?
NANA
(masih tersenyum lebar)
Bu, aku dapat kabar baik hari ini.
Ibu Nana masih tersenyum sambil menunggu kelanjutan cerita putrinya.
NANA (LANJUTAN)
Kata guru wali kelas aku,
aku dapat juara satu di kelas.
Aku ngalahin Fadi, Bu.
Aku nggak nyangka banget.
Padahal dari awal banyak banget guru yang muji dia.
Ibu Nana masih tersenyum dengan ujung jarinya-jarinya yang menghitam masih terus bergerak memotong kepala bawangnya.
Nana menarik napas dalam dan melepaskannya dengan lega dan bahagia. Itu membuat ibunya semakin bahagia di sisi lain sana. Menyadari ibunya tak banyak bicara, Nana pun segera melanjutkan.
NANA (LANJUTAN)
Bu, ibu sedang apa? Apa sedang sibuk?
Tiba-tiba BAPAKNYA NANA (41) datang dan berceletuk.
BAPAK NANA
Ibumu sedang motong bawang, buat ditanam lusa.
Doain semoga lancar di sini
dan bawangnya bisa tumbuh cepat.
NANA
(dengan nada kentara bahagia dan penuh harap)
Aamiin..
IBU NANA
(berbisik kepada suaminya)
Nana dapat juara satu katanya!
Sontak, bisikan itu membuat Bapak Nana tampak terkejut dan bersemangat. Ia segera meraih ponsel di bahu istrinya dan mendekatkan bibir untuk bicara.
BAPAK NANA
Itu benaran, Na? (dengan penuh harap)
NANA
(mengangguk seolah bisa dilihat)
Iya, Pak. Tadi guru wali kelasku bilang gitu.
Tapi, belum semua nilainya keluar, sih.
BAPAK NANA
Wah, syukurlah. Terus Fadi gimana?
Dia gak juara satu juga?
Mendengar jawaban itu membuat Nana tersenyum kaku, salah tingkah.
NANA
F-Fadi ... katanya dapat juara 2.
Ada nilainya yang jelek.
Padahal guru mata pelajaran itu
suka banget sama Fadi.
Jawaban itu membuat Bapak Nana ikut heran. Namun, ia kemudian menepisnya.
BAPAK NANA
Ya sudah, tidak peduli Fadi juara berapa,
yang penting kamu sudah berusaha
sekuat tenaga untuk dapat juara satu itu.
Ke depannya jangan lupa banyak berdoa
dan terus belajar biar makin baik.
Adekmu baru selesai mid semester ini.
Dia ikut lomba cipta cerpen di sekolahnya dan menang.
NANA
(masih tersenyum lebar)
Baik, Pak. Aku akan usahakan terus.
Kalau begitu, aku tutup dulu ya, Pak.
Mau lanjut belajar.
BAPAK NANA
(tersenyum lega)
Iya. Tutup ya, Assalamu’alaikum!
NANA
Waalaikum salam!
Nana menutup teleponnya. Ia meraih bukunya di atas meja, bibirnya masih tak bisa berhenti untuk tersenyum. Membuatnya harus menarik napas agar bisa berkonsentrasi dan kembali membaca lanjutan catatannya.
EXT. DEPAN GEDUNG KOS FADI SMA - MALAM
Fadi masih berjalan menunduk sebelum berhenti dan mengangkat kepalanya melirik pagar indekos. Ia menarik napas dalam sebelum memutuskan melangkah ke dapan.
Tepat pada langkah pertama, pagar itu terbuka menunjukkan sosok Abil yang hendak keluar. Abil sedikit terkejut sekaligus lega melihatnya. Fadi meneruskan langkah.
ABIL
Kamu dari mana aja?
FADI
(dengan energi minimal)
Jalan, keliling kompleks.
Abil mengangguk paham.
ABIL
Kamu gak mau ikut aku?
Anak-anak kompleks sini
ngajakin main malam-malam.
Fadi tak bereaksi. Abil yang melihatnya mencoba memahami saja. Ia lantas merogoh saku dan mengeluarkan ponsel Fadi yang sudah dipasang kembali. Fadi tampak kaget melihatnya.
ABIL (LANJUTAN)
(sambil menyodorkan HP)
Lain kali, jangan rusak barang yang kamu punya.
Kalau ada masalah bisa cerita sama kita.
Kita siap dengerin masalah kamu.
Fadi meraih ponselnya tanpa berkata apapun. Ia hanya merapatkan bibirnya menahan rasa malu akibat kata-kata Abil. Lantas Abil menepuk pundak Fadi dan berpamitan pergi.
ABIL (LANJUTAN)
Yaudah, aku pergi, ya.
Aku barusan ngopi anime ke laptop,
kamu bisa nonton sepuasnya selama aku pergi.
Senyuman Abil sebelum pergi ikut menyisakan senyum di wajah Fadi. Laki-laki itu lantas masuk ke dalam gedung indekosnya.
INT. RUANG KELAS X AKSELERASI - PAGI
Nana tampak bersemangat memulai harinya, tak jauh beda dengan murid-murid lain yang mungkin merasa ingin meningkatkan nilai mereka di semester depan. Berbeda dengan Fadi yang tampak tidak bersemangat sibuk memikirkan hal lain.
BEGIN FLASHBACK
Randi (25) bercerita sambil sesekali mengisap rokok.
RANDI
Dulu, waktu abang sekolah di sana,
ada satu guru yang benar-benar baik sama abang.
Namanya Pak Rahman. Dulu kalau abang gak sekolah,
dia bakal ke asrama buat ngobrol.
Dikasih uang jajan, rokok, dan lain-lain.
Dibujuk buat sekolah, tapi abang bilang males.
Pak Rahman terus bilang, yaudah,
sekolahnya pas lagi gak males aja.
Beliau benar-benar baik.
Saat mendengarkan itu, ekspresi Fadi tampak cukup kagum, ia juga sedikit heran dengan tindakan guru itu kepada abangnya.
Mendengar itu, TRI (23) juga ikut bercerita.
TRI
Aku juga dulu digituin pas tahu aku adiknya Bang Randi.
Aku sering minta uang jajan dan dikasih sama Pak Rahman.
Beliau emang orangnya baik banget.
Bang Randi jarang ke sekolah, kadang juga pulang duluan,
loncat pagar, tapi gak pernah dihukum.
Sementara murid lain itu biasanya
dibacain namanya waktu upacara
kalau ketahuan pulang duluan,
merokok, dan lain-lain.
Kali ini ekspresi Fadi tampak mengernyit.
FADI (V.O)
Emangnya mereka kenapa, sih?
Kok bisa segitunya disayang sama guru?
Kok aku jadi ngerasa aneh ya
kalau diperlakukan kayak gitu sama guru?
Rasanya aku gak mungkin bakal digituin.
Lagipula, siapa juga yang berani
minta uang jajan ke guru.
Kan gak adil juga buat murid lain.
Pada akhirnya Fadi memanyunkan bibirnya membayangkan cerita dari kakak-kakaknya itu.
END FLASHBACK
Fadi yang menyelesaikan ingatannya itu menarik napas dalam. Begitu kebetulan ia melihat Pak Rahman berjalan melewati kelasnya, ia pun tampak memutuskan sesuatu.
FADI (V.O)
Aku mungkin gak bisa dapatin
hal-hal hebat seperti kakak-kakakku.
Tapi aku akan melakukan apapun yang aku mau.
Dengan demikian, Fadi tersenyum. Ia melirik Guru Biologi di depan kelas dan mengacungkan tangannya. Guru Biologi dan murid lain melirik.
FADI
(dengan ekspresi bahagia)
Bu, saya izin ke toilet sebentar.
Tampak Nana dan yang lain merasa heran karena Fadi jarang meminta izin ke toilet selama kelas. Terlebih kali ini ia tampak bahagia dengan itu. Sementara Guru Biologi hanya bisa mempersilakannya.
GURU BIOLOGI
Boleh, silakan!
Dan dengan riang Fadi berjalan keluar kelas.
INT/EXT. MUSALA SMA - SIANG
Bel tanda jam istirahat berbunyi. Fadi yang sedang terbaring lelap di atas hamparan sajadah membuka mata. Ia meregangkan otot-ototnya sambil tersenyum lega lalu bangkit ke luar musala. Murid-murid dari kelas lain tampak berhamburan mengisi lorong dan jalanan menuju kantin. Beberapa dari teman kelasnya juga tampak menuju ke arah kantin dekat musala.
SISWA 1
Loh, Di, kamu di sini?
Fadi hanya tersenyum membalasnya. Sementara Abil menggeleng pusing melihatnya.
ABIL
Bu Guru nanyain loh tadi,
kenapa kamu lama banget ke toiletnya.
Fadi sekali lagi hanya tersenyum membalasnya. Namun, Abil menatap untuk mendesak jawaban. Hingga akhirnya Fadi buka mulut.
FADI
Gak usah dipeduliin!
Aku cuma males aja di kelas.
Beberapa murid lain yang mendengar itu termasuk Nana mulai berpikiran bahwa itu berkaitan dengan kabar yang mereka dengar kemarin. Mereka menatap Fadi dengan simpati karena paham dengan kekecewaan anak itu. Hingga guru wali kelas mereka lagi-lagi menampakkan diri dan menarik perhatian.
GURU WALI KELAS
Eh, anak-anak ibu lagi pada di sini semua.
Pada mau jajan apa?
BEBERAPA SISWI
Gorengan, Bu. Salome juga.
SISWA 2
(nada bercanda)
Beli yang bisa dimakan, Bu. Asal enak.
Jawaban yang membuat mereka tertawa bersama, kecuali Fadi yang tampak khambar dengan semuanya. Guru Wali Kelas itu kemudian melirik Fadi.
GURU WALI KELAS
Fadi, gak makan?
FADI
(menggeleng)
Enggak, Bu.
ABIL
(menyahut)
Dia udah makan dari tadi, Bu.
Izin ke toilet sampe jam istirahat,
tahunya tidur di musala.
Sahutan itu membuat Fadi menggaruk tengkuk yang tak gatal. Guru Wali Kelas tersenyum mendengarnya.
GURU WALI KELAS
Omong-omong, Ibu ada mau ngasih tahu nih ke kalian.
Nana, Fadi, dan yang lain langsung menyimak mendengar itu.
GURU WALI KELAS (LANJUTAN)
Buat Nana sama Fadi, ibu minta maaf, ya.
Ternyata Nana dapat juara 2.
Fadi yang juara 1.
Kemarin ibu salah lihat nilainya Fadi.
Nilai biologinya Fadi harusnya 95 bukan 70.
Nilai kalian yang lain juga sudah masuk semua ...
Mendengar hal itu, Fadi tidak terlihat bersemangat. Ia justru sedikit kesal. Namun, sebisa mungkin menutupinya. Perkataan Guru Wali Kelasnya setelah itu tak ia hiraukan lagi. Ia hanya melirik Nana yang tampak kesulitan menyembunyikan kekecewaannya.
Fadi menunduk lesu, ia kesal, tetapi terus menahannya. Ia lantas meninggalkan Guru Wali Kelas dan gerombolan temannya menuju kelas mereka.
FADI (V.O)
Ini menyebalkan.
Aku tak mau lagi mendengar semua ini.
Fadi pun menidurkan diri di bangkunya.
WASH OUTINT. KAFE RIGHT TIME - SIANG
Fadi (21) mengetik di laptopnya dengan semangat.
(CU) Layar laptop menampilkan tulisan yang terus bertambah.
FADI (DALAM TULISAN)
Sejak saat itu, Fadi menghabiskan
waktunya dengan bermalas-malasan.
Di sekolah ia sering tidur,
kadang menulis puisi atau menggambar dalam pelajaran.
Di rumah, dia membaca cerpen,
menulis cerpen, menonton anime,
drama korea, dan banyak jenis film lain.
Dan itu terbawa hingga ia kuliah.
Ia menjadi gamer dan merusak kuliahnya.
Sesaat Fadi menjeda. Wajahnya terlihat memikirkan sesuatu. Dia menyadari hal yang tidak bagus.
FADI (V.O)
Apa gue benar-benar jadi seperti ini sejak saat itu, ya?
(mulai mendongak) Gue sekarang banyakan main game
dan itu ngerusak kuliah gue,
tapi di sini gue berusaha nyari cara buat dapatin HP baru
karena gak tahan hidup tanpa HP.
(mulai merengut) Apa gue berhenti aja ya buat berjuang?
Fadi melemas, ia menunduk mengamati kakinya. Ia terlihat berpikir. Lalu menggeleng kencang.
FADI (V.O LANJUTAN)
Enggak, gue pengen beli HP bukan cuma buat main game.
Kuliah bentar lagi mulai dan gue butuh hp buat itu.
(mengangguk sendiri) Gue juga harus nulis cerita ini
biar orang-orang tuh tahu,
ada hal-hal yang bisa bikin orang lain
terbebani, terluka, dan melemah.
Fadi kembali mengangkat kepalanya lagi. Menarik napas penuh tekad. Ia kemudian melirik Rio yang tampak larut dalam perbincangan dengan tantenya. Pemandangan itu membuatnya sedikit lega. Ia pun kembali menatap layar laptop dengan tatapan sedikit sedih.
FADI (V.O LANJUTAN)
Apa aku tulis tentang Rio juga, ya?
Ia pun menarik napas dalam dan sekali lagi melirik Rio di seberangnya.