Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
Hanna yang kalap akan keinginannya untuk sampai ke Batavia itu menggunakan segala cara untuk sampai kesana. Ia pernah mendatangi kantor pemusatan kekuasaan Belanda yang berada di kepulauannya itu, namun gagal. Iapun pernah mencoba menumpang di suatu kapal kecil yang bertujuan justru bukan ke Batavia, lalu ia pun pulang kembali karena salah arah.
Pada saat dimana Hanna sudah mulai letih akan perjuangannya demi melangkahkan kaki ke Batavia yang selalu gagal, Hanna pun terkejut; karena ada satu kompi tantara Belanda yang singgah ke rumahnya sambil membawa senapan laras panjang dan tantara tersebut pun bertanya pada Hanna yang hanya seorang diri menjaga adik-adiknya karena sang ayah sedang berada di kebun.
“Permisi, apakah disini betul rumah dari sodara fahri yang mempunyai kebun cengkeh di kaki bukit?!”
(tanya para tantara tersebut dengan Bahasa yang masih bercampur logat Belanda sambil muka menatap tegas ke arah Hanna)
“Oh ya betul, disini rumahnya; beliau adalah ayah saya” (jawab Hanna dengan pelan)
“Kami kesini ingin mengambil cengkeh yang ada dirumah, dan akan kami sampaikan ke Batavia untuk dikirim ke Netherland. Jika anda punya, saya akan memberikan hadiah besar untuk anda”
Lalu Hanna pun memikirkan pernyataan Belanda tersebut dan mulai bertanya :
“Apa yang hendak menir beri apabila kami berikan cengkeh ini pada menir?!” (tanyanya dengan raut wajah serius)
“E kami akan memberikan hadiah bersekolah kepada anak sodara fahri karena sudah beri kami cengkeh”
Hanna pun berfikir dan menduga “Apa iya, mereka benar-benar memberikan ini kepada saya?! Ah saya tidak terlalu yakin. Karena Pendidikan itu hanya bisa di dapat oleh orang-orang punya saja”
Namun tak lama para tantara tersebut pun berjalan ke arah mobil dan bertanya pada seorang bertinggi besar, berbadan tegap dan berkepala plontos yang masih duduk di kursi depan mobil : “Sir, ada anak gadis sodara fahri yang bertanya serius tentang hadiah yang kita beri, bagaimana ini?!” (setelah diketahui ternyata orang tersebut adalah salah satu kaisar besar utusan Belanda yang datang dari Batavia)
“Bilang pada gadis tersebut, saya yang akan menjamin segala fasilitasnya disana” (ucap sang kaisar berkepala plontos tersebut)
Tak lama tantara Belanda tersebut pun menyampaikan apa yang di ucapkan sang kaisar kepada Hanna, sambil terkejut dan senang; Hanna pun langsung memberikan semua cengkeh hasil kebun ayahnya yang tadinya hendak di jual ke Pak Lurah, tanpa izin dulu kepada sang ayah.
Hanna pun langsung bergegas dan merapikan segala macam barang-barang yang mungkin penting baginya untuk di bawa ke Batavia. Di sisi lai, para tentara Belanda tersebut pun langsung membawa hasil cengkeh tersebut ke pelabuhan terdekat di pulau tersebut menggunakan truk militer milik mereka.
Sesampainya ayah Hanna dirumah, tak lama Hanna mendekap Sang Ayah dan berkata :
“Ayah, dah sampai waktu Hanna hendak pergi kak Batavia, Anna dah dapat tumpangan dan jaminan untuk berjuang mengejar Pendidikan disana ayah” (ucap Hanna dengan menggendong tas dan bersimpuh dihadapan sang ayah)
Adik-adiknya yang hanya bisa menatap dari kejauhan kamar mulai termenung dan merasa ketakutan karena akan ditinggal pergi oleh Sang Kakak. Lalu, Ayahpun berkata :
“na, Hanna gadis ayah tersayang,, pergilah nak.. jikalau memang disana kau bisa mendapatkan apa yang kau inginkan, ayah hanya berpesan, ‘Jangan kau tinggalkan sholat dan berdoa kepada Allah, semoga apa yang kau inginkan terlaksana sesuai harapanmu”.
Hannapun menangis dan para kedua adiknya berlari dari arah kamar sambil menangis dan memeluk kakanya tercinta :
“Aka, jangan tingalkan kami … sampai bila lah aka… dah sampai kah waktu aka sudah tah sayang kak kami?!! “
Dan ahirnya mereka menangis Bersama di halaman depan rumah kecil sederhana milik mereka. Namun Hanna harus tetap pergi, Hanna harus mengejar cita-citanya. Dengan air mata yang masih berlinang Hanna mencoba untuk menenangkan kedua adiknya dan memberikan mereka pesan :
“De’ aka ni hendak ke Java, ke tempat Hamka dan Musa nanti jadi Pilot.. nanti kita bertemu disana ya,, Aka akan siapkan tempat untuk ade nanti tinggal disana, sekarang Musa dan Hamka belajar sungguh-sungguh ya! Aka sayang kan kalian”
Ahirnya, dengan ucapan lembut dari Sang Kakak ahirnya Hamka dan Musa mulai melepaskan pelukannya secara perlahan.
Sambil mencium dan meminta Ridho sang ayah, Hanna mengucapkan sebuah kata kepada sang ayah :
“Ayah, anna ni hendak jadi wanita yang kuat seperti ibu dahulu, anna inginkanlah menjadi sosok yang buat ayah senang sperti ibu”
Lalu sang ayahpun mengangguk dan mencium kening Sang Putri kesayangannya.
Hanna pun pergi ke esokan paginya untuk menemui Sang Kaisar yang telah menunggu di pelabuhan terdekat di pulaunya. Sesampainya disana, Hanna langsung diajak oleh sang kaisar duduk di bangku mewah miliknya yang berada didalam kapal.
Mereka pun mulai berbincang-bincang, kapal pagi itu mulai berlayar menuju Batavia.
Sang kaisar : “Hanna, kalau nanti sudah sampai di Batavia, kamu tinggal saja di rumah saya, kamu dapat salah satu kamar yang berada di dekat pintu depan di rumah”.
Sambil merenung karena masih ada perasaan sedih meninggalkan sang ayah dan kedua adiknya, Hanna pun menjawab : “baik menir, nanti saya akan ikut di tempat menir untuk tinggal di Batavia”