Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
Batavia 1932
Suka
Favorit
Bagikan
2. Batavia 1932 #2
Skrip ini masih diperiksa oleh kurator

Tidak hanya sampai disitu, Dahlan bahkan seringkali menyisihkan uang saku yang diberikan Ayahnya untuk sekolah pada Hanna. Ia menyelipkan uangnya didalam kepingan koin yang diterima Hanna. Namun, karena perlakuan Dahlan yang seringkali mencampurkan uang hasil jual cengkeh dan pemberiannya kepada Hanna, suatu ketika ada kejanggalan yang dipaparkan oleh Ayah Hanna kepada Hanna; Ia bilang :

Ayah Hanna berkata : na, Hanna… kenapa kau ahir-ahir ini sering memberikan uang yang lebih daripada keharusan yang kita terima dari menjual cengkeh nak?

Hanna : Mmm Mmm… Anna ta’ tahu ayah,, (jawab Hanna sambal agak gugup dan menundukan mukanya.

Ayah : Apa pak lurah sengaja menitipkan uang lebih ini kepada ayah, supaya esok ayah lebih giat bekerja?! (tanyanya, sambil mengkerutkan alis kepada Hanna)

Hanna : Inda ayah,, Anna tak tahu pasal tu.

Gadis keturunan Melayu tulen ini memberikan statementnya kepada Sang ayah sambil memikirkan apa yang hendak ayahnya tanyakan selanjutnya. Dan sambil termenung ia bertanya pada dirinya :

Hanna : “ Apakah ayah akan mendatangi rumah pak lurah untuk menanyakan hal ini?!, ah.. aku ta’ sanggup membayangkannya, semoga saja tidak”.

Pada keesokan harinya, Hanna mencoba mendatangi Dahlan (seperti biasa ia menggoes sepeda ontel milik ayahnya itu sambil memakai tudung).

Sesampainya ia di rumah pak lurah, ada yang diherankan oleh Sang pengepul :

“Lho, kenapa de’ Hanna pergi kesini tanpa membawa karung cengkeh di sepedanya ya?!” (tanyanya sendiri sambil berfikir).

Tak lama Hanna pun tiba dan turun dari sepedanya, lalu bertanya :

“Assalamu’alaikum pak lurah, adakah Dahlan diirumah?” (tanyanya dengan nada sopan)

Pak lurah : “Ooh ada de’ Hanna, Dahlan sedang menyiapkan berkas-berkasnya untuk di kirim ke Lembaga Pengurus Pendidikan esok; silahkan masuk de’.. “

Hanna : “ Baik pak lurah, terimakasih”

Lalu Hanna pun masuk kerumah Sang pengepul dan bermaksud untuk menemui Dahlan di ruang tamu.

Ketika ia masuk, tak lama Dahlanpun langsung menoleh ke arahnya sambil bilang, :

“Ada apa Hanna, tak biasanya awak datang kemari dan langsung masuk menemui saya, adakah perihal apa gerangan?”

Hanna : “Inda Dahlan, Inda ada maksud tertentu yang ingin saya sampaikan” (jawabnya sambil agak sedikit canggung pada Dahlan, lelaki baik itu)

Dahlan : “Lalu?”

Hanna : “Awak sedang menyiapkan apa tu, benda penting kah?!” (tanyanya sambil bingung pada dirinya sendiri, karena salah pengungkapan)

Dahlan : “Ooo ini berkas untuk pergi ke Batavia Hanna” (jawabnya sambil duduk dan kepala agak menengok ke arah Hanna)

Hanna : “Awak hendak berlibur kah? Atau hanya untuk melanjutkan Pendidikan kesana?”

Dahlan : “Tak payau lah awak bertanya seperti itu Hanna, saya ni hanya menyiapkan berkas-berkas saja, karena kemarin saya mendapatkan tawaran untuk melanjutkan sekolah dan Pendidikan kesana”.

Hanna yang hanya seorang anak petani cengkeh hanya bisa menundukan kepala dan merenungkan nasibnya sambil berkata dalam hatinya : “Dahlan ni anak pak lurah, orang dermawan dan bermartabat dikampung ni, sedangkan kamu ini hanya seorang anak petani cengkeh Hanna! Sadarlahh”..

Tak lama Hanna pun pamit pulang kepada Dahlan dan ayahnya dengan kepala menunduk dan wajah agak termenung.

Hanna : “Pak lurah, Dahlan, saya izin pulang ya; ayah dah menunggu dirumah”.

Pak lurah : “Oh iya de’ Hanna, sampaikan salam saya pada bapak awak ya”

Hanna : “Baik pak lurah (InsyaAllah), mari pak lurah.. Assalamu’alaikum” (saut Hanna sambil memegang stang sepeda dengan kedua tangannya) 

Pak lurah & Dahlan : “Walaikumussalam warohmatulloh, hati-hati dijalan ya Hanna” (ucap Dahlan sambil memegang berkas dan menengok ke arah Hanna yang mulai mengayunkan kaki ke pedal sepedahnya)

Saat-saat yang mendebarkan antara Hanna dan Dahlan sudah selesai, bahkan ia lupa untuk menanyakan hal yang sebenarnya ingin ia tanyakan. Ia bahkan lebih terkesima melihat keinginan Dahlan dan kesempatannya untuk melanjutkan pendidikannya ke Batavia.

Sesampainya dirumah, Hanna bertemu dengan kedua adiknya (Musa dan Hamka). Tak lama ia sampai dirumah, bahkan belum beristirahat sama sekali; kedua adiknya yang sangat usil itu mendekatinya sambil bertanya:

Hamka (Adik lelaki pertamanya yang berusia 8tahun) : “Aka, tahukah aka tentang Java itu apa? Aku diberi tanya oleh ibu guru di persimpangan tadi; kata beliau: Jika aku hendak menjadi Pilot, patutlah aku belajar dan menuntut ilmu kak sana”.

Lalu Hanna pun berpikir sejenak sambil batuk singgungan : “hrhr ehem ehem,,”

Musa (sang adik kecilnya yang paling ia sayangipun ikut berspekulasi sama dengan kakaknya (Hamka) : “Iyala kak, beritahu kamilah tentang hal tu.. aka inda sampai hati keu untuk menyampaikanya?”

Lalu Hanna pun menjawab : “Ade-ade aka tersayang.. Java itu kepulauan jauh di tengah-tengah belahan dunia de, kita mesti menggunakan seribu sampan untuk sampai kak sana”.

(padahal ia hanya membuat karangan saja, yang iapun sebenarnya tidak mau melakukanya. Ini hanya ia lakukan karena ia takut, jikalau adiknya lebih jauh berfikir tentang Java). Padahal, pada dasar yang sebenarnya Hanna sempat tertegun kembali dan merenungi hal tersebut dikamar sederhana miliknya. Ia ingin sekali bisa pergi ke Batavia sama seperti Dahlan untuk melanjutkan pendidikannya disana.

Beberapa hari kemudian setelah lama ia tak menjual cengkeh hasil kebun ayahya yang semakin surut karena musim pancarobah, Hanna kembali datang ke rumah Pak Lurah; kali ini ia hanya membawa setengah karung cengkeh yang biasa ia taruh di boncengan sepedannya. Tak lama ia datang, dan Pak Lurahpun bertanya :

“Tumben de’ Hanna hanya bawa sikit saja hasil kebun? Adakah masalah dikebun bapak awak de’?” (tanya Pak Lurah)

Hanna : “Iya pak lurah, sudah beberapa hari ni kebun bapak saya tak begitu baik hasil paninnya; mungkin dikarnakan cuaca Pak Lurah” (jawabnya sambil clingak-clinguk mencari keberadaan Dahlan dengan matanya gersangnya)

Pak Lurah “Oo seperti itu ya de’, yasudah ini koin yang awak terima hanya sikit, tak apa kan?, Insya Allah esok semoga Allah beri berkah panin banyak kebun bapak awak”

“Amiin pak lurah, terimakasih atas Do’anya. Oh iya Pak Lurah, Dahlan apakah ada di rumah? Saya hendak cakap sikit ke dia perihal sekolah?” (tanya Hanna dengan nada agak tinggi karena penasaran)

Pak Lurah : “Dahlan dah dua hari yang lalu pergi berlayar ke Batavia de’ Hanna, Alhamdulillah, Allah beri ia rezki tuk lanjutkan Pendidikan kak sana”.

Dengan gestur tubuh agak kebingungan dan iri dengan keadaan Dahlan yang berhasil melanjutkan pendidikannya ke Batavia, Hanna pun semakin tak karuan. Ia bahkan langsung pergi pulang kerumah sambil pamitan ke Pak Lurah dan bilang :

“Saya mesti langsung pulang Pak Lurah, ayah.. ayah dah menunggu saya di rumah”

Pak Lurah : “Iya de’ Hanna, terimakasih banyak dah sempatkan antar pesanan cengkeh kak sini” (jawabnya sambil berfikir; karena melihat tingkah Hanna yang seperti tergesa-gesa).

Sesampainya dirumah, Hanna langsung mendatangi ayahnya yang masih sedang membuka sepatu but kusam miliknya sehabis berkebun. 

“ayah, Hanna hendak ke Batavia ayah”.

Sontak sang ayahpun berdiri dan mendekati Hanna dengan kepala agak sedikit tegak dan muka kesal karena masih gagal panin bagus . Sang ayahpun bertanya :

“Ada apa kamu hendak pergi kak sana Anna?! Sadarkah kau disana tu banyak Belanda”

Lalu Hanna pun menjawab, :

“Anna hendak melanjutkan Pendidikan ayah,, Anna ingin melihat keadaan Batavia dan menimba ilmu disana”

Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Tidak ada komentar