Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
16. INT. KAMAR VINIA - DAY
Vinia sedang mencari-cari surat formulir di tumpukan buku meja belajarnya, tapi nggak ketemu. Dia nyari di dalam tas, nggak ketemu juga. Tiba-tiba, dari luar, ibunya masuk setelah mengetuk pintu sekali.
IBU VINIA
(membawa nampan berisi gelas dan satu bungkus pil obat)
Lagi cari apa? Vinia awalnya nggak menggubris, tapi kemudian kelelahan sendiri. Dia menoleh, menatap ibunya dingin.
IBU VINIA
(menghela napas dan menyodorkan obat)
Waktunya minum obat.
Vinia memandangi obat berwarna putih di bungkusan, lalu menatap ibunya yang berwajah datar.
IBU VINIA
Minum, Vinia. Vinia mengacuhkan ibunya lalu pergi ke tempat tidur.
IBU VINIA
(menahan emosi)
Vinia! Kamu tahu betapa susahnya ibu nyembuhin kamu?
Vinia menatap dari tepi tempat tidur. Sebelah matanya ketutupan poni.
VINIA
Dimana formulir aku? Ibu Vinia berjalan mendekat dan meletakkan gelas air putih dan obat di nakas. Dia agak mengempaskan gelas dengan kasar.
IBU VINIA
Maksud kamu lomba ke Polandia itu?
VINIA
(menatap ibu tanpa ekspresi tapi nggak ngomong apa-apa)
IBU VINIA
(menghela napas sambil melengos acuh tak acuh)
Ibu sudah bilang ke Pak Chan kalau kamu nggak akan ikut kompetisi semacam itu karena kamu masih dalam perawatan.
VINIA (bangkit dengan alis mengerut)
Siapa bilang!!
IBU VINIA
(menatap Vinia dengan sebelah alis)
Kamu mau ikut lomba itu dengan kondisi seperti ini? Kamu mau mempermalukan ayah kamu lagi? Udah cukup ya, Vin. Ibu udah cukup memberesi semua hal dan itu nggak pernah ngubah apa-apa!
VINIA
(menahan napas beratnya lalu mencengkram bahu ibu keas-keras)
Balikin formulirnya!!
IBU VINIA
(berusaha melepaskan diri)
Minum obatnya! Vinia!
VINIA
(cengkramannya makin kuat dan dia makin menuntun ibu ke belakang. Napasnya semakin berat dan dia menatap dengan bola mata dari balik poni)
Balikin! Balikin!! Balikin formulirnya!!! Kembaliin formulir aku!! Aku mau ikut ke Polandia! Aku mau ikut kompetisi itu!!!!
Vinia mulai mendorong ibu merapat ke tembok kamar, matanya merah, napasnya tersendat-sendat dan sesenggukkan.
IBU VINIA
(berusaha berdiri tegak dan mengambil obat di nakas)
Vinia, tolong jangan sekarang
VINIA
(mencekal tangan ibu dan mulai menangis)
Mama nggak tahu...
IBU VINIA
(menatapi Vinia beberapa saat)
Vinia, kamu harus..
VINIA
(air mata mulai berderai, poninya semakin nutupin matanya, tapi cengkraman Vinia mengerat seirama rasa marah dalam dadanya)
Aku nggak perlu obat lagi, ma.. Cukup...
IBU VINIA
(berusaha melepaskan cengkraman anaknya)
Kamu harus sembuh--
VINIA
(mengangkat wajah hingga poninya agak terlempar dan menjerit keras)
AKU NGGAK BUTUH OBAT! AKU NGGAK BUTUH APA-APA SELAIN PAPA--
Ibu Vinia menamparnya satu detik. Wajah Vinia terpental ke samping sejenak. Dia memelotot kaget dan rasa panas di pipi menjalari wajahnya hingga membuat gemetar seluruh tubuh. Dengan menahan napas, dia tertegun diam. Vinia tersungkur dengan tangan memegangi pipinya. Tatapannya kosong tapi air mata mulai turun di pipinya.
IBU VINIA
(melihat tangan yang menampar Vinia dengan gemetar)
Vinia...
Ibu ikut berjongkok, dia melipat bibir, menahan tangis.
IBU VINIA
Vin, mama nggak bermaksud..
VINIA
(menepis tangan Ibu yang mau menyentuhnya)
Jangan.. Sentuh aku. Dari balik poninya, bola mata Vinia menatap tajam ke ibunya.
VINIA
Mana obatnya?
IBU VINIA
(agak bingung, tapi kemudian dia bangkit dan berjalan ke arah nakas sambil menghapus air mata)
Vin, apa yang mama lakuin sekarang itu artinya mama peduli, mama sayang sama kamu, mama mau kamu sembuh...
IBU VINIA
(berjalan ke arah Vinia yang tertunduk dan berjongkok di depannya)
Semua akan baik-baik aja, ya.. Dengan kasar Vinia merampas obat itu lalu menenggaknya tanpa meminum air. Ia menatap ibu tajam, lalu bergumam.
VINIA
Ini yang mama bilang peduli? Dengan obat ini mama bilang peduli?
IBU VINIA
(menatap tanpa kata-kata, dia cuma memandangi Vinia dengan bibir melipat gemetar)
Cuma ini yang mama bisa...
VINIA
(bangkit berdiri dengan kaki gemetar dan bekas air mata di pipi)
Kembaliin formulir aku, aku juga mau melakukan hal yang aku bisa tanpa ijin mama.
Vinia menoleh ke arah ibunya yang berjongkok, lalu dengan napas tertahan ia keluar kamar.
17. INT. KELAS - DAY
Semua siswa di dalam kelas sedang menunggu guru pelajaran musik. Dari depan kelas, Jun diam-diam ngelirik ke belakang, mendapati Vinia sedang membaca sesuatu dengan tenang. Kelas pagi itu ricuh tapi langsung hening waktu Pak Chan masuk ke kelas. Di kelas ada satu piano Grand. Bentuk kelas musik depannya ada panggung jadi lebih tinggi. Setelah meletakkan tasnya, Pak Chan berjalan ke depan kelas, berdiri di sebelah Piano.
PAK CHAN
(memandangi murid-murid di depannya)
Sehubungan dengan Kompetisi yang diadakan di Polandia, selain Kompetisi 5 tahun Frederick Chopin, sekolah juga mengadakan Kompetisi Musik Klasik semua instrumen di Wina. Untuk yang satu ini bapak akan mengadakan seleksi dulu, tapi khusus Piano, Jun dan Vinia bapak harap bisa berpartisipasi.
Suasana kelas tiba-tiba hening, semua orang mendesah waktu Pak Chan menyebut Jun tapi tatapan sinis juga mendarat ke Vinia yang acuh tak acuh. Dia masih sibuk membaca buku seakan menganggap Pak Chan tidak ada.
RAINIE
(menyeletuk dengan suara lantang)
Kayaknya Vinia Wiliam kurang berminat tuh pak.
Semua anak menoleh ke arah Vinia, dan gadis itu langsung diam di tempat. Kepalanya agak merunduk, tapi di balik poni itu, ia menatap Rainie yang duduk di sebelah kirinya (berbeda dua meja) tanpa ekspresi. Pak Chan agak menegakkan tubuh dan menjangkau penglihatannya ke belakang kelas.
PAK CHAN
Kebetulan, kalian belum pernah melihat kemampuan Vinia, bukan? Rainie, sebaiknya kamu latihan jari kamu supaya nggak terpeleset waktu main biola, jangan urus orang lain. Vinia, apa kamu dengar bapak?
Rainie agak mencibir tapi kembali terpusat ke arah Vinia yang terdiam. Semua kelas menunggunya, termasuk Jun dari depan kelas. Dia memutar kepalanya seraya menatap Vinia dari kejauhan. Hal itu menyadari Vinia. Diam-diam, Vinia melirik pak Chan dari balik poninya. Di samping itu, Rainie mulai berbisik dengan teman di sebelah mejanya, dia menatap iri ke arah Vinia.
PAK CHAN
Ah, kalau kamu nggak mau sekarang bapak nggak--
VINIA
(bangkit dari kursi dengan cepat)
Saya dengar.
Semua orang menatap kaget sambil berbisik-bisik, tapi Jun tersenyum kecil. Pak Chan di depan kelas bertepuk tangan, diikuti Shan dan Jun yang kemudian mau tak mau semua kelas pun ikut bertepuk tangan. Vinia naik ke panggung dengan rambut menutupi setengah wajahnya tapi kemudian duduk di depan piano. Tangannya agak gemetar sebelum dia nyentuh tuts, tapi ingatannya teringat ke kata-katanya kemarin.
Dialog diucapkan dalam hati: aku juga mau melakukan hal Note yang aku bisa tanpa ijin mama.
Vinia menghadap piano, lalu mulai menekan-nekan tuts dengan lembut. Dia memainkan Nocturne Op.9 no.2 dari Chopin. Gerakan tangannya luwes dan setiap sentuhan jemarinya berpindah-pindah di tuts putih ke tuts hitam membuat Jun terpesona. Tatapannya tertuju ke tangan dan wajah Vinia yang menatap tuts dengan serius. Matanya berkedip seirama lantunan denting yang membuat semua orang diam sekaligus ikut terbawa suasana indah itu. Semua anak yang tadinya mengerut remeh, kini beralih bengong dan tak percaya. Pak Chan dari balik meja guru hanya manggut-manggut dan tersenyum. Shan di belakang kursi Jun mencolek.
SHAN
(berbisik pelan sambil memandangi Vinia dari belakang Jun tersenyum lebar) Berasa nonton bapaknya, nggak?
JUN
(agak menoleh kecil ke arah Shan lalu tersenyum)
Beda
SHAN
(mengerut bingung)
Beda apanya?
JUN
(diam-diam terus menatapi sebelah wajah Vinia yang tak tertutup rambut dan mulai terbawa suasana)
Kalau gue lihat Robert main rasanya pengen latihan cepet-cepet, tapi kalau ini... Jun kembali menoleh dan memandangi Vinia yang kini sudah menyelesaikan denting terakhir diiringi tepuk tangan meriah seluruh kelas.
JUN
(melanjutkan kalimatnya sambil berbisik pelan)
Rasanya pengen gue temenin..
SHAN
(tertawa kecil lalu mendorong pundak Jun)
Dasar lo!
Pas Shan mundur ke kursinya, tiba-tiba dentingan Nocturne tadi di improvisasi dengan etude Butterfly. Mata Jun melebar sedikit dan terpaku beberapa saat waktu menyadari improvisasi yang begitu indah. Dia membeku di wajah Vinia yang fokus bermain. Kelas diakhiri dengan tepuk tangan meriah semua orang dan Pak Chan melanjutkan materi terakhir. Sementara itu, diam-diam, Jun menoleh ke arah Vinia yang juga menatapnya lebih dulu dari kejauhan.
18. INT. LORONG - DAY
Jun keluar kelas pas jam istirahat dia mau naro buku di loker. Pas dia lihat ada Vinia juga lagi baca sesuatu di mapnya, Vinia sadar. Gadis itu langsung meletakkan mapnya, menyembunyikan map itu ke dalam loker lalu berbalik masuk. Jun menahan tangan Vinia hingga gadis itu menoleh kaget seraya mengibaskan rambutnya. Dua detik, Jun terpana sama wajah Vinia yang kelihatan jelas untuk kali pertama. Vinia menarik tangannya, melepaskan diri, baru Jun tersadar.
JUN
(menyipitkan mata)
Lo sempet improve Butterfly tadi?
VINIA
(agak ragu,dahinya mengerut, diam beberapa detik sambil terus berusaha melepaskan tangan Jun)
Lepasin.
Jun semakin mengeratkan pegangannya.
JUN
(memajukan wajahnya sambil menatap lurus)
Kalau lo bisa main Butterfly, itu tandanya lo pernah lihat sheetnya, kan? Atau setidaknya lo dikasih tahu kalau itu sheet langka?
VINIA
(mengerut kesal, lalu dengan sekuat tenaga melepaskan genggamannya)
Lihat dari internet!
Vinia segera beranjak masuk tapi Jun kembali mendesaknya dan menghalanginya masuk kelas. Dia berdiri di depan Vinia, hingga jarak mereka sangat dekat. Vinia mendongak dengan kerut di kening dan matanya yang menatap tajam.
JUN
(agak menunduk, menatap Vinia)
Apa lo nggak tertarik cari sheet aslinya?
VINIA
(mendongak dengan alis bertautan)
Nggak.
JUN
(menghela napas)
Konon, katanya, Butterfly sama Black keys itu punya melodi rahasia. Kalau dimainkan, bisa membuat sepasang orang yang memainkan melodi itu punya kehidupan yang sama abadinya kayak Chopin.
VINIA
(memutarkan bola mata)
Dongeng kuno.
JUN
(agak menyelipkan senyum dan semangat sedikit)
Gue punya sheet black keys asli.
Vinia tersentak kaget, dia menatap Jun dengan mata melebar.
JUN
(gelagapan)
Eh, maksudnya, bukan punya gue asli, gue.. Dapet dari temen gue pas lomba di Wina. Gue menang battle dan dia kasih gue sheet asli itu. Katanya, rahasia. Dan yah, gue cuma ngasih tahu ini ke elo doang karena gue merasa lo orang yang tepat buat gue kasih tahu hal ini.
VINIA
(menatap tanpa ekspresi)
Nggak penting.
Vinia mau berbalik lagi, tapi Jun kembali nahan tangannya. Vinia langsung menoleh tajam, dia menarik tangannya lagi, tapi gerakan itu malah bikin tubuhnya terpental ke depan dan menipiskan jarak antara dirinya dan Jun.
JUN
(menatap mata Vinia yang membulat kaget selama 3 detik)
Lo, kenapa sih menghindari orang terus? Kenapa lo nggak pernah berminat temenan sama... Setidaknya, gue? Vinia tak menjawab selama lima detik karena ia masih kaget sekaligus gugup.
VINIA
(menghentakkan tangannya lepas dari Jun dengan sekuat tenaga dan itu berhasil)
Kalau kamu mau sheet butterfly, kamu cari aja di internet! Nggak usah kuno.
Lalu Vinia menghempaskan langkahnya berbalik ke kelas dan meninggalkannya.
19. EXT. GERBANG SEKOLAH - DAY
Jun diri di depan gerbang sekolah sambil gendong tasnya. Saat semua orang pulang dan berhamburan ke jalan raya, dia diam-diam melirik ke dalam sekolah, menunggu seseorang. Waktu orang-orang sudah pulang dan sekolah hampir sepi, Jun menoleh lagi dan melihat Vinia berjalan sendiri sambil menunduk. Dia langsung menegapkan tubuhnya dan berjalan agak ke tengah. Vinia menyadari itu, dia mengangkat wajah, sebelah matanya tertutup poni. JUN Vin! Vinia berusaha menghindar dan jalan cepat melewati Jun, tapi Jun buru-buru ikutin dia ke trotoar.
20. EXT. TROTOAR DEPAN SEKOLAH - DAY
JUN
(berlari dan melangkah ke depan Vinia sampai gadis itu berhenti)
Vin, tunggu!
VINIA
(menengadah tanpa ekspresi)
JUN
(terengah-engah kecil)
Lo mau langsung balik?
Vinia tidak menjawab, dia menatap Jun saja.
VINIA
Kalau ini masih soal sheet itu..
JUN
Bukan. Yah, walaupun gue masih penasaran sebenarnya. Gue nggak yakin lo cari sheet dari internet. Kesannya lo nggak mungkin ngelakuin itu.
VINIA
(mulai mengerutkan dahinya)
Kenapa nggak mungkin?
JUN Karena bokap lo pasti punya satu.
Vinia melengos sambil memutarkan bola matanya dan lanjut jalan. Tapi Jun terus menghadang.
JUN
Oke-oke. Gue nggak akan nanyain sheet itu lagi. Gue cuman, di suruh Pak Chan buat minta formulir buat kompetisi di Polandia kemarin.
Kepala Vinia agak terangkat, tatapannya yang tadi tajam dan kening yang berkerut dalam seketika berubah. Dia membuang wajah ke jalanan, dan terdiam beberapa detik.
VINIA
(suaranya pelan dan ragu)
Formulirnya.. Hilang
Ada angin yang mendesir di sekitar wajahnya, poni Vinia agak membuka sebelah matanya.
JUN
Hilang..?
VINIA
(menatap Jun dengan alis berautan)
Hilang.
Vinia melewati Jun, kembali melanjutkan langkahnya, tapi Jun lagi-lagi menghadang.
JUN
Bentar! Tapikan lo.. Emang mau ikut lomba itu, kan?
VINIA
(memandang Jun dengan tatapan tajam tapi kemudian termenung beberapa saat)
JUN
(menunduk sedikit)
Apa nyokap lo nggak ngebolehin..?
VINIA
(menatap Jun lagi)
Itu dan beberapa hal lain yang nggak perlu kamu urusin.
Vinia baru mau maju selangkah, tapi Jun menghalanginya.
JUN
Yaudah, kalau gitu lo pakai formulir gue aja nanti gue minta lagi ke Pak Chan
VINIA
(menjawab cepat)
Nggak usah.
JUN
(membuka tasnya dan mengaduk-aduk mencari kertas formulir)
Lo harus ikut karena lo emang mau ikut itu. Bukan karena nyokap lo yang menghalangi
VINIA
(mendecak sebal dan mau beranjak)
JUN
(cepat-cepat menyodorkan formulirnya)
Nih. Ambil punya gue, supaya besok gue bisa serahin ke Pak Chan. Oh, atau lo mau gue yang isiin?
VINIA
(menatap tajam lagi)
Nggak usah. Aku bisa cari formulirnya di rumah. Kamu nggak usah ngurusin aku!
JUN Tentu aja ini urusan gue.
Vinia menahan napas kesalnya, dia memandang Jun sebelah mata tertutup lalu berbalik menghentakkan kakinya lanjut berjalan sambil menabrak pundak Jun. Jun tersentak ke belakang, dia menghela napas sambil terus memegangi formulir dan memakai tasnya dengan benar. Dia berbalik dan melihat Vinia di belakangnya.
JUN
(berteriak)
Gue nggak akan berhenti ngurusin lo sampai lo benar-benar ikut dan daftar ke kompetisi itu. Gue nggak tahu kenapa nyokap lo ngelarang, tapi gue tahu, lo pengen ikut.
Langkah Vinia terhenti. Gadis itu diam di tempat.
JUN
(terdiam beberapa saat juga dan berjalan mendekat)
Karena urusan gue pengen jadi temen lo itu juga penting.
Jun melihat kepala Vinia yang menoleh kecil, tapi dia berbalk ke depan lagi. Jun yang tidak sabar segera berjalan ke depan Vinia. Tatapan Vinia kosong, tangannya memegang tali ransel.
JUN
Gue bakal minta persetujuan nyokap lo supaya lo ikut lomba ini.
VINIA
(mengerutkan dahi)
Nggak perlu. Nggak usah minta persetujuan dia
JUN
Tapi lo perlu tandatangan nyokap lo. Gue nggak mau palsuin, gue bakal berusaha bujuk nyokap lo dulu.
VINIA
(menatap kertas formulir yang jun perlihatkan ada kolom tanda tangan orang tua)
JUN
Jadi, gue ikut ke rumah lo sekarang, ya?
VINIA
(memandang Jun dengan alis bertautan lalu menghela napas keras)
Terserah.
Vinia melangkah melewati Jun, berjalan ke arah rumahnya sementara Jun menyelipkan senyum tipis dan mengikuti Vinia dari belakang.
(lanjut part 4)