Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
Mama, Aku Pengen Beli HP Baru!
Suka
Favorit
Bagikan
3. Baik-Baik Saja

EXT. PINGGIR JALAN - PAGI

Fadi melirik tempat servis HP dengan ragu. Tampak seorang pria di toko itu masih bersiap-siap, tokonya baru saja buka.

FADI (V.O)

Ayo, gak boleh takut!

Biasa aja, gak ada yang larang lu buat servis HP.

Tanya-tanya doang juga gak masalah.

Ayo, lu udah bulatin tekad.

Ini bukan apa-apa.

Fadi menarik napas dalam, mengumpulkan kepercayaan dirinya. Lantas berjalan gegap ke arah toko servis.

INT. TOKO SERVIS HP - PAGI

Fadi memasuki toko dan berdiri di depan etalase dengan set senyuman di wajahnya. Seorang pria yang sedang mengamati ponsel-ponsel di meja servis tampak sadar dan menoleh ke arah Fadi.

Fadi tersenyum lebar lalu dengan cepat menyampaikan maksudnya.

FADI

Misi, Mas! Saya mau nanya soal HP saya, dong.

TUKANG SERVIS (22) itu menyambut dengan senyum hangat dan berjalan mendekati Fadi di sisi lain etalase.

TUKANG SERVIS

Mau nanya apa, Mas?

Fadi menunjukkan HP-nya.

FADI

Ini Mas, HP saya mati, gak bisa dinyalain.

Kalau saya cas, batreinya gak mau nambah,

malah kurang terus.

Sekarang jadi 0% terus, gak nambah lagi.

Tukang Servis itu tampak memikirkan sesuatu. Tangannya dimajukan ke arah Fadi. Fadi yang paham segera menyodorkan ponselnya.

TUKANG SERVIS

(sambil melihat-lihat HP Fadi)

Sejak kapan begini, Mas?

(lanjut menekan tombol power lama-lama)

FADI

Baru kemarin, Mas. Tapi, masalah batreinya

yang kadang kurang dan cepat habis itu

emang udah berbulan-bulan, sih.

Fadi agak tidak enak mengakui kalimat terakhirnya. Mas Tukang Servis itu hanya mengangguk sambil terus melihat ponsel yang menampilkan batrei 0% lalu mati kembali.

TUKANG SERVIS

Kalau gitu, saya coba periksa dulu, ya!

FADI

Baik, Mas.

Fadi mengamati apa yang dilakukan Tukang Servis. Tukang servis itu menuju ke sebuah rak dengan banyak kabel-kabel tak jelas. Salah satu kabel USB dicolokkan ke ponsel Fadi.

Tukang Servis tampak menunggu. Lalu layar ponsel tampak menyala. Fadi tidak bisa melihat isinya dengan jelas. Beberapa saat mengamati respons HP itu, akhirnya Tukang Servis mencabut kabel dan kembali ke arah Fadi. Fadi menunggu dengan harap.

TUKANG SERVIS

Kalau dilihat, ini bisa jadi

masalah soket cas atau IC di dalamnya.

Tapi kemungkinan besar sih IC-nya,

soalnya tadi casnya masuk

tapi gak nambah sama sekali.

FADI

(sambil mengangguk)

Iya juga sih, Mas. Terus kalau mau

benerin kira-kira butuh berapa, ya?

Lagi-lagi wajah Fadi tampak menunggu dan berharap. Tukang Servis berpikir sejenak.

TUKANG SERVIS

Kalau soket sih sekitar 80 ribu juga cukup,

tapi kalau bagian dalamnya itu

bisa 350 an gitu mas paling sedikit.

Soalnya harus diganti dulu itu isinya.

Fadi mengangguk paham dan tak bisa menutupi kesulitan dari wajahnya. Ia kemudian memberikan senyuman. Tukang Servis paham dan segera menyerahkan ponselnya kembali.

FADI

Yaudah, Mas. Saya belum ada duitnya sekarang.

Kalau nanti ada duitnya saya cek lagi ke sini, ya.

TUKANG SERVIS

Iya, Mas. Gak apa-apa.

FADI

Makasih, ya, Mas!

TUKANG SERVIS

Sama-sama.

Fadi berbalik dan keluar dari tempat servis itu. Ia berjalan menuju kosannya sambil berpikir.

FADI (V.O)

Sekarang gue harus ngapain?

Bang Rian lagi butuh hemat,

gue belum bisa apa-apa,

tapi benerin HP-nya butuh ratusan ribu.

Duit di dompet sisa 15 ribu.

Buat makan gue masih bisa tahan

karena bisa ngutang ke ibu kos,

selain itu gue gak tahu harus gimana.

Fadi menyusupkan tangannya ke sela-sela rambut. Namun, kali ini ia tak mengacaknya. Dan terus berjalan dengan gegas ke kosannya.

INT. KAMAR KOS FADI - PAGI

Fadi masuk dan langsung duduk di atas kasur. Wajahnya masih penuh pikiran. Namun, ia merehatkan diri dan mencolok charger ke ponsel meski tahu itu sia-sia.

Ia kemudian menarik napasnya dan mengamati baju-baju karyanya sekali lagi. Lantas ia mengembuskan napas bulat.

Fadi meraih ranselnya dan mengeluarkan sebuah laptop dari sana beserta chargernya. Ia mencolok charger ke listrik dan laptop, lalu menyalakan perangkat itu.

Komputer menyala dengan baik, Fadi segera membuka file explorernya. Di sana ada 3 drive: "Sistem", "My Lab", "My Love".

(CU) Kursor mengarah ke Drive My Lab, lalu foldernya terbuka. Kursor lanjut bergerak membuka folder "Bisnis Suratin". Selanjutnya kursor membuka fail bernama "Proposal Bisnis Suratin" yang berbentuk dokumen word.

(CU) Fadi memperbesar tampilan dokumen dan menggulirnya hingga tampak bagian ’Deskripsi Suratin’.

(CU)"Suratin adalah aplikasi yang menyediakan layanan pembuatan surat instan yang dapat mempermudah masyarakat yang punya banyak kesibukan untuk mengurus surat hanya dengan klik-klik saja."

Fadi yang menatap itu menarik napasnya sambil tersenyum lalu menutup dokumen. Ia kemudian menuju folder utama dan mencari folder "Jeho" lalu membuka sebuah gambar kaos dengan desain logo JEHO di dalamnya. Ia sekali lagi tersenyum lalu menutup fail dan keluar dari folder itu.

Fadi lanjut ke folder "Kreavi" dan membuka gambar-gambar WPAP wajahnya dalam berbagai versi warna dan sudah dimasukkan dalam desain kaos dan casing ponsel. Fadi masih tersenyum dan terus menutup gambar-gambar itu untuk kembali ke folder utama.

Ia lanjut membuka folder "Novel" dan mendapati beberapa folder dengan judul berbeda-beda: "Dua Api", "Dua Pengkhayal", "Jendral dan Si Pendengar", "Mawar dalam Beling", dan "Laskar Biru"

Satu per satu ia buka folder-folder itu, Dua Api sudah berisi 13 fail chapter. Dua Pengkhayal sudah mencapai 12 fail. Jendral dan Si Pendengar masih 2 fail, Mawar dalam beling 2 fail, sedangkan Laskar Biru masih 7 fail.

Fadi menarik napasnya kecewa. Ia lalu kembali ke folder utama dan membuka folder "Skenario" dan menemukan satu folder dengan nama "Penyihir Terbaik". Fadi pun membukanya dengan ragu, dan menemukan 2 fail chapter dan 1 fail kerangka di sana.

Fadi mengembus lemas. Ia kemudian kembali melirik kaos-kaos karyanya, seolah bisa menemukan kekuatan positif dari sana. Dan itu tampak berhasil karena ia kembali tersenyum kuat sebelum RIO (22) berdiri di depan pintu kamarnya.

RIO

Boy!

Fadi melirik mendengar panggilan itu.

RIO (LANJUTAN)

Dari mana aja lu? Kok baru kelihatan?

Fadi tersenyum salah tingkah.

FADI

Dari kosan temen, main game aja.

RIO

Lah! (sedikit tertawa)

Btw, gue abis dari luar nih,

tapi mau keluar lagi.

Lu mau ikut, gak?

Fadi tampak penasaran.

FADI

Kemana?

RIO

Right Time.

FADI

Tempat apaan tuh?

RIO

(terkejut)

Hah? Lu gak tahu kafe Right Time?

FADI

(agak tersudut)

Lah, kan gue emang jarang keluar.

Jarang ke tempat gituan.

Rio seolah menyadarkan diri.

RIO

Iya juga, ya. Ya udah, gue bakal

jadi yang pertama bawa lu ke sana.

Lu siap-siap, ya!

Fadi tampak ingin menolak tapi tak sempat karena Rio segera masuk kamarnya. Sesaat kemudian Fadi tampak berpikir lagi sambil mengamati laptopnya.

FADI (V.O)

Kalau gue ke kafe lagi,

mungkin bakal mahal kali, ya?

Ah, gue harus bilang nih ke Rio.

Tapi, kalau misalnya bisa ke sana,

kayaknya bagus juga, sih.

Bisa main wifi gratis.

Fadi tampak suka dengan idenya sendiri. Ia mengangguk pelan lalu keluar kamar menuju kamar Rio.

INT. KAMAR KOS RIO - PAGI

Fadi di ambang pintu tampak geli melihat Rio sedang memandangi tubuhnya tanpa atasan di depan cermin. Namun, rasa gelinya tidak seburuk itu, setidaknya ia tak mempermasalahkan keanehan temannya itu.

FADI

Boy, di Right Time ada wifinya kan?

Fadi menunggu jawaban dengan harap. Rio yang biasa ganti baju tanpa tutup pintu seolah baru sadar bahwa Fadi ada di kamarnya. Rio tampak berpikir sejenak tentang pertanyaan temannya. Lalu kembali fokus menikmati otot-otot di tubuhnya sendiri.

RIO

Ada. Entah kenapa gue harus mikir buat itu tadi.

Fadi mengabaikan jawaban kedua.

FADI

Kalau colokan?

RIO

Ada. Tenang aja.

FADI

Terus harga minuman paling murah berapa?

Sontak Rio berbalik dan menatap Fadi lamat-lamat. Fadi terlihat heran dengan perlakuan Rio tersebut. Rio mengembus napas pasrah dan kembali lagi ke cerminnya.

RIO

Kan, gue yang ngajak Boy.

Masa gitu aja lu tanya!

Tenang, nanti gue bayar.

Ini gue lagi seneng.

Kita nanti juga ketemu ama tante gue,

dia tuh punya banyak duit.

Nanti pasti dikasih deh guenya.

Fadi tampak cemberut mendengar jawaban Rio, sebenarnya tak ingin diperlakukan sebaik itu. Harga dirinya terbiasa memberi alih-alih diberi. Tapi ada yang lebih penting baginya sekarang.

FADI

Tante kamu itu maksudnya yang biasa

kamu chat dan ajakin VC tiap malam?

Rio sekali lagi berbalik dengan wajah terkejut.

RIO

Kok lu ngomong gitu?

Emang pernah gue cerita tentang tante yang itu?

Rio benar-benar tak habis pikir dan penasaran. Fadi malah memicingkan matanya.

FADI

Jadi ini tante yang beda lagi?

RIO

(mendadak bingung)

Hah? Maksud lu? (dan paham sendiri)

Oh, iya ini tante yang beda.

Dia tante kandung gue, eh, maksudnya,

dia adeknya nyokap.

FADI

(mengangguk paham)

Ooh..

Rio menatap Fadi masih dengan ekspresi heran dan cemas dia salah paham.

RIO

Tapi lu harus bilang dulu,

kapan gue cerita soal tante yang itu?

Fadi tampak ingin mengabaikannya jadi dia menjawab sambil lalu menuju kamarnya.

FADI

Lu gak bakal inget, ntar aja gue cerita,

gue mandi dulu kalo gitu.

Rio tertinggal dengan desisannya yang tak puas dengan jawaban Fadi.

EXT. TEMPAT PARKIR KOSAN FADI - SIANG

Rio menyerahkan helm kepada Fadi lalu memakai helm untuk dirinya sendiri.

RIO

Lu gak mau coba bawa motor gue?

Fadi melirik motor besar milik Rio dan menjawab dengan tak nafsu.

FADI

Boleh kalau mau nyampe ke kuburan,

atau minimal rumah sakit.

Rio tertawa mendengarnya.

RIO

Emang kenapa sih sampe lu gak bisa bawa motor?

Bawa metik juga lu gak bisa?

Fadi menampilkan raut berat yang coba didatarkan sebisa mungkin. Itu membuat Rio merasa dirinya tak ingin bertanya lebih jauh lagi.

RIO (LANJUTAN)

Yaudah, cepetan naik sini!

Rio naik ke atas motornya diikuti oleh Fadi perlahan.

BEGIN FLASHBACK

EXT. JALAN RAYA - SIANG

Fadi (7) berdiri di belakang boncengan sepeda HARI (9) yang membawanya. Mereka ada di barisan paling depan dari rombongan sepeda anak-anak itu. Tiba-tiba saja sepeda yang Fadi naiki mulai goyang dan kehilangan keseimbangan.

Tak kuat bertahan, Fadi terjatuh dalam posisi telentang. Hari, kakaknya, terus mengayuh sepeda tanpa sadar adiknya terjatuh.

Dan rombongan di belakangnya tak sempat menghentikan sepeda mereka hingga beberapa ada yang melindas tubuh, perut, dan kaki Fadi. Fadi mengatupkan mata kesakitan karena itu.

EXT. HALAMAN DEPAN RUMAH FADI - SIANG

Fadi (7) sedang duduk ditemani mainannya: 2 pulpen warna biru dan hitam yang dianggap sebagai kesatria, gunting yang dianggap penjahat, dan sehelai rafia yang diikat dan dijadikan pom-pom lalu dianggap sebagai putri berambut panjang.

SUCI (24) mengamatinya sambil melirik Hari (9) yang sedang memotong bambu kecil yang akan dijadikan pistol dan mengepaskannya dengan sodokan.

Suci mendekati Fadi dan duduk di sampingnya.

SUCI

Dek, kok mainnya yang gituan sih?

Gak ikut main sama kakakmu tuh?

Mainan cowok kan harusnya kayak gitu.

Fadi melirik Hari yang sedang semringah membasahkan kertas sebagai bahan pelurunya. Lalu menguji coba sekali ke arah tembok pagar mereka.

Fadi memalingkan wajah, ia tak suka.

Suci hanya melihatnya dengan penasaran.

Teman-teman Hari kemudian datang menjemput dan mereka pergi sambil bersepeda. Fadi memandang mereka hingga tak terlihat lagi. Lalu masuk ke rumahnya tanpa berkata apa-apa.

Suci melihatnya dengan heran.

END FLASHBACK

INT. KAFE RIGHT TIME - SIANG

Rio menyisir ruangan dengan pandangannya. Fadi mengekori tanpa kata. Karena ruagannya tak terlalu besar, Rio pun dapat menemukan seorang wanita usia 40an yang tengah duduk sendirian di depan laptopnya. Rio segera menuju ke sana.

RIO

Tante!

SANDI (42) yang sedang fokus dengan layar laptop, melirik ke atas. Ia langsung tersenyum saat melihat kemenakannya, Rio.

Sandi berdiri, Rio mendekat dan mereka berpelukan. Terlihat jelas wajah mereka bahagia dengan Fadi tersenyum tipis melihatnya.

SANDI

Kamu gimana kabar?

RIO

Baik, dong! Tante gimana? Kok makin cantik, sih?

SANDI

Ah kamu, mana mungkin tante

makin cantik kalau stres gini?

Rio terkekeh kecil. Lalu mata Sandi mengarah ke Fadi dan melihatnya dengan wajah bertanya. Rio sadar dan memperkenalkan Fadi.

RIO

Oiya, Tan. Kenalin, ini Fadi.

Temen satu jurusan aku di kampus.

Dia satu kosan sama aku.

Pupil Sandi tampak melebar ia senang mendengarnya.

SANDI

Halo, Fadi! Kenalin saya Sandi.

Sandi menyodorkan tangan. Fadi meraihnya dan sedikit menunduk hormat di depannya.

FADI

Salam kenal, Tante! Saya Fadi.

(agak kikuk)

Sandi melepas jabatan tangan mereka. Rio segera mengambil alih dan mengarahkan Fadi ke bangku lain.

RIO

Kamu tadi mau ngerjain sesuatu, kan?

Coba duduk sana, deh!

Rio menunjuk bangku seberang mereka, Fadi mengangkat alis melihatnya.

RIO (LANJUTAN)

Nanti aku juga ikut ke sana.

Kamu bilang aja mau pesan apa.

Fadi mencoba mengerti lalu menganggukkan kepalanya. Ia lantas melirik Sandi dan menunduk kecil sambil tersenyum, caranya berpamitan sebelum menuju bangku yang ditunjuk.

Sandi mengamati tingkah ponakannya yang terus memperhatikan Fadi hingga tiba bangku seberang. Rio berbalik dan menyadari dirinya sedang diperhatikan oleh sang tante. Rio pun duduk diikuti oleh Sandi.

Sandi menutup laptopnya dan meminggirkan ke ujung meja. Ia menyeruput susu coklat dingin menunggu kata-kata dari ponakannya. Rio tersenyum lebar, tanda ada sesuatu yang diinginkannya dari sang tante. Sandi mengangkat sebelah alisnya.

RIO

(agak berbisik)

Tan! Tante kan psikolog, aku minta tolong dong!

Ngobrol sama temanku itu .. boleh, gak?

Dia emang selalu berusaha terlihat baik-baik aja.

Tapi kayaknya dia punya banyak masalah gitu.

Kalau tante ajak ngobrol, kali aja tante bisa bantu.

Ya, tante ya! Please!

Rio memelas pada tantenya. Sandi sedikit memicingkan mata kepadanya. Ia tampak memikirkan sesuatu, tentang ’apa yang sedang dipikirkan menakannya’. Ia kemudian melirik ke arah Fadi yang sedang berharap cemas menunggu laptopnya menyala dengan kabel charger tercolok.

FADE OUT

Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Tidak ada komentar