Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
ROBIN (CONT'D)
Bisa enggak kita enggak usah
ngeributin hal kayak gitu? Enggak
usah nuduh-nuduhan, kita harus
tenang kalau mau nemu jalan
keluarnya.
JONATAN
Dari tadi gue tenang.
(beat)
Apalagi kalian baru saja ngebuktiin
kalau nggak ada satupun dari kalian
yang bisa dipercaya.
KARA
Gue beneran enggak ada...
ROBIN
Sudah, Kar! Enggak usah dibahas
lagi.
Suara pelan televisi kini dapat terdengar jelas di tengah kediaman itu. Tidak ada yang tahu apa yang harus dilakukan.
Erin memecah keheningan.
ERIN
Kara enggak pernah balesin grup.
Dia enggak pernah setuju sama kita.
Robin menatap Erin dengan kesal.
ERIN (CONT'D)
Gue pikir lo semua perlu tahu.
Jonatan berdiri, dia menegak habis isi gelasnya.
JONATAN
Kita temenan selama ini enggak ada
gunanya ternyata.
ROBIN
Jo, tapi, akhirnya kita semua tetap
datang kesini.
Jonatan tampak berpikir, lalu dia memasang wajah acuh tak acuh.
JONATAN
Ya, ya.
Jonatan melangkah menjauhi sofa. Jonatan melangkah ke sisi lain ruangan. Dia membuka sebuah laci, lalu menarik keluar beberapa KANTUNG PLASTIK SAMPAH besar berwarna hitam. Dia membawanya ke meja kayu itu.
JONATAN
Bantu gue nemuin semua senjata
pembunuhan yang kalian lihat, dan
semua barang yang kalian anggap
bisa dipakai buat nyakitin orang.
Gue bisa nunjukkin dimana palu sama
kunci pas gue.
Delon mencibir, lalu dengan nada mengejek, dia bertanya.
DELON
Bukannya lo mau nangkep pembunuhnya
ya?
JONATAN
Gue punya cara sendiri. Sekarang,
pertama-tama, kosongin isi kantong
sama tas kalian.
ERIN
Serius lo?
Alen tampak gugup.
JONATAN
Kita main pakai peraturan gue.
Kalian ngelakuin ini, dan mungkin
kalian cuma harus ada di sini
sampai besok pagi, percaya sama
gue.
ROBIN
Besok pagi?
JONATAN
Iya. Ini tindakan pencegahan.
Semua orang di dalam ruangan itu bergeming, tidak tertarik.
JONATAN (CONT'D)
Pilihannya itu, atau berhari-hari
diganggu polisi sama bokap gue.
Mereka semua berpikir singkat sebelum akhirnya Robin menarik dompetnya dan meletakkanya di meja, mulai mengosongkan kantongnya. Jonatan mengangguk padanya.
JONATAN (CONT'D)
Makasih, Bin.
Robin mengangguk malas. Teman-teman yang lain juga akhirnya menyerah dan tidak melawan, mereka mulai melakukan apa yang diminta Jonatan.
Tidak ada apa-apa di kantung mereka. Tetapi, ketika Alen menuangkan isi tasnya, sebuah PISAU SAKU menarik perhatian Jonatan.
JONATAN
Itu apa, Len?
Alen tampak ketakutan. Dia melihat ke bawah, matanya bergerak-gerak dengan liar menyapu lantai.
ALEN
Sumpah gue bawa itu cuma buat
perlindungan.
JONATAN
Perlindungan?
Jonatan melangkah ke arahnya, dia meraih pisau saku itu.
ALEN
Beneran, Jo! Gue nggak bohong,
enggak bohong!
Jonatan bergerak semakin dekat, dia memojokkan Alen.
JONATAN
Lo ngapain bawa pisau ke rumah gue,
HAH?!
KARA
Jo, sudah!
Alen mulai menangis, tindakan Jonatan semakin mengintimidasi.
ALEN
(panik)
Sumpah gue bawa cuma karena gue
takut, gue pernah diikutin sama
cowo, gue takut banget sampai
enggak pernah ngerasa aman lagi
habis itu, gue berani sumpah, gue
enggak bohong, Jo! Tolong, Jo,
maaf, maaf, iya, gue minta maaf...
Kara bergerak dengan cepat ke Alen, dia lalu memeluknya.
KARA
(ke Alen)
Udah, Len, udah, enggak apa-apa.
(ke Jonatan)
Ambil pisaunya, Jo! Enggak usah
deket-deket sama dia lagi!
JONATAN
Oke... oke.
(beat)
Tapi, kalau ternyata dia
pembunuhnya...
ROBIN
Cukup, Jo! Ini bukan salah satu
persidangan lo. Cowok kayak lo itu
alasan JELAS kenapa dia butuh
pisaunya.
Long pause.
Jonatan mengangguk pelan, kalah, dia lalu mundur. Semua orang menatapnya dengan penuh tekanan, rasa tidak percaya, dan takut.
Jonatan membuka plastik sampahnya dan melempar pisau saku Alen ke dalamnya. Dia lalu tampak menenangkan diri.
JONATAN
Jadi, gini caranya.
INT. RUMAH MEWAH - VARIOUS - MONTAGE
Setiap orang yang ada di rumah itu dapat terlihat sibuk melangkah ke dalam ruangan yang berbeda-beda dengan plastik sampah di tangan mereka.
JONATAN (V.O)
Masuk ke semua ruangan di rumah
ini, tapi enggak ada yang boleh ada
di ruangan yang sama bareng gue.
Jonatan tampak berjalan ke salah satu ruangan, dia masuk dan menutup pintu itu. KAMAR TAMU.
JONATAN (V.O) (CONT'D)
Gue bakalan mulai dari kamar tamu,
bokap gue selalu bawa senjatanya
kemana-mana, dia mungkin nyimpen di
sana waktu nginep kemarin-kemarin.
Jonatan mengeluarkan kunci dari sakunya, dia lalu mengunci pintu ruangan itu.
JONATAN (V.O) (CONT'D)
Gue bakalan ngunci diri gue waktu
re-check semua ruangan.
Jonatan mulai mengecek ruangan itu, mencari senjata.
JONATAN (V.O) (CONT'D)
Ruangan yang sudah gue re-check,
bakalan gue kunci.
Jonatan berjalan di koridor, plastik sampah di tangannya sudah tampak terisi sedikit.
Dia melangkah melewati salah satu kamar di rumah itu dan berhenti untuk melihat Kara. Kara yang tidak sadar akan kehadirannya sedang sibuk memeriksa sebuah LEMARI. Plastik sampahnya yang masih terisi sedikit ada di sampingnya.
Tiba-tiba terdengar suara pintu terbuka di depan Jonatan. Delon keluar dari salah satu ruangan, dia menatap Jonatan, lalu memberikannya isyarat jika dia sudah selesai memeriksa ruangan itu.
JONATAN (V.O) (CONT'D)
Kalau semuanya sudah selesai...
Erin tampak melangkah keluar dari salah satu ruangan. Diamelihat Delon, mereka mengangguk, menyapa dalam diam.
JONATAN (V.O) (CONT'D)
Kita kumpul disini lagi.
MONTAGE ENDS.
INT. RUMAH MEWAH - LANTAI DUA - KAMAR - NIGHT
Kara melihat Erin melangkah melalui pintu ruangan yang terbuka.
KARA
Rin.
Erin berhenti. Dia menoleh dan tersenyum ke arah Kara.
ERIN
Hei.
Kara melangkah menjauh dari lemari.
KARA
Gue belum bilang makasih buat tadi.
Kara tersenyum hangat, namun wajahnya juga tampak lelah. Erin bersandar pada pintu ruangan, dia meletakkan plastik sampahnya.
ERIN
Santai. Emang bener kok.
KARA
Tetep saja. Lo nyelamatin gue dari
situasi kacau tadi.
Erin mengangguk.
Ada kediaman, hanya sebentar. Topik selanjutnya dengan natural muncul dari Erin.
ERIN
Delon emang beneran bilang gitu ya?
KARA
Bilang apa?
ERIN
Soal blindspot rumah.
Rasa bersalah merayap ke sekujur tubuh Kara.
KARA
I... Iya, tapi dia bener, mata
orang biasa juga tahu, bisa
kira-kira. Gue enggak tahu kenapa
tadi nyalahin dia.
Kara mulai bergerak-gerak tidak nyaman, Erin melangkah masuk ke dalam ruangan, auranya menenangkan.
ERIN
Sudah, Kar. Enggak apa-apa. Gue
tahu lo enggak ada maksud.
Erin mengusap-ngusap lengan Kara.
ERIN (CONT'D)
Kita semua bingung. Tapi, tenang
saja, ada gue.
KARA
Kita sendiri-sendiri sekarang, Rin.
ERIN
Maksudnya?
KARA
Lo seharusnya enggak sepercaya itu
sama gue.
Wajah Erin langsung membentuk ekspresi kecewa dan terluka yang halus, dia mendengus.
ERIN
Dan lo juga enggak percaya sama
gue? Kita sudah temenan berapa
lama, Kar? Lo kenal gue kan?
KARA
Kita semua juga kenal Jonatan, tapi
salah satu dari kita bisa-bisanya
mikir mau bunuh dia.
ERIN
Itu menurut dia, Kar. Dia enggak
pernah punya masalah sama kita
semua, gue yakin enggak ada yang
kepikiran sampe sejauh itu.
KARA
Kalian semua jelas banget benci
sama dia.
ERIN
Karena dia bunuh orang dan bisa
bebas gitu saja, Kar. Itu bukan
alasan yang bisa sampai matiin
orang, enggak ada urusannya sama
kita.
KARA
Keluarga saja bisa bunuh satu sama
lain, kita apa? Kita semua bahkan
enggak sedarah.
Erin tidak tahu harus menjawab apa selama beberapa detik.
ERIN
Jadi, sekarang lo nuduh gue?
KARA
Gue nuduh semua orang, dan kalian
juga boleh nuduh gue. Intinya, ini
bukan waktunya buat bisa percaya
sama orang.
Erin membuang muka, sebuah penolakan. Kara merasa tidak enak.
KARA (CONT'D)
Sori... Gue takut, Rin.
ERIN
Itu kenapa lo sama gue butuh orang
yang bisa dipercaya, Kar. Lo kira
gue enggak takut? Gue ngelihat
orang pakai hoodie hitam diem deket
mobil lo saja pikiran kemana-mana.
Padahal cuma lagi ngiket tali
sepatu.
Kara tercengung. Kata-kata itu telah membuyarkan pikirannya yang lain.
KARA
Lo liat apa?
ERIN
Orang di jalan. Tetangga paling.
Tanpa aba-aba, Kara melesat melewati Erin.
ERIN
Kar?
Kara tidak menjawab. Dengan cepat, dia telah berada di luar pintu, matanya tertuju pada tangga. Erin menyusul dengan tergopoh-gopoh.
ERIN (CONT'D)
Kar, ada apa sih?
Kara tidak menurunkan kecepatannya, dia berlari menuruni tangga. Erin dengan susah payah berusaha mengikutinya. Robin yang sedang berdiri sambil menatap PONSELNYA, melihat apa yang terjadi di antara mereka berdua.
INT. RUMAH MEWAH - LANTAI SATU - NIGHT
Kara sampai di ujung tangga. Dia dengan gesit menembus ruangan-ruangan yang ada di lantai pertama, menuju ke pintu depan.
Erin yang masih berusaha mengikutinya tidak sengaja menendang TEMPAT SAMPAH yang ada di ruang tamu. Dia langsung menggunakan kakinya untuk membetulkan letak tempat sampah dengan asal, matanya tetap tertuju pada Kara.
ERIN
Kar, tunggu!
Kara membuka pintu depan dan berlari ke-
EXT. RUMAH MEWAH - NIGHT
-jalanan yang kosong. Mata Kara memindai seluruh area itu, dia terengah-engah. Mobil mereka tetap ada di tempat. Tidak ada siapa-siapa.
Erin menyusul keluar. Dia juga mengatur nafas, ikut melihat sekeliling.
ERIN
Apaan sih?
Kara akhirnya menoleh ke arah Erin.
KARA
Lo harusnya bilang dari tadi, Rin.
ERIN
Soal orang itu? Cuma orang lewat
kok.
KARA
Bisa juga itu pembunuhnya, Rin!
Robin menyusul keluar dari dalam rumah. Dia berdiri di teras depan rumah.
ROBIN
(agak berteriak)
Kalian ngapain?
Kara melangkah ke mobilnya, lalu berlutut, dia dengan susah payah melawan gaunnya untuk melihat ke bawah mobil.
Robin melangkah ke jalanan.
ROBIN (CONT'D)
Kenapa?
ERIN
(ke Robin)
Enggak tahu, Bin.
(ke Kara)
Kar, lo jangan bikin gue takut!
Kara berdiri, dia mengintip ke dalam mobilnya. Tidak ada apa-apa, bersih.
Menyadari dia tidak memiliki tasnya, Kara semakin panik, dia mengumpat pelan.
Robin mendekat.
ROBIN
Kar, kena...
Kara bergerak kembali, seakan tidak menyadari kehadiran kedua temannya, dia melangkah cepat masuk ke dalam rumah. Robin terus mengikutinya, dia berhenti sejenak untuk menenangkan Erin yang kebingungan.
ROBIN (CONT'D)
Tunggu sini.
INT. RUMAH MEWAH - RUANG TAMU - NIGHT
Kara menghambur ke arah meja yang masih dipenuhi barang-barang mereka. Dia meraih tas tangannya, lalu mengeluarkan kunci mobilnya.
ROBIN
Kar, kenapa?
Kara kembali tidak memperdulikan Robin. Mereka berjalan melalui mulut koridor tepat ketika Alen turun dari tangga, kebingungan melihat keriuhan itu.
EXT. RUMAH MEWAH - NIGHT
Kara melangkah keluar dari rumah, menyodorkan kunci mobilnya dan menekannya. Mobilnya berkedip, terkunci.
Kara membeku. Dia menekan kunci itu lagi, dan melangkah mendekat ke mobilnya.
ROBIN
Ngomong dong!
KARA
Ada yang masuk ke mobil gue!
ERIN
Bisa saja lo yang lupa kunci, kan?
Kara sibuk membuka-buka dasbor mobil, tidak ada yang hilang.
Dia kemudian beralih ke sebuah tas biru tua dari kursi belakang mobilnya, menariknya ke hadapannya, lalu mulai membukanya.