Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
31. EXT. BANDARA SULTAN AJI MUHAMMAD SULAIMAN – BALIKPAPAN – SIANG
Pesawat baru saja mendarat. Angin panas Balikpapan menyambut dengan aroma laut dan debu halus kota pesisir.
Pintu kedatangan terbuka. Arka keluar duluan, membawa koper kecil—wajahnya tegang, waspada, seperti seseorang yang baru turun dari roller coaster metafisik.
Danu menyusul tepat di belakang, menyeret koper besar sambil ngos-ngosan.
DANU
(NGEDUMEL)
Arka tidak menoleh.
ARKA
DANU
(SYAFAAT)
Arka berhenti, berbalik pelan.
ARKA
Danu langsung merinding.
DANU
Mereka melangkah masuk ke area kedatangan. Suasana ramai dan terang.
Di atas mereka, LED bandara menampilkan: SELAMAT DATANG DI BALIKPAPAN
Lalu berkedip sebentar: SELAMAT DATANG, ARKA.
Arka dan Danu langsung BEKU.
DANU
(BERBISIK PANIK)
Arka menutup wajah, depresi level CEO kena margin error.
ARKA
DANU
(KEPADA PENONTON)
Seorang STAFF KANTOR CABANG BALIKPAPAN tiba-tiba muncul dari samping, senyum formal seperti tidak ada yang aneh.
STAFF DIRGA
Arka menahan diri untuk tidak nanya apakah staff ini juga dikirimin notifikasi oleh semesta.
ARKA
STAFF DIRGA
Danu menepuk bahu Arka pelan.
DANU
(BERBISIK KE ARKA)
Arka mengangguk . . . tapi matanya masih terfokus pada layar LED yang tadi menyebut namanya.
Saat mereka berjalan menuju pintu keluar . . . Layar LED kembali berkedip kecil:
SYNCHRONIZATION: 49%
TARGET ENTITY: NEARBY
Arka membeku lagi.
ARKA
(PANIK JAIM)
Danu menatap layar. Menghela napas panjang.
DANU
Arka menatap kota Balikpapan di luar pintu bandara.
ARKA
(INHALE)
Narator masuk tipis, nyaris geli.
NARATOR (V.O.)
CUT TO:
32. EXT. KAMPUNG ATAS AIR – BALIKPAPAN – SIANG PIRANG
Kilau matahari memantul di air, menciptakan shimmer seperti glitch visual alami.
Suara laut, kayu yang berderit, dan percikan kecil dari perahu yang lewat jadi musik latar yang tanpa disadari sinkron dengan napas LIRA WULANDARI.
Lira duduk santai di teras rumah panggungnya - rumah yang ia tinggali bersama IBUNYA, walau ibunya sedang bekerja shift siang di puskesmas dekat pasar.
Ayahnya? Kerja di luar kota sebagai teknisi kapal. Pulang hanya dua kali sebulan.
Lira bukan dari keluarga kaya. Tapi bukan juga yang menyedihkan.
Mereka hidup wajar—hangat, sederhana, penuh tawa yang jujur.
Ponselnya bergetar pelan.
“SYNCHRONIZATION: 49%”
“ARKA: ARRIVED.”
Lira tersenyum kecil. Senyum orang yang tahu lebih dari semesta mau akui.
Ia menyesap es teh tarik, memutar sedotan sambil mengamati kawasan atas air yang sudah sangat ia pahami: anak-anak main di dermaga, ibu-ibu menjemur ikan, suara perahu motor tempel lewat, dan percakapan kecil dari dapur warung sebelah.
Di sampingnya tergeletak tas kerja penuh kabel, powerbank tebal, dan beberapa modul presentasi.
Karena Lira bukan orang nganggur.
Dia pegawai freelance untuk proyek digital lokal — bikin konten, handle social media, desain asset kampanye UMKM, kadang bantu dokumentasi proyek pemerintah. Kerjaan serabutan? Iya. Tapi dia cepat, kreatif, dan nggak pernah terlambat bayar listrik.
Dalam beberapa bulan terakhir, ia juga ikut mengerjakan proyek kecil untuk tim komunikasi Otorita IKN - ngedit video, bikin animasi sederhana, bantu riset visual. Nggak besar bayarannya, tapi cukup buat hidup.
PONSEL BERGETAR LAGI.
“TARGET PROXIMITY: WITHIN 7 KM.”
Lira memiringkan kepala seperti mendengar gosip menarik.
LIRA
Angin meniup rambutnya. Cahaya matahari memantul dari jendela mobil di kejauhan, membentuk garis tipis ke arah dermaga dan menghilang. Lira nggak kaget. Dia malah menyeruput minuman lagi.
Tetangga datang membawa tambahan es.
TETANGGA
LIRA
(SENYUM)
TETANGGA
LIRA
Tetangga bingung.
Lira mengangkat bahu, pasrah.
LIRA
Tetangga makin bingung dan pergi pelan-pelan.
Lira menatap sungai Mahakam.
Ada sesuatu yang berubah. Energinya berbeda. Seperti kota ini baru dapat tamu yang akan mengubah highlight hidupnya.
LIRA
NARATOR masuk, suaranya terdengar senang.
NARATOR (V.O.)
CUT TO.
33. EXT. JALAN MENUJU PUSAT KOTA BALIKPAPAN – SORE
Mobil hitam melaju tenang melewati deretan ruko, baliho besar, dan pepohonan rindang yang menari pelan ditiup angin. Cahaya sore Balikpapan jatuh dari sudut rendah, membuat semuanya tampak seperti filter film festival yang mahal.
Di dalam mobil:
Arka yang duduk di jok belakang, menatap keluar jendela dengan tatapan kosong - tapi gelisah. Danu di sampingnya, memegang tablet seperti tameng dari glitch semesta. Sementara Staff Dirga duduk di jok depan, samping sopir.
DANU
Arka tetap menatap keluar jendela.
ARKA
Danu mengangguk cepat.
DANU
Arka ngelirik Danu dengan tatapan “gue capek tapi iya juga”.
Di jok depan, Staff Dirga hanya senyum dikulum.
STAFF DIRGA (V.O)
Mobil melewati Taman Bekapai. Lampu taman mulai menyala satu per satu — tapi ritmenya tidak natural, lebih seperti sinkronisasi notifikasi.
ARKA
Danu menegang.
DANU
Arka menelan ludah.
ARKA
Mobil berbelok ke jalan menuju pesisir.
Di kejauhan tampak laut biru keperakan, memantulkan cahaya sore. Angin berubah. Lebih lembut. Lebih dingin. Lebih . . . mengundang.
Arka mencondongkan tubuh ke depan, matanya terpaku pada sesuatu jauh di horizon:
kampung atas air — rumah-rumah kayu, atap seng, pantulan air berkilau tembaga - dan di antara semuanya, teras kecil tempat Lira baru saja berdiri.
Arka tidak mengenal tempat itu. Tapi tubuhnya bereaksi lebih cepat dari logikanya.
ARKA
(KEPADA STAFF DIRGA)
DANU
(ANGKAT KEPALA)
ARKA
Staff Dirga menoleh sebentar melalui kaca spion.
STAFF DIRGA
Danu menyipitkan mata.
DANU
ARKA
(JUJUR, PELAN)
BEAT.
Danu langsung memasang seatbelt lebih kencang, takut ada glitch dadakan.
DANU
Arka tidak menjawab. Karena matanya terpaku pada sesuatu di kejauhan:
sekelebat cahaya kecil di antara rumah-rumah panggung. Bukan pantulan. Bukan lampu. Lebih seperti . . . jejak keberadaan seseorang.
Narator muncul tipis, seperti suara dari balik ombak.
NARATOR (V.O.)
Mobil terus melaju, lebih dekat ke garis pesisir. Lebih dekat ke kampung atas air. Lebih dekat ke tempat Lira berada.
Di kaca jendela mobil Arka muncul teks tipis, halus, cuma untuknya:
SYNCHRONIZATION: 52%
TARGET ENTITY WITHIN RANGE.
Arka memejam mata, menahan napas yang tiba-tiba berat.
ARKA (V.O.)
(BERBISIK HALUS, JUJUR)
CUT TO:
34. INT. RUMAH PANGGUNG LIRA – SORE
Rumah kayu bergoyang pelan diterpa angin laut, aroma dapur dan wangi kayu basah bercampur lembut.
Hiasan sederhana - foto keluarga kecil, kipas angin tua, dan tumpukan kain laundry yang belum disetrika - memberi nuansa rumah yang hidup.
Lira baru saja masuk membawa gelas es teh tarik kedua. Dia meletakkan tas kerjanya di sudut ruangan.
Di dapur kecil, IBU LIRA, wanita hangat dengan rambut disanggul sederhana dan celemek motif bunga, sedang menggoreng pisang kipas untuk jualan sore.
IBU LIRA
Lira memutar badannya.
LIRA
Ibu Lira menghentikan gorengan, memandang anaknya dengan tatapan klasik ibu-ibu Indonesia yang sudah hafal sifat anaknya.
IBU LIRA
Lira terbatuk, hampir tersedak udara.
LIRA
Ibunya kembali menggoreng sambil ngomel tipis.
IBU LIRA
PONSEL LIRA BERGETAR. Keduanya berhenti bicara.
Di layar:
"SYNCHRONIZATION: 52%"
"TARGET APPROACHING LOCATION RADIUS."
Lira mengangkat alis.
LIRA
Ibunya menoleh bingung.
IBU LIRA
LIRA
Ibunya meletakkan spatula, menyeka tangan.
IBU LIRA
Lira menahan senyum kecil.
LIRA
Ibu Lira menatap anaknya lama, bingung, lalu mengibaskan tangan.
IBU LIRA
Lira tertawa kecil.
Tiba-tiba angin mengayun tirai jendela kuat sekali. Tidak normal. Tidak kencang. Seolah ada sesuatu yang mendekat.
Lira menoleh ke luar. Deburan suara ombak sungai Mahakam lebih jelas. Cahaya matahari sedikit meredup, lalu kembali terang—seperti efek blink kamera.
Dia merinding samar.
LIRA
(PELAN)
IBU LIRA
(BINGUNG)
Lira memandang ibunya. Ragu. Jujur. Tapi tidak sepenuhnya siap menjelaskan.
LIRA
Ibunya berdecak.
IBU LIRA
Lira tersenyum pelan. Senyum orang yang tahu ibunya bakal kaget banget nanti.
NARATOR muncul pelan, nada kayak mau nahan ngakak.
NARATOR (V.O.)
Lira kembali menatap jendela. Angin bergerak lagi, membawa sekelebat bayangan . . . entah siapa. Tapi terasa.
LIRA
(BERBISIK)
CUT TO.