Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
INT. MOBIL RIZAL – DAY
Rizal menyetir tidak pikiran kacau. Di sebelahnya Razaf duduk dengan menyenderkan kepala pada kaca mobil. Razaf menangis tanpa suara.
EXT. HALAMAN PERUMAHAN - DAY
Rizal memarkirkan mobilnya di depan sebuah perumahan type 36 dengan 2 lantai. Rizal dan Razaf turun dari mobil dan berjalan masuk rumah. Rizal dan Razaf berdiri di depan pintu utama.
RAZAF
Ayah.. Ngapain kita kesini? Ini rumah siapa?
RIZAL
Ini rumah Ayah. Mulai saat ini kita berdua akan tinggal di sini.
Rizal memutar kunci lalu membuka pintu rumahnya. Rumah ini masih terlihat kosong, belum banyak perabotan di dalamnya.
INT. PERUMAHAN – KAMAR - DAY
Rizal mengajak Razaf memasuki sebuah kamar. Di dalam kamar ada sebuah kasur besar tanpa ranjang, sebuah almari 3 pintu, satu set meja kerja dan ac.
RIZAL (CONT'D)
Untuk sementara waktu, Razaf tidur sama ayah dulu,ya. Nggak papa, kan?
Razaf mengamati kondisi kamar. Ia lalu mengangguk.
RAZAF
Iya, Yah. Nggak papa, kok.
Razaf berjalan menuju meja kerja. Mengamati barang-barang yang ada di atasnya. Ia melihat pigura berisi fotonya terpajang di sana. Di samping pigura, ada sebuah kalender meja dengan beberapa tanda silang. Di atas meja itu, juga ada sebuah laptop dan tumpukan kertas yang tertata rapi di sampingnya. Razaf lalu berbalik menghadap Rizal.
RAZAF
(Sedikit takut) Ehm.. Ayah sama Bunda, lagi berantem?
Rizal terkejut mendengar perkataan Razaf. Ia kemudian berjalan menghampiri Razaf dan duduk mensejajarkan tubuh sambil memegang pundak Razaf.
RIZAL
Razaf.. Dengarkan Ayah baik-baik. Mulai hari ini, jangan pernah nyebut Bunda lagi, ya. Ayah nggak suka.
RAZAF
Memangnya kenapa? Ayah marah sama Bunda?
RIZAL
(Jengkel) Razaf..
RAZAF
Ayah.. Kalo Ayah memang lagi ada masalah sama Bunda, kenapa Ayah malah pergi? Harusnya, kan, Ayah selesain masalahnya. Dibicarakan baik-baik, seperti yang biasa Ayah ajarkan pada Razaf.
Rizal kaget mendengar ucapan Razaf. Rizal mengelus pundak Razaf.
RIZAL
Razaf.. Untuk saat ini, masalahnya berbeda, Nak. Dan kamu tidak akan paham. Jadi, Ayah minta Razaf nurut sama Ayah, ya?
Razaf mengerjapkan mata.
RAZAF
Ayah sama Bunda mau cerai, ya?
Rizal kembali terkejut.
RAZAF (CONT’D)
Kenapa, Yah? Bunda ngelakuin kesalahan, ya? (Beat) Ayah.. tolong jangan cerai sama Bunda, ya. Aku mohon. Huhuhu (mulai terisak). Aku nggak mau liat Ayah sama Bunda pisah. Aku pengennya punya orang tua lengkap. Tolong, Yah.. Maafin Bunda. Huhuhu..
Razaf masih menangis. Rizal memeluk Razaf, mencoba menenangkannya.
RIZAL
Razaf.. Ayah tau, ini berat buat kamu. Tapi ini demi kebaikan kamu, Nak. Ayah ngelakuin ini semua demi kamu.
RAZAF
Tolong maafin Bunda, Yah. Jangan cerai sama Bunda. Tolong, Yah..
Rizal melepaskan pelukan. Ia lalu menggoyangkan pundak Razaf, memaksanya untuk menatap mata Rizal.
RIZAL
(Tegas) Razaf, dengarkan Ayah. Ayah ngelakuin ini, demi kamu. Ayah ingin menyelamatkan kamu dari monster itu. Wanita yang selama ini kamu panggil Bunda, dia sebenarnya adalah monster. Dia akan menyakiti kamu.
RAZAF
(Menggeleng) Enggak, Yah. Bunda bukan monster.
RIZAL
Kamu masih belum tau yang sebenarnya, Nak. Ayah tau semuanya. Itu sebabnya Ayah ngajak kamu pergi. Ayah nggak mau, kamu mengalami hal yang sama dengan Ayah. Ayah sayang sama kamu. Jadi, Ayah mohon.. Percaya dan nurut sama Ayah.
Razaf diam. Rizal kembali memeluk Razaf.
INT. RUMAH VANIA - KAMAR - DAY
Vania duduk di atas ranjang. Tangannya memegang foto pernikahan yang biasa terpajang di nakasnya. Ia masih menangis. Budhe Amih mengelus pundak Vania.
VANIA
Mas Rizal.. Huhu.. Mas Rizal..
BUDHE AMIH
Udah, Van. Kamu yang sabar..
VANIA
Vania nggak mau jadi janda, Budhe.. Huhu.. Vania masih sayang sama Mas Rizal..
Vania memeluk Budhe Amih.
BUDHE AMIH (V.O.)
Budhe juga dulu nggak pengen menjanda, Van. Tapi mau gimana lagi, dari pada terus-terusan disakiti?. Mungkin ini jalan yang terbaik buat kita, Van. Budhe minta maaf, Van.
BUDHE AMIH
Yang sabar, Van. Mungkin ini ujian pernikahan kamu. Kamu yang kuat, ya.
Budhe Amih mengusap matanya yang basah.
INT. PERUMAHAN - KAMAR - NIGHT
Rizal dan Razaf sedang tidur. Tubuhnya bergerak-gerak gelisah. Nafasnya tidak beraturan. Rizal tiba-tiba terbangun dan langsung duduk. Rizal mengatur nafas. Ia lalu mengacak rambutnya frustasi. Rizal menatap Razaf yang tertidur pulas dan mengelus kepala Razaf lembut.
Rizal berjalan mendekati meja. Mengambil kalender. Rizal menyilang hari ini (13 November) dengan spidol hitam, dan kemudian berjalan keluar.
INT. RUMAH VANIA - KAMAR – NIGHT
Vania berbaring miring di tempatnya. Ia masih memeluk foto pernikahannya. Vania menangis tersedu. Satu tangannya mengelus bantal yang biasa digunakan Rizal.
INT. PERUMAHAN – DAPUR – NIGHT
Rizal bersandar pada meja dapur. Ia merenung. Di sampingnya ada sekaleng kopi. Rizal lalu minum.
INT. RUMAH VANIA - KAMAR – DAY
Vania berbaring di tempatnya, menatap langit-langit kamar sambil memeluk foto pernikahannya. Pandangannya kosong. Wajahnya sembap. Rambut panjangnya tergerai kusut.
Budhe Amih masuk dengan membawa nampan, lalu meletakkannya di atas nakas. Budhe Amih membuka tirai dan jendela kamar Vania. Ia lalu duduk di samping Vania. Budhe Amih merapikan rambut Vania yang berantakan dengan tatapan iba.
BUDHE AMIH
Van.. Kamu jangan kayak gini terus. Budhe jadi sedih ngelihatnya. Sudah hampir seminggu kamu kayak gini. Kamu harus bangkit, Van.
Tante Ia masuk kamar. Budhe Amih menoleh ke arah pintu lalu menggeser duduknya, mempersilahkan Tante Ia. Tante Ia menatap Vania iba. Ia kemudian duduk. Tante Ia menarik tubuh Vania dan memeluknya. Tante Ia menepuk-nepuk punggung Vania. Vania masih diam dengan tatapan kosong. Sesekali matanya bergerak-gerak tidak teratur.
TANTE IA
Van.. Tante tau, ini berat buat kamu. Ini terlalu menyakitkan. Ini juga mungkin tidak adil buat kamu. Tante tau, Van. Tante Paham. Van.. Kamu boleh nangis sepuasnya. Boleh teriak sekerasnya. Silahkan.. Tante nggak bakal ngelarang. Silahkan menangis sepuasnya. Atau kalo kamu ingin teriak, silahkan, Van. Silahkan berteriak sekencang yang kamu bisa. Tante nggak bakal ngelarang apapun.
Vania menangis.
TANTE IA (CONT'D)
Kamu tau, Van. Di dunia ini, masih banyak orang yang sayang sama kamu. Banyak yang peduli sama kamu. Banyak yang cinta sama kamu. Kamu nggak perlu takut. Nggak perlu ngerasa sendirian. Kamu juga nggak harus menanggung rasa sakit itu sendirian. Kamu bisa cerita sama Tante, atau sama Budhe. Kita berdua selalu ada buat kamu, Van.
VANIA
Tan-te.. Huhuhu.. Bu-dhe.. Huhuhu..
Vania menangis semakin keras sambil mengeratkan pelukan. Budhe Amih mendekat dan mengelus kepala Vania.
Vania berhenti setelah menangis cukup lama. Ia lalu mengusap mata dengan punggung tangannya. Tiba-tiba ia melihat samar sosok Zafran sedang berdiri di depannya sambil tersenyum. Vania mengucek mata. Ia lalu menyipitkan mata untuk memastikan penglihatannya. Namun Zafran menghilang.
Vania melepaskan pelukan. Mencari sosok Zafran di sekeliling ruangan.
TANTE IA
Kamu nyari apa, Van?
VANIA
Eh (kaget).. Eng-Eng-Enggak, Tante.
TANTE IA
Gimana, Van? Sudah merasa baikan?
Vania mengangguk.
BUDHE AMIH
Alhamdulillah..
TANTE IA
Yaudah, kalo gitu kamu segera mandi, gih, biar seger. Trus dandan yang cantik. Tante tunggu di luar, ya. Kita sarapan bareng. Oke?
Vania mengangguk.
Budhe Amih dan Tante Ia berjalan keluar. Budhe Amih membawa kembali nampannya.
Vania masih duduk di ranjang. Ia kembali mencari sosok Zafran. Zafran tiba-tiba duduk di sampingnya. Vania terlonjak kaget. Zafran tersenyum.
VANIA
Za- Za- Zafran..
Zafran mengacak rambut Vania.