Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
Duda-Duda Durjana
Suka
Favorit
Bagikan
8. #8 Duda Durjana (Scene 71-80)
Skrip ini masih diperiksa oleh kurator

71. Int. Restoran - Malam

 

Vano menarik sebuah kursi dan mempersilakan Usy duduk. Usy tersenyum sekenanya. Ia masih merasa canggung karena 'berkencan' dengan pria selain duda. Apalagi dia juga masih mencoba mengkonfirmasi perasaannya sendiri dengan mengiyakan ajakan Vano. Seorang pelayan memberikan dua daftar menu, lalu meninggalkan meja tersebut.

 

VANO
Kamu mau pesan apa?

 

Usy menatap buku menu di hadapannya cukup lama.

 

VANO
Tenang aja, aku nggak akan bikin kamu yang bayar makan malam ini.

 

USY
Meskipun terpaksa, aku juga nggak akan mau disuruh bayar makan malam di sini.

 

Vano tersenyum mendengar ucapan Usy.

 

USY
Steak & Jalapeno Shrimp, minumnya club soda.

 

Vano mengangkat tangan, seorang pelayan pun menghampiri mejanya.

 

VANO
Steak & Jalapeno Shrimp, dua, dan club sodanya juga dua.

 

PELAYAN
Baik. Saya ambil kembali menunya.

 

Pelayan mengambil menu dan kembali ke base-nya.

 

USY
Kehidupan seorang sutradara, Fancy juga ya!

 

VANO
Tergantung siapa yang lagi diajak jalan.

 

USY
Udah pengalaman kayaknya.

 

VANO
Cukup berpengalaman.

 

Vano memperhatikan ekspresi Usy yang terlihat tidak bersahabat.

 

VANO
Kamu kayaknya nyimpen dendam sama aku ya?

 

USY
Bukan dendam sih, lebih tepatnya sekarang lagi mode pertahanan diri.

 

VANO
(tertawa) Kamu lucu. Jadi kamu begini supaya kamu nggak jatuh cinta sama aku?

 

USY
Iya.

 

Vano berhenti tertawa.

 

VANO
Kenapa? Apa ada alasan khusus kenapa kamu menolak sebelum mencoba?

 

USY
Mas Vano sendiri? Apa ada alasan khusus minta nomorku, telpon aku, ngajak makan siang, dan sekarang ngajak makan malam?

 

VANO
Karena aku tertarik sama kamu.

 

USY
Ketertarikan karena aku adalah jenis cewek yang nggak pernah mas Vano temui atau ...

 

VANO
(memotong omongan Usy) Tertarik karena aku suka. Aku suka saat aku melihat kamu. Aku suka saat aku ngobrol sama kamu. Aku suka saat melihat nomor kamu di HP ku. Aku suka saat kamu duduk dihadapanku dan bisa makan bareng kayak gini.

 

Usy terus menatap Vano yang terlihat serius. Mereka hanya saling tatap meski pelayan datang dan menyajikan pesanan mereka.

 

Cut to

 

72. Int. Kantor – Ruang Meeting - Siang

 

Riona berjalan memasuki ruang meeting dengan senyuman yang lebih cerah dari biasanya. Berbanding terbalik dengan Usy yang menyandarkan kepalanya di atas meja.

 

RIONA
Ayo kita mulai meetingnya.

 

USY
Happy banget yang abis diajak makan siang sekaligus makan malam sama cokiber.

 

RIONA
Apa tuh cokiber.

 

USY
Cowok kita bersama.

 

RIONA
(tertawa) Sekarang Angkasa udah bukan milik bersama lagi.

 

USY
Diamuk sama karyawan cewek dari seluruh lantai baru tahu rasa.

 

RIONA
Dih, sirik. Lo sendiri kenapa? Ketemu duda durjana lagi?

 

USY
Bukan Duda.

 

RIONA
Lajang tapi durjana?

 

USY
Bukan Duda, dan dia nggak durjana. Dari matanya gue tahu kalau dia serius sama gue.

 

RIONA
Kalo lo seyakin itu, kenapa nggak lo coba aja sih?

 

USY
Lo pikir pake narkoba, coba-coba.

 

RIONA
Ya kali aja lo jadi kecanduan sama cowok lajang.

 

Usy tak menanggapi guyonan garing Riona. Riona tahu hal itu sangat berarti bagi Usy.

 

USY
Kalo gue mulai sama dia, gue takut gue Cuma ngebohongin diri sendiri Ri.

 

RIONA
Tapi serius, deh. Kenapa lo harus nyari duda, sih?

 

USY
Sepengalaman gue, jalan sama cowok-cowok yang duda tuh lebih mengayomi, Ri.

 

RIONA
Ya, mungkin karena duda yang mengayomi itu umurnya juga beda jauh kali sama elo. Mending lo cari perjaka tua aja kalau Cuma mau yang mengayomi. Yang udah umur 40 tahunan ke atas gitu.

 

USY
Bukan, sih. Menurut gue bukan perbedaan umur yang bikin duda jadi lebih menarik buat gue. Belakangan yang gue temuin juga ada yang baru umur 30an, atau bahkan belum 30. Rasanya beda aja.

 

RIONA
Mmh. Gue jadi kepikiran ide buat artikel DDD selanjutnya. ‘Kenapa Menduda?’

 

USY
Ya, karena ditinggal istrinya kan? entah cerai atau ditinggal mati.

 

RIONA
Tapi dari kedua kategori itu lo lebih suka yang mana?

 

USY
Mungkin yang ditinggal mati istrinya, sih. Karena punya kesan yang lebih positif. Kalau cerai, udah pasti ada konflik yang nggak bisa diselesein, kan?

 

RIONA
Tapi ditinggal mati istrinya juga kan bisa aja bikin lo harus berusaha keras untuk menggantikan sosok perempuan yang masih dia sayang. Konflik perceraian juga kan belum tentu dari si suami. Kemungkinannya banyak.

 

USY
Iya, ya. Kalo kita liat Kak Tessa. Meskipun dia itu janda cerai. Bukan berarti mantan suaminya itu berkelakuan buruk. Keduanya mutusin buat pisah karena emang nggak satu visi dalam ngebangun sebuah keluarga, dan sampai sekarang komunikasi mereka masih baik. Masih bisa temenan.

 

RIONA
Betul.

 

USY
Jadi kemungkinan-kemungkinan itu yang pengen lo bahas?

 

RIONA
Iya. Meskipun title rubrik kita duda-duda durjana. Tapi kita juga tetep harus obyektif terkait permasalahan yang berujung perpisahan, kan?

 

USY
Tapi itu bakal bikin pembaca kita bingung nggak sih, Ri?

 

RIONA
Justru kalau kita terus-terus ‘mojokin’ duda. Itu yang bakal jadi blunder buat kita. Dengan ke-dur-ja-na-an duda aja lo masih ngebet sama duda. Berarti kita juga harus bisa narik pembaca dari para duda itu kan. supaya bisa tahu gimana pikiran para wanita terhadap mereka.

 

USY
Oke. Gue balik ke kubikel dulu, ya. Kayaknya udah ada beberapa hal yang bisa gue tulis buat draft pertamanya.

 

Usy merapikan laptop dan buku miliknya.

 

RIONA
Ok! Tulis yang bagus, ya. Jangan malu-maluin gue! BTW, Kak Tessa kok nggak keliatan ya?

Cut to

 

73. Int. Kantor – Kafetaria – Siang

 

Tessa menatap tabletnya dengan serius. Dave terus memperhatikan Tessa yang masih saja kelihatan cantik walau dibayangi kesibukan. Tessa menekan ikon kirim pada emailnya.

 

TESSA
Sorry, ya. Jadinya brunch.

 

DAVE
Aku nggak keberatan. Seenggaknya kamu masih meluangkan waktu buat memenuhi janji kita.

 

Tessa menyantap makanan di hadapannya. Dave pun akhirnya bisa mulai makan.

 

TESSA
Terus. Setelah ini apa?

 

DAVE
Sesi wawancara? Kalau kamu nggak keberatan itu juga.

 

TESSA
(terkekeh) Wawancara? Udah kayak mau ngelamar kerja.

 

DAVE
Cuma kata ngelamarnya aja yang boleh digaris bawahi.

 

TESSA
Emangnya apa yang udah kamu tahu tentang aku?

 

DAVE
Nama aku Davidaf Mahatma Adiwinata, atau Dave. Umur aku 30 tahun. Punya kendaraan pribadi, Motor, karena aku lebih suka motor. Meskipun belum punya rumah pribadi, aku punya cukup tabungan. Aku suka warna biru. Aku suka anak-anak, tapi pernikahan nggak pernah ada dalam pikiran aku. Itu sebelum aku ketemu kamu.

 

TESSA
Perasaan kamu itu bukan cuma sekedar euphoria sesaat kan?

 

DAVE
Meskipun secara usia aku lebih muda dari kamu. Bukan berarti aku nggak bisa ngebedain mana yang cuma sesaat, dan mana yang akan bertahan selamanya.

 

TESSA
Aku rasa aku tahu kenapa kamu bisa menjadi Project Development Manager di sebuah Bank Internasional.

 

DAVE
Aku juga tahu tentang kamu. Tessa Givania Tjokro. Berusia 32 tahun. Wanita Mandiri, ramah, baik hati, cantik, berdedikasi pada pekerjaan.

 

Tessa tersenyum karena dave menyebutkan kesan pertamanya saat melihat Tessa.

 

TESSA
Aku juga pernah menikah.

 

DAVE
Aku tahu. Bukannya itu salah satu kelebihan kamu.

 

TESSA
Kebanyakan orang bilang status janda itu adalah sebuah kekurangan, bukan kelebihan.

 

DAVE
Tapi aku bukan orang kebanyakan.

 

TESSA
Semua yang kamu sebutin itu udah jadi rahasia umum. Informasi itu bisa kamu dapetin cuma dengan duduk di sini selama beberapa jam.

 

DAVE
Haha. Sayangnya aku punya informan yang lebih bisa dipercaya dibanding orang-orang yang sama sekali nggak aku kenal.

 

TESSA
Siapa?

 

DAVE
Kalau kamu mau makan malam sama aku. Aku bakal kasih tahu kamu jawabannya.

 

Tessa kembali tersenyum karena usaha Dave.

 

TESSA
Aku harap, jawabannya nggak mengecewakan.

 

Tessa dan Dave berbincang seperti teman yang merasa nyaman satu sama lain.

 

Cut to

 

74. Int. Kantor – Pantry – Siang

 

Riona menyeduh kopi sambil bersenandung.

 

ANGKASA
Mau makan siang bareng?

 

Riona menoleh dan terkejut karena wajah Angkasa berada sangat dekat di sampingnya.

 

RIONA
(tersenyum) Boleh. Kalau kamu nggak keberatan makan siang bertiga.

 

ANGKASA
Sama Usy? Oke.

 

RIONA
Tapi nanti kalian duluan aja, ya. Ada artikel yang harus aku check, kayaknya butuh waktu yang agak lama.

 

ANGKASA
Aku sih nggak masalah. Selama kamu nggak cemburu.

 

RIONA
Cemburu? Sama Usy? Nggak mungkin, lagian dia nggak doyan sama cowok selain duda.

 

Angkasa tertegun. Ia sadar kalau Riona salah paham tentang statusnya.

 

RIONA (CONT'D)
Kenapa? Kok jadi diem?

 

ANGKASA
Tentang obrolan kita kemarin. Seseorang yang pertama dalam hidup aku.

 

RIONA
Kok tiba-tiba bahas itu lagi?

 

ANGKASA
Dia bukan mantan pacar aku. Tapi istri aku.

 

RIONA
(terkejut) wait!


Angkasa menatap sedih pada reaksi Riona. Riona berusaha menenangkan pikirannya.

 

RIONA
Bukannya. Seseorang yang kamu bilang itu ...

 

ANGKASA
(memotong omongan Riona) Dia istri aku. Aku pernah menikah. Setahun setelah pernikahan kami, dia meninggal dunia karena Kanker.

 

Kepala Riona terasa pening. Ia berusaha menjaga kesadarannya.

 

RIONA
Boleh aku minta waktu? Aku harus… aku pergi dulu.

 

Riona melangkah keluar pantry tanpa membawa kopi yang sudah diseduhnya.

Cut to

 

75. Int. Kantor – Koridor – Siang (Montage)

 

Riona berjalan di koridor kantornya dengan perasaan campur aduk. Ia memegangi dadanya yang terus berdetak kencang karena mendengar kenyataan yang cukup mengejutkan.

 

Cut to

 

76. Int. Kantor – Siang (Montage)

 

Riona berjalan perlahan melewati beberapa meja kubikel. Pandangannya menerawang. Ia duduk di kursinya dengan jiwa yang entah kemana. Di meja yang tak jauh dengannya, Usy juga terus merenungi diri. Beberapa kali ia melihat HP nya yang berdering. Dari Vano. Tapi terus ia abaikan.

Tessa yang baru tiba dengan telepon yang masih menempel di telinganya, merasa heran melihat dua karyawan sekaligus sahabat baiknya itu. Tapi Tessa hanya terus berjalan menuju ruangannya sambil melanjutkan perbincangannya melalui sambungan telepon.

 

Cut to

 

77. Int. Kantor – Kafetaria – Siang (Montage)

 

Riona dan Usy duduk di kafetaria masih dengan permasalahan yang menumpuk di kepala mereka. makanan yang mereka pesan sama sekali tidak disentuh.

Usy melirik HPnya yang muncul beberapa Balloon Pop UP WA dari Vano.

 

    VANO: Apa kamu sudah makan siang?

    VANO: Hari ini kamu nggak ada liputan kan?

    VANO: Nanti malam aku akan jemput kamu.

 

Usy meremas rambutnya dan menggeratakan jemarinya menahan agar tidak membalas pesan tersebut.

Di tempat duduk tak jauh dari mereka. Angkasa juga terlihat sedih. Ia terus merasa bersalah saat menatap Riona yang tak seceria biasanya.

 

Cut to

 

78. Int. Kantor – Sore (Montage)

 

Sepanjang hari, Usy dan Riona terus merasa murung walau pekerjaan datang silih berganti.

- Riona menandai setiap artikel yang di print menggunakan sticky note.

- Usy mengetik di laptopnya.

- Riona memberikan berkas pada Abel.

- Usy menunggu hasil print-an artikel yang ia buat.

- Sekali lagi Usy menatap layar HP nya.

- Abel, Fajar dan beberapa karyawan lainnya terlihat berkemas dan pamit pulang.

 

Cut to

 

79. Ext. Kantor – Lobby – Sore (Montage)

 

Usy berjalan melewati Lobby. Di pintu keluar Vano sudah menunggu Usy dengan senyum dan gaya khasnya. Usy senang dijemput Vano. Tapi ia tetap berusaha mengontrol hatinya agar tidak mengkhianati keinginannya untuk berhubungan dengan pria selain duda. Vano membuka pintu mobilnya untuk Usy. Usy pun melenggang masuk dan duduk tanpa berkata apapun. Vano tetap memberikan senyum terbaiknya.

 

Cut to

 

80. Ext. Kantor - Parkiran – Malam (Montage)

 

Di dekat mobilnya, Riona terus mencari kunci mobil di dalam tasnya. Angkasa mendekati Riona dan mengambil kunci mobil yang sejak tadi berada di kantong celananya. Riona merasa dirinya sangat bodoh. Bahkan dia menyesali kebodohannya itu karena dilihat oleh Angkasa. Riona berusaha tenang. Ia pun memberikan senyuman seraya memasuki mobilnya. Angkasa sempat menahan lengan Riona. Dalam hatinya, Riona ingin berbalik dan memeluk Angkasa. Tapi keinginannya pudar saat Angkasa melepaskan lengan Riona perlahan. Riona bisa merasakan kalo Angkasa siap merelakan dirinya. Setelah saling tatap, Angkasa menahan hatinya dan berjalan pergi. Hal itu malah membuat hati Riona terasa sakit. Mata Riona memerah. Ia pun segera menyalakan mobil dan melaju pergi meninggalkan Angkasa jauh di belakang.

 

Cut to


Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Tidak ada komentar