Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
Interior Kamar Inap Rumah Sakit
Nenek tua terbaring lemas, mengeryip matanya, memerjih dan menutupi matanya dengan lampu.
Wajahnya lesu, ia sedih. Ia berusaha bangun dan duduk sebentar diatas dipan medis. Sesekali menutupi hidungnya, tak kuat aroma obat.
Nenek itu diam saja, wajahnya tenang, namun matanya sedikit sedih. Seringkali ia usapi matanya dan mengucek-uceknya.
Dengan menggunakan sandal lecet, ia berangkat pergi.
Suara tit.. tit.. tit.. mesin pengukur jantung bersuara. Nenek itu terganggu. Lalu ia memandanginya serta memandangi sekitarnya.
Nenek itu berupaya turun dari dipan medisnya, ia melipat selimut yang dipakainya tadi malam. Lalu pergi berjalan keluar membungkuk-bungkuk.
Berderet-deret dipan lain dilihatnya, namun kosong tak ada orangnya. Nenek itu tetap berjalan pergi.
Nenek itu berhenti di depan salah satu dipan, ia berhenti sejenak dan menghembuskan nafasnya pelan. Ia pegang ujung dipan dengan wajah sedih. Lalu ia pergi menuju pintu.
Pintu dibuka dan ditutupnya.
Interior Selasar Rumah Sakit
Nenek itu melihati sekitar, dengan tenang ia melihat ruang-ruang perawatan lain.
Berbagai orang dan perawat berlalu lalang disekitarnya.
Bangsal persalinan terlihat di sisi kanan, dan bangsal operasi di sisi kiri.
Orang-orang dari bangsal persalinan terlihat senang, mereka saling menatapi satu sama lain bahagia.
Terbuka pintu ruang operasi, dokter dan perawat yang keluar tersenyum dengan gembira.
Orang-orang yang sedang menunggu diluar ruang bersalin, masuk berkerumun kedalam dengan gembira.
Nenek itu tersenyum, berhenti sebentar memandangi pemandangan indah itu.
Lalu pandangannya beralih, kepada ruang operasi.
Orang-orang yang menunggu diluar ruang operasi dengan wajah murung dan sedih. Beberapa diantara mereka saling berpelukan menangis.
Dokter membuka pintunya, menggeleng-gelengkan kepalanya. Beberapa orang terlihat mendebat dokter yang diam saja di depannya itu.
Nenek itu memerhatikan dari jauh, ia ikut trenyuh melihatnya.
Bapak dari Keluarga orang Bersalin
Mau kemana nek?
Nenek
Mau pulang,
Bapak-bapak
Oh sudah sembuh nek. Rumahnya mana nek?
Nenek
Disana, (menunjuk luaran rumah sakit)
Bapak-bapak
Oh dekat nek?
Nenek
Iya pak, dekat.
Bapak-bapak
Hati-hati nek, tidak ingin bareng dengan kami?
Nenek
Tidak usah, merepotkan nanti.
Bapak-bapak
Ah tidak mengapa, ini hari pertama saya punya cucu. Jadi tidak mengapa.
Nenek
Oh, selamat pak, semoga bayinya sehat selalu. Laki-laki atau perempuan?
Bapak-bapak
Laki-laki nek
Nenek
Pasti gagah seperti kakeknya.
Bapak-bapak
Ah, nenek bisa saja.
Terlihat beberapa orang sedang sibuk mendorong dipan medis dengan seorang ibu muda yang menggendong bayi kecilnya.
Orang-orang itu senang dan mendorong dipannya pada bapak dan nenek yang sedang bercengkrama.
Senyum rekah keluar dari wajah ibu-ibu yang menemani disamping senyum rekah itu. Tangan ibu-ibu digenggam erat-erat oleh perempuan yang sedang menggendong anak terbungkus itu.
Dipan itu berhenti di depan bapak-bapak dan nenek itu. Nenek itu memandangi wajah kecil bayi itu dengan tenang.
Nenek itu sedikit sembab, ia senang, namun ia juga sedih.
Bapak-bapak
Ada apa nek?
Nenek
Saya senang, seperti yang saya bilang, dia akan gagah seperti kakeknya.
Ibu-ibu
Terimakasih nek, terimakasih banyak atas doanya.
Semua orang tersenyum. Termasuk perempuan yang barusaja melahirkan itu.
Nenek
Dimana bapaknya memangnya?
Bapak-bapak
Bapaknya sedang tugas diluar negeri nek, esok hari katanya datang.
Nenek
Oh, pasti ia sangat bangga melihat ini.
Ibu-ibu
Pasti, apalagi dengan ibu seperti ini.
Nenek itu mendekati ibu baru yang sedang terkapar di dipan itu sambil mengelus-elus rambutnya tenang.
Nenek
Selamat nak, lihatlah dia, kecil dan tak bisa apa-apa. Ia nanti akan menjadi seseorang.
Perempuan Ibu Baru
Iya nek, terimakasih (jawabnya lemas sambil tersenyum)
Nenek
Tenanglah, jangan terlalu bahagia. Karena anakmu bukan hadiah, ia titipan. Kau harus menjaga dan merawatnya baik-baik. (Sambil mengelus-elus rambut perempuan itu)
Di awal kehidupannya, ia akan mengenali apapun dan berpikir tentang apapun, rawat dia, rawat pikirannya, dan rawat hatinya. (Sambil memegang selimut bayi itu)
Jangan pernah engkau memaksa, karena dia sedang hidup, dia tidak sedang bekerja. Di hidup denganmu, bukan bekerja denganmu. Tolong, rawat ia baik-baik. (Nenek itu berbicara dengan semua orang yang mendampingi)
Perempuan Ibu Baru
Baik nek, terimakasih.
Nenek
Tolong sampaikan salamku pada suamimu, dia pasti bangga. Aku menjaminnya.
Wajah bapak dan ibunya terlihat bingung, seperti ada yang disembunyikan. Saling lirik, mereka sama-sama diam.
Saling tersenyum semuanya, tapi terlihat ada yang disembunyikan.
Seorang perawat datang dengan papan kertas ditangannya. Melihat papan nama di ujung dipan perempuan itu, perawat perempuan itu datang tersenyum.
Perawat
Ruangan sudah tersedia, mari saya antarkan.
Perawat itu mendorong dipan itu, semua keluarganya ikut. Meninggalkan nenek itu sendirian di selasar rumah sakit.
Nenek itu dengan senyum akhirnya berjalan pergi keluar rumah sakit. Ia memandangi sekitar dengan tenang.
Seorang laki-laki terlihat menahan tangis duduk di ujung selasar. Beberapa keluarganya mendekat dan ia diam saja.
Nenek itu mendekat, ia juga bingung melihati sekitarnya. Ia bertanya pada salah satu kerabatnya.
Nenek
Ada apa?
Kerabatnya
Istrinya sepertinya tidak bisa lagi diselamatkan.
Nenek
Dari apa?
Kerabatnya
Operasi.
Nenek itu diam, kerabatnya juga berusaha menenangkannya. Pandangannya mengarah pada laki-laki muda yang sekuat tenaga menahan tangis semampunya.
Wajahnya mengernyit keatas kebawah, nafasnya tersengal. Ia kebingungan dengan situasinya.
Matanya memerah, tubuhnya sangat gelisah. Semua orang berusaha menenangkannya.
(Suara sayup-sayup dari keluarganya)
Aku juga tak menyangka jika seperti ini, baru dua minggu mereka menikah.
Nenek mendengar suara itu, ia juga kaget. Tangannya menutupi mulutnya dengan kaget.
Nenek itu mendekati laki-laki itu.
Nenek
Gelisahlah, menangislah, tak mengapa.
Laki-laki itu menggeliat gelisah. Ia terlihat bingung dan memandangi kesana kemari sambil berusaha menutupi matanya.
Nenek
Menangislah nak.
Laki-laki muda
Aku tak tahu lagi nek
Nenek
Tak mengapa
Laki-laki muda
Ini salahku, ini salahku! (Teriaknya di selasar rumah sakit)
Nenek itu terlihat tenang sambil mengelus-elus pundak laki-laki itu. Diam dan tak banyak bicara, nenek itu terus-terus mengelus-elus pundak laki-laki itu.
Seorang bapak-bapak mendekat, mengelus-elus juga pundaknya.
Bapak-bapak
Tidak ada yang salah nak, tidak ada.
Laki-laki
Maafkan saya pak, saya tidak bisa menjaga putri bapak.
Bapak-bapak
Nak, ini bukan salahmu, ini sudah jalanNya (Bapak-bapak itu juga berusaha menutupi matanya, tapi terlihat tegar.)
Laki-laki dan bapak-bapak itu diam. Semua orang disekitarnya juga diam. Beberapa orang menyeka matanya yang sembab.
Laki-laki itu masih mendengus menangis, sedang bapak-bapak itu menepuk-nepuk pundak laki-laki itu.
Nenek itu diam, semua orang juga diam.
Nenek
Kita doakan yang terbaik, untukmu dan untuknya juga. Semoga dia mendapat yang terbaik.
Bapak-bapak
Amiiin..
Laki-laki itu diam saja. Wajahnya masih menyimpan marah, kecewa, dan memegangi mulutnya dengan raut kerasnya.
Bapak-bapak
Ikhlaskan nak, ikhlaskan…
Semua orang diam, termasuk nenek itu.
Nenek
Iya nak, itu lebih baik, untuknya dan untukmu.
Laki-laki itu akhirnya pergi berjalan menuju ruang operasi. Dengan wajah marah dan gelisah, ia berjalan pergi kesana. Beberapa orang mengikuti dan mencoba menasehatinya pelan-pelan.
Bapak-bapak
Terimakasih nek, nenek mau kemana?
Nenek
Mau pulang pak. Memangnya ada apa dengan anak bapak?
Bapak-bapak
Ia sekarang koma, dokter sudah angkat tangan. Kami hanya bisa mengikhlaskan.
Nenek
Iya pak, harapan selalu ada.
Nenek dan bapak-bapak itu saling diam. Seorang ibu-ibu datang tergopoh-gopoh menahan tangis, dan menyereta bapak-bapak itu berjalan masuk kedalam ruang operasi juga.
Nenek itu akhirnya sendiri, dengan senyum yang cukup berat, ia berjalan keluar rumah sakit.