Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
FADE IN WHITE
INT. RUANG LOMBA CERDAS CERMAT - SIANG
Sinar putih berpusat di tengah layar, seperti saat mentari menyelinap lewat celah dedaunan, bergerak, berpendar, membesar lalu memenuhi layar dan memudar.
Wajah Fadi (9) dan anak-anak lain terpasang serius mendengarkan soal yang akan dibacakan panitia.
(CU) Mata Fadi terlihat fokus menatap ke arah PANITIA (40) yang berada sekitar 10 meter di depannya.
PANITIA (O.S)
Dengarkan baik-baik, satu tangan di atas bel.
Ini babak rebutan.
Jadi, siapapun berhak untuk menjawab.
(CU) Mata Fadi bergerak ke bawah.
(CU) Pena di tangannya sudah tergenggam siap.
(CU) Mata Fadi bergerak lagi, sedikit ke kiri.
(CU) Beberapa coretan angka dan kata-kata acak dan berantakan terlihat di atas kertas buram di atas meja.
PANITIA (O.S LANJUTAN)
Jawaban benar bernilai seratus,
jawaban salah bernilai minus seratus.
(CU) Mata Fadi bergerak sangat ke kiri.
(Follow) NANA (9) dari regu D sedang menatap balik ke arahnya.
PANITIA (O.S LANJUTAN)
Soal matematika.
Nana kembali fokus ke arah pena dan kertas di hadapannya.
(BCU) Mata Fadi bergerak kembali menatap ke bawah dengan tajam.
(BCU) Tangan Fadi menempelkan ujung pena dengan kertas buram.
(BCU) Bibirnya terbuka sedikit. Suara embusan napasnya terdengar pelan, menjaga konsentrasi. Lalu bibirnya dikatupkan dengan erat.
PANITIA (O.S LANJUTAN)
Kelipatan Persekutuan Terkecil ...
(BCU) Fadi menekan ujung pena ke atas kertas buram.
PANITIA (O.S LANJUTAN)
... atau KPK dan Faktor Persekutuan Terbesar
atau FPB dari
2, 4, 6, 8, 12, 18, 24, 36,
dan 72 adal--
TEET!
(BCU) Seruas jari tangan menekan tombol bel di atas meja.
Lampu merah bersinar terang di depannya. Terlihat papan kecil menunjukkan itu adalah meja regu B.
FADI
KPK 72 dan FPB-nya 2.
Fadi menjawab terburu-buru.
(BCU) Tangan kanannya tak bergerak dari posisi semula, bahkan penanya tidak menulis apapun selain titik dari tindihan pena di atas kertas.
(CU) Fadi mengatupkan bibir, gugup menunggu balasan atas jawabannya.
Sejenak panitia pembaca soal terdiam, wajahnya terlihat bingung dengan mikrofon bergantung di tangan.
Peserta lain hanya melihat Fadi dengan pelongo. Termasuk Nana yang tampak kagum sekaligus iri kepadanya.
Beberapa penonton juga ada yang tampak kaget, membulatkan mata. Beberapa tak sadar membulatkan mulutnya, beberapa lagi tak paham apa-apa.
Salah satu panitia lain menepuk lengan pembaca soal. Ia pun menyadarkan diri dan melirik kunci jawaban.
PANITIA
(sangat bangga dan lantang)
Jawaban benar nilai 100 untuk regu B.
Wah, bahkan saya belum selesai membaca soalnya, ya.
Hebat sekali regu B ini.
Pujian itu langsung membuat Fadi bersemu. Teman-teman satu regunya menggeleng kagum melihatnya, sementara regu lainnya tampak kecewa seolah dihadapkan dengan pertarungan yang tidak adil.
Nana sendiri hanya menghela napas pasrah yang penuh resah. Ia melirik kertas buram yang dipenuhi kotak-kotak berisi soal, termasuk yang baru saja dibacakan, yang belum ia beri jawaban.
PENONTON 1
Wah, gila!
PENONTON 2
Dia bahkan tidak menggunakan pulpennya.
PENONTON 3
Dia bahkan tidak menunggu soalnya selesai.
(menggeleng tak percaya)
PENONTON 1
Jenius! (ikut menggeleng tak percaya) (beat)
DISSOLVE TO
INT. RUANG KELAS 3 SD - SIANG
GURU 1 (37) berdiri di hadapan Fadi sambil mengacak pinggangnya frustrasi. Ia menatap tak suka ke arah murid di hadapannya.
GURU 1
(dari tinggi ke rendah)
Kamu ini, kenapa kalau mata pelajaran ibu
tidak bisa apa-apa?!
Percuma kamu bisa matematika
kalau tidak bisa yang lainnya.
Fadi kecil meneteskan air mata, menatap lantai sambil memegang erat celana merah hati panjangnya.
GURU 1 (LANJUTAN)
Pokoknya ibu tidak mau tahu,
minggu depan kamu harus menyelesaikan catatan
sampai bab 5 dan menghafal isinya.
Ibu akan melihat hasilnya minggu depan.
Sekarang kembali ke tempat duduk kamu!
Fadi bergerak tanpa bisa mengeluarkan kata-kata karena takut tangisannya makin terdengar. Saat ia hendak duduk kembali ke bangkunya, seorang GURU 2 (32) datang mengetuk pintu kelas dan membuatnya berbalik.
GURU 2
Permisi, Bu. Saya ingin memanggil Fadi
untuk mengikuti kelas matematika di kelas 6
untuk persiapannya ikut lomba besok.
Guru 1 melirik malas ke arah Guru 2 dan memanggil Fadi untuk memenuhi panggilan.
Fadi pun menghela napas berat dan mengambil alat tulisnya sebelum berjalan menuju pintu kelas.
(CU) Guru 1 kemudian menutup pintu kelas setelah Fadi keluar.
INT. DAPUR RUMAH FADI - SIANG
Tek!
(CU) Tangan MAMA FADI (46) tampak ulet memotong sayur nangka di atas talenan besar hingga mengeluarkan bunyi ketukan. Suara peraduan pisau dan talenan itu terdengar mendominasi rumah yang lengang. Sisa nangka yang belum dipotong tinggal sedikit.
(CU) Uap panas mengguncang tutup panci di atas kompor dengan pelan, suara mendidih rebusan kikil mulai terdengar mengiringi aduan pisau dan talenan.
Mama Fadi berhenti sejenak sambil memandangi panci yang tutupnya mulai terangkat-angkat.
MAMA FADI
(lantang)
Fadi! Sini!
INT. KAMAR FADI - SIANG
Fadi yang sedang bermain dengan sisir, gunting, pulpen, pensil, tasbih, dan pompom kecil dari tali rafia langsung menghentikan aktifitasnya.
Fadi berdiri dan lari keluar kamar menuju dapur. Ia melewati sebuah foto keluarga berisi ayah, ibu dan 8 kakaknya dengan dia yang masih berusia 6 tahun berada di tengah.
INT. DAPUR RUMAH FADI - SIANG
Mama Fadi sedang membilas sayur nangka yang tadi dipotongnya. Fadi berdiri di dekat mamanya.
FADI
Gimana, Mah?
MAMA FADI
(tegas)
Buka panci itu, aduk isinya!
Fadi segera mendekati panci di atas kompor. Melihat tutupan panci yang begerak-gerak, Fadi pun dengan cepat meraih tutup panci tersebut untuk mengangkatnya.
Namun, Fadi segera melepas pegangannya karena terasa panas. Tutup panci itu jatuh dan mengejutkan mamanya.
Mama Fadi berbalik dengan wajah berang, kesal karena dikejutkan.
Fadi yang semula meniup-niupkan tangannya karena kepanasan, mulai menyadari tatapan kesal mamanya dan langsung tertunduk saat melihat tatapan itu sekilas.
Mama Fadi mendesis.
MAMA FADI
(tinggi)
Kamu ini, ya, gak ada becus-becusnya!
Fadi memungut tutupan panci di lantai sambil mendengar kata-kata itu.
Suara didihan kikil di dalam panci semakin besar dan kuahnya tampak membubung.
Mama Fadi melirik ke arah panci dan mendecak sekali lagi.
MAMA FADI (LANJUTAN)
Sudah, cepat sana ambil sendoknya!
Fadi tampak panik, ia segera meletakkan tutup panci di tempat tersedia dan mencari sendok yang dimaksud, sebuah spatula kayu berukuran panjang.
Fadi kemudian mengaduk kikil di dalam panci dengan kedua tangan.
Mama Fadi kemudian mendekati dan mengambil sendok dari tangan Fadi.
MAMA FADI (LANJUTAN)
Ambilkan garam!
Fadi menurut dan bergerak ke lemari dapur.
Mama Fadi meletakkan sendok ke atas tutupan panci lain dan mulai memasukkan sayur nangka ke dalam panci berisi kikil.
Fadi kembali dengan tabung garam di tangannya. Ia menunggu dan menyaksikan mamanya memasukkan semua nangka yang terpotong tadi sampai habis.
Mama Fadi kembali meletakkan wadah nangka lalu mengulurkan tangannya ke arah Fadi.
Tanpa diberitahu, Fadi membuka tutup tabung garam. Lalu menyerahkan ke tangan mamanya.
Namun, saat Mama Fadi hampir menerima tabung itu, Fadi terlalu cepat melepaskannya. Tabung garam pun jatuh dan isinya berserakan di atas lantai.
Fadi sangat terkejut melihatnya. Namun, ia lebih penasaran dengan reaksi mamanya.
Dan tepat saat Fadi mengangkat muka, tangan mamanya sudah terangkat ke arahnya. Fadi menutup mata sebagai respon, seketika semuanya menggelap.
Suara PRAK terdengar mengisi ruangan.
FADE IN
EXT. JALANAN - SORE
Fadi (21) baru saja keluar dari gang kosan Dava. Ia mencoba meraba saku celana, hendak mencari sesuatu, dan tiba-tiba seperti menyadari sesuatu.
Ia mendecak kecil, agak kesal dan juga malas. Sekilas ia melirik jalanan, beberapa motor melewati jalan, beberapa ada pengendara bersergam ojek online. Ia kemudian kembali melirik ke dalam gang, arah kosan Dava, lalu bernapas resah.
Barulah ia memutuskan untuk melanjutkan jalan.
Fadi berjalan dengan wajah dongkolnya yang seskali terlihat bersedih. Buku-buku tangannya yang terkepal tampak mencetak dari balik saku hoodie yang ia pakai. Di saat seperti itu, sesekali rahangnya akan tampak mengeras dengan bibir menggumamkan sesuatu.
FADI
Kenapa juga gue harus pergi kayak gitu tadi?!
Kenapa juga ni hp gak mau nyala?!
Fadi menggigit bibirnya sebelum dilepas kembali.
FADI (LANJUTAN)
Kenapa gue harus semarah itu
cuma karena candaannya Dava?
Tapi, ah, salahnya sendiri lah
bercanda pas orang lagi gak mau!
Fadi mengetatkan bibirnya jadi lingkaran kecil.
FADI (LANJUTAN)
Kenapa juga gue harus jadi kayak gini?
Rahang Fadi sekali lagi mengeras. Tangannya keluar dari saku hoodie dan merambat ke sela rambut. Ia mengacaknya pelan, tanda frustrasi yang masih coba disamarkan. Ia lantas menarik napas dalam sebelum mempercepat langkah.
Fadi melewati pom bensin, area pagar kampus, hingga beberapa gang pemukiman sebelum sampai ke pangkalan angkutan umum yang biasa dipakainya dan memakai salah satu yang bertanda GL. Fadi lalu duduk dan melamun di dalamnya.
BEGIN FLASHBACK
DISSOLVE TO
INT. KAMAR KOS FADI - MALAM
Fadi bermain gim di dalam kamar di atas kasurnya. Jari tangannya menekan tangkas sementara wajah menampilkan ekspresi serius. Sesekali senyuman terlintas di sana.
FADI
Rasain lu anj***! Makan tuh ba**!
Fadi terus menekan dengan ekspresi semringah yang bersemangat. Namun, tiba-tiba rautnya berubah.
FADI (LANJUTAN)
Loh loh loh? Lah! Kok, hp gue mati?!
Layar ponselnya gelap. Fadi segera menekan kembali tombol daya dengan lama. Sembari tangan kirinya meraih kabel charger di samping kasur. Fadi mencolokkan kabel ke lubang pengisi daya.
Tampak tulisan daya 2% pada layar ponsel. Fadi mendecak kesal sembari terus menekan tombol daya hingga layar ponsel menunjukkan proses booting dan akhirnya menyala.
Tak sabar, Fadi membuka menu aplikasi dan menekan ikon gim untuk membukanya.
Fadi menunggu dengan tidak sabaran dan akhirnya berhasil masuk kembali dalam permainan. Ekspresi wajahnya langsung buruk saat melihat posisi tim mereka hampir kalah. Ia pun kembali melanjutkan permainan dengan daya ponsel menuliskan angka 1%, turun dari saat dicolok.
Tepat saat markas mereka dihancurkan dan gim hendak menyebut kata "defeat", ponsel Fadi kembali meredup dan akhirnya mati menunjukkan lambang daya yang sedang diisi dari 0%.
END FLASHBACK
EXT/INT. KAMAR KOS FADI - SORE
Fadi menutup matanya sambil mendesis perih menahan ingatan yang disesali. Ia segera mengoyak kunci pintu kamar dan memutar kenopnya untuk bisa masuk.
Fadi memasuki kamar kos dan menutup pintunya sembarang sebelum menjatuhkan diri ke atas kasur bersama ransel yang masih di punggung.
FADI
(gumam)
Arghhh! Ngeselin!
Fadi pun kemudian kembali bangkit untuk mengeluarkan ponsel dari dalam ransel bersama dengan chargernya. Ia mencolok charger ke colokan samping kasur dan mengamati layar ponsel yang tertulis 2%.
Fadi kemudian mengembus napas kesal sebelum kembali menempelkan wajah pada kasur dan meninggalkan ponselnya.
FADI (V.O)
Haah.. Mari jadi pangeran tidur saja.
Ia lantas menutup matanya.
FADE OUT TO BLACK
FADE IN
INT. KAMAR KOS FADI - PAGI
Fadi mengernyitkan dahi, masih dalam keadaan mata tertutup. Ia kemudian perlahan bangkit, mencoba menyesuaikan diri dengan cahaya pagi dan lampu kamar yang belum ia matikan.
Fadi melirik lampu kamar, silau. Ia bangkit dan mematikan lampu itu, lalu melirik ponselnya di samping kasur.
Segera ia kembali duduk dan meraih ponsel itu. Fadi menekan tombol, menunggu-nunggu dengan harap cemas.
Layar ponsel menyala, menunjukkan ikon batrei sedang diisi dengan angka 22%. Ekspresi Fadi tampak tidak terpuaskan, pasalnya ia sudah mencolok pengisi daya sejak tadi malam.
Fadi masih menekan tombol power cukup lama, sampai proses booting ditampilkan, muncul merek ponsel.
Fadi menggigit bibir dengan cemas. Proses loading berhasil dilewati. Fadi tampaknya agak bahagia. Ia mencoba membuka menu aplikasi, berhasil masuk. Lalu notifikasi media sosial berangsur masuk. Wajah Fadi semakin cerah.
Fadi mengklik salah satu pesan dalam aplikasi perpesana, dari Nana.
NANA DALAM PESAN
Di, kamu ada nyimpen foto-foto kita
pas ikut lomba waktu SMP, gak?
Fadi yang membacanya dengan senyuman mulai menekan layar untuk mengetikkan balasan.
FADI DALAM PESAN
Kayaknya--
Ekspresi Fadi tampak buruk. Layar ponselnya sudah menggelap, mati. Ia menekan-nekan layar dan tombol daya, tak ada respons. Lantas ia menekan tombol daya sekali lagi, kali ini agak lama.
Layar ponsel menyala, menampilkan batrei sedang diisi dengan angka 16%. Fadi tampak heran karenanya. Ia mengeraskan rahang dan menekan tombol daya lebih lama lagi.
Layar mati, lalu hidup lagi, menunjukkan ikon batrei diisi lagi. Kali ini angkanya 9%. Makin tak masuk akal bagi Fadi yang menukikkan alisnya.
Fadi menggigit gigi, menekan tombol daya lama-lama. Layar ponsel mati dan hidup lagi dengan kondisi sama. Namun, angkanya kali ini 2%.
Fadi meletakkan ponselnya ke lantai karena kesal. Namun, berusaha sebisa mungkin menghindari benturan padat. Ia mencoba berpikir sejenak sambil mengamati ponselnya.
Ia meraih ponsel itu dan mencabut colokan pengisi daya dan memasukkannya lagi. Ia berharap-harap cemas sambil menekan tombol daya. Tapi hasil yang muncul jadi lebih buruk. Ikon batrei sedang diisi dengan angka 0%.
Fadi meremas ponsel seolah ingin meremukkannya. Kemudian meletakkan ponsel itu lagi, kali ini lebih kasar.
Fadi tampak frustrasi. Tangannya kirinya naik merambat di sela rambut, sedikit menjambak, lalu mengusap-usapnya dengan kasar.
Ia mencoba menimbang, menatap lantai. Menarik napas resah.
Tak sengaja mengangkat wajah, melihat kaos yang ia lukisi wajahnya sendiri dengan pose tersenyum. Di sampingnya ada beberapa kaos yang diwarnai dengan teknik jumputan atau Tie Dye.
Fadi mulai menatapnya tajam, menghimpun napas agar lebih kuat, lalu mengangguk mengiyakan pikirannya sendiri.
Wajah Fadi kembali cerah. Ia tampak semangat dengan senyumannya. Meraih ponsel dan chargernya lalu bangkit dari duduk menuju pintu kamar. Fadi membuka pintu, lalu keluar dengan tegas.