157. INT. RUMAH - DAPUR - NIGHT
Dolah mengaduk teh hangat di cangkir dengan pandangan kosong.
158. EXT. AREA KANDANG - NIGHT
Budi sedang duduk melamun dengan selimut yang menyelimuti badannya.
Dolah datang membawa teh hangat. Dia letakkan teh itu di depan Budi, lalu duduk di sampingnya.
Suasana hening sejenak hingga --
DOLAH
Tolong jangan ulangi lagi ya, Nak?
BUDI
Lagi? Aku baru pertama nglakuin ini. Lagian aku cuma sampah keluarga --
DOLAH
Nggak! Nggak, Nak. Bapak gak bermaksud...itu karena situasi...waktu itu bapak hanya kebawa emosi. Bapak ga mungkin berpikir seperti itu ke anak bapak sendiri.
BUDI
Kau bapak yang buruk. Bapak cuma manfaatin aku. Kalau aku gagal, bapak nyalahin aku. Bapak sendiri ga pernah ngasih yang aku butuhkan. Dan aku memang ga pernah meminta bapak ibu ngelakuin itu karena aku paham kondisi kalian. Aku sendiri juga ga mau membebani kalian. Tapi itu ga ada artinya buat kalian. Pada akhirnya kalian ga benar-benar tulus merawat dan ngebesarin aku. Kenapa bapak ngebet banget pengen jadi orang kaya? Dan kenapa hanya aku yang harus bertanggungjawab soal itu?
Dolah merasa terketuk dengan curhatan Budi. Dia merasa bersalah dengan anaknya.
DOLAH
Bapak ga pernah manfaatin kamu, Nak. Bapak hanya ga mau anak-anak bapak mengalami nasib yang sama seperti bapak. Bapak ingin anak-anak bapak bisa mapan, lebih baik dari orang tuamu yang bodoh ini. Kamu juga bisa berkuliah, bapak gak nyangka aja kalau jadi begini.
BUDI
Aku ga benar-benar kuliah. Aku seperti orang asing di sana. Uang beasiswa ga cukup, belum lagi dimintain sama bapak. Aku sulit buat bergerak. Kalau ga ada pandemi ini belum tentu aku bisa bertahan hingga lulus. Aku kekurangan uang, tapi aku ga pernah cerita karena aku tau bapak ga bakal mampu. Kesannya kaya orang ga mampu dipaksakan buat mampu. Pada akhirnya juga ga dapet apa-apa --
DOLAH
Bapak minta maaf, Nak. Bapak ga tau kalau selama ini kamu kekurangan. Kalau seandainya bapak tahu bapak ga bakal --
BUDI
Sudah terlambat.
Budi menyeruput teh di depannya untuk menghangatkan badan.
DOLAH
Bapak ga tau kalau kuliah dulu dan sekarang berbeda. Bapak pikir kalau bisa kuliah ada jaminan buat sukses.
Budi hanya merenung.
DOLAH (CONT'D)
Kamu itu seperti bapak.
Budi menoleh ke bapaknya.
DOLAH (CONT'D)
Murid yang paling pintar di sekolah. Selalu dapat juara satu. Tapi sayang, jaman dulu belum ada beasiswa seperti sekarang. Karena ga mampu sekolah, bapak hanya lulusan SD. Bapak akhirnya gagal. Padahal waktu itu cita-cita bapak hanya jadi guru, sedangkan teman-teman bapak yang bodoh tapi bisa sekolah tinggi, mereka bisa sukses jadi pejabat. Sejak saat itu, bapak merasa semuanya ga adil. Harusnya bapak yang sukses, bukan mereka. Selama itu bapak hanya bisa mengutuki nasib. Hingga akhirnya --
Dolah mengambil tali tambang di sampingnya.
DOLAH (CONT'D)
(Berkaca-kaca)
Bapak mengalami kenangan paling pahit dalam hidup bapak.
(Menunjuk arah kuburan kecil di dekatnya)
Kenangan yang harusnya tetep terkubur di tempatnya.
Budi terkejut mendengar masa lalu bapaknya. Dia mulai kasihan dengan bapaknya.
DOLAH (CONT'D)
(Semakin emosional)
Sejak saat itu bapak berjanji. Cukup hanya bapak yang ngalamin itu. Makanya bapak sangat fokus sama pendidikan kamu, setiap malam bapak selalu membaca buku, karena bapak ingin bisa mendidik anak-anak dengan baik terlepas segala kekurangan bapak. Bapak ingin anak-anak bapak bisa memiliki nasib yang baik. Bapak memang ga sempurna --
Budi memeluk bapaknya. Dolah menangis di punggung Budi. Begitu juga dengan Budi.
DOLAH (CONT'D)
Maafin bapak, Nak. Bapak gagal jadi ayah yang baik...bapak gagal...sampai kamu harus ngalamin ini semua.
BUDI
Nggak, Pak. Ini bukan salah bapak.
Budi akhirnya melepas pelukannya.
BUDI (CONT'D)
Aku juga ingin berhasil. Aku ingin membanggakan bapak dan ibu, tapi aku ga tau gimana caranya.
Budi dan Dolah akhirnya melihat Siti yang masuk ke area kandang.
Siti berlari menemui mereka. Budi dan Dolah berdiri untuk bertemu Siti.
Saat Siti mendekati Budi, dia langsung melihat tali tambang di samping pohon. Secara spontan, Siti langsung memeluk Budi.
SITI
(Sambil memeluk Budi)
Nak...kamu ga pa...pa...pa kan?
(Meneteskan air mata)
Maafin ibu, Nak. Maafin ibu.
FADE IN:
159. EXT. RUMAH - DAY
Pagi telah tiba.
160. INT. RUMAH - RUANG TENGAH - CONTINUOUS
Suasana rumah tampak kosong.
161. INT. RUMAH - KAMAR BUDI - CONTINUOUS
Budi sedang tidur.
162. INT. RUMAH - KAMAR DOLAH DAN SITI - CONTINUOUS
Siti sedang tidur. Dolah sedang duduk di samping Siti sambil memikirkan sesuatu.
163. EXT. RUMAH - CONTINUOUS
Laras datang, lalu mengetuk pintu.
LARAS
Assalamualaikum!
Dolah datang membuka pintu.
DOLAH
Laras?
LARAS
Kok tumben sepi? Masih pada tidur?
DOLAH
Iya... Lho suamimu mana?
LARAS
Mas Faruq lagi kerja.
Dolah dan Laras masuk ke dalam rumah.
164. INT. RUMAH - KAMAR DOLAH DAN SITI - CONTINUOUS
Dolah membangunkan Siti.
DOLAH
(Menoel Siti)
Bu, bangun. Ada Laras.
Siti yang terlelap langsung terbangun.
165. INT. RUMAH - KAMAR BUDI - CONTINUOUS
Budi bangun dari tidurnya. Budi melamun sebentar, lalu keluar dari kamarnya.
166. INT. RUMAH - DAPUR - CONTINUOUS
Budi minum segelas air mineral.
167. INT. RUMAH - RUANG TENGAH - CONTINUOUS
Budi melihat orang tua dan adiknya sedang berkumpul. Laras melihat Budi, lalu memanggil kakaknya.
LARAS
Mas! Sini, Mas!
BUDI
Laras?
Budi langsung ikut bergabung dengan mereka.
LARAS
(Lirih)
Aku udah tau kok.
Budi melihat orang tuanya. Dia merasa ga enak, merasa bersalah.
LARAS
Gila ya.
Budi tertegun.
LARAS (CONT'D)
Pak Nugroho ada masalah apa sih sama kita?
Budi sedikit lega Laras tidak tau soal kejadian semalam.
LARAS (CONT'D)
Kemarin sih aku dikasih tau kalau bapak berantem sama Pak Nugroho. Makanya aku kesini.
DOLAH
Bukan sepenuhnya salah Pak Nugroho. Bapak juga yang salah.
LARAS
Hah, kok bisa?
Budi mengalihkan pembicaraan.
BUDI
Kamu sendiri gimana kabarnya habis nikah?
LARAS
Seru kok. Bulan depan aku mau daftar kuliah.
Budi mengangguk.
LARAS
Mas sendiri gimana? Pak Nugroho bilang, Mas pengen jadi penulis?
BUDI
Jadi apa aja terserah, Ras. Yang penting aku bisa dapat kerjaan dulu. Udah puluhan yang aku lamar, tapi kepanggil buat interview aja ga ada.
LARAS
Tapi Mas pengen jadi penulis, kan? Itu cita-cita Mas, bukan?
Dolah dan Siti melihat Budi. Budi memikirkan omongan Laras.
BUDI
Ras, kondisi kita seperti ini. Aku sudah buang impian itu. Aku jadi apa aja yang penting aku bisa kerja dulu.
LARAS
Nggak!
Budi memandang adiknya dengan heran.
LARAS
Sebentar lagi aku akan kuliah. Sebentar lagi mimpiku buat kuliah bakal tercapai. Mas juga harus bisa mencapai impian, Mas!
DOLAH
Adikmu benar Budi.
Budi juga semakin heran dengan bapaknya.
BUDI
Tapi Pak...jadi penulis itu ga gampang. Butuh waktu lama --
DOLAH
Selama 4 tahun kamu kuliah, bapak gak pernah ngasih dukungan yang penting. Kamu berjuang sendiri. Sekarang bapak ingin menebus kesalahan bapak. Perjuangkan keinginanmu. Bapak juga ikut memperjuangkan, Nak!
Budi kebingungan. Budi merasa sikap adik dan bapaknya tidak realistis.
LARAS
Aku akan ikut bantu kalau Mas butuh dukungan finansial.
DOLAH
Bapak akan cari pekerjaan. Apa pun itu bapak akan berusaha untuk mencari pekerjaan lagi. Bapak ingin kamu semangat lagi. Kamu gak sendirian lagi, Nak. Kita akan lakukan apa pun agar kau bisa meraih cita-citamu.
SITI
Mulai sekarang, kita tidak akan mendengar omongan orang. Kamu harus buktikan kalau kuliahmu gak sia- sia, Nak! Tapi kamu juga harus semangat dan yakin sama impianmu.
Budi merenung sambil berkaca-kaca.
BUDI
Nggak, aku ga mau repotin kalian. Ini bukan sepenuhnya salah kalian. Aku gak mau menyalahkan siapa pun. Aku sendiri terlalu tertutup. Aku gak punya banyak teman. Aku sempat menyia-nyiakan banyak kesempatan.
Mereka semua mendengarkan Budi dengan serius.
BUDI (CONT'D)
Aku akan melakukan pekerjaan apa pun sambil tetap fokus mengejar impianku.
LARAS
Tapi kita tetap akan mendukung untuk meraih impian, Mas.
Budi meneteskan air mata. Mereka semua tersenyum sambil berkaca-kaca.
BUDI
Bapak ingin jadi guru, kan?
Dolah memeluk Budi sambil menangis. Siti juga memeluk Budi.
DOLAH
(To Laras)
Sini anakku!
Laras ikut memeluk ayahnya.
DOLAH
(Sambil memeluk Laras)
Maafin bapak, Nak. Bapak bangga sama kamu.
Laras tersenyum. Mereka semua saling berpelukan.
FADE TO BLACK: