Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
The Elephant in The Murder
Suka
Favorit
Bagikan
3. Dia Belum Mati

KARA

Semoga.

Mereka semua bertahan di tempat masing-masing. Kediaman memenuhi rumah itu, tidak ada yang bergerak, seakan menunggu sesuatu terjadi.

KARA (CONT'D)

Enggak ada yang ngerasa aneh?

Layar di televisi tiba-tiba berubah menjadi siaran BREAKING NEWS. Pembawa berita dengan cepat sudah muncul di layar.

PEMBAWA BERITA

...Tidak mengantisipiasi jika

fenomena yang sudah diprediksi

sejak minggu lalu ini akan

berlangsung sampai hitungan menit.

Untuk informasi hingga saat ini,

belum diketahui berapa lama

fenomena ini akan berlangsung, dan

belum ada anomali dari kejadian

ini, semua hal dinyatakan masih

dalam kondisi normal, namun

masyarakat disarankan agar tetap

berhati-hati dan tidak panik. Para

ahli dalam berbagai sektor telah

turun tangan...

Robin menatap jam di ponselnya, dia tampak terpukau.

ROBIN

Ini keren banget.

ALEN

Gue mesti masukkin story nih.

ROBIN

Lo sadar kan ini kejadiannya di

seluruh dunia? Oh, atau lo bisa

pake hashtag normal, enggak

spesial, mainsteam.

ALEN

Tsk... Diem lo.

Percakapan dan suasana normal kembali membanjiri ruangan.

JONATAN

Kayaknya kok semua oke oke saja.

Delon terlihat memasukkan BUNGKUS SEREAL kosongnya ke dalam gelas Robin yang masih berbicara dengan Alen. Kara meraih sodanya yang ada di meja.

DELON

Jadi, kita tunggu saja sampai

waktunya normal lagi.

Delon melangkah ke tong sampah, dia lalu membuang KOTAK SEREAL ke dalamnya.

JONATAN

Yaudah, gue ambil snack tambahan

lagi deh.

Jonatan berdiri.

KARA

Eh, Jo. Gue mau lihat-lihat rumah

lo, boleh?

JONATAN

Boleh, boleh.

Jonatan melangkah ke arah dapur, Kara mengikutinya. Mereka melangkah lebih dalam ke rumah, Delon menatapi mereka, dia masih tampak khawatir.

Kara berhenti di bawah tangga.

JONATAN (CONT'D)

Naik saja, Kar.

KARA

Iya, iya.

Kara mulai menaiki tangga.

INT. RUMAH MEWAH - LANTAI DUA - NIGHT

Kara sampai di ujung tangga lantai atas. Dia memperlambat langkahnya dan melihat sekeliling.

Matanya tertuju pada sebuah ruangan berpintu KACA. Ada dua irai yang terbuka menggantung di tiap pintunya.

Kara menempelkan wajahnya ke pintu kaca itu, melihat isi ruangan itu yang terang. Ia kemudian membuka pintu itu.

INT. RUMAH MEWAH - RUANG BERKAS - NIGHT

Ruangan yang formal. Rak buku tinggi dan besar menutupi salah satu sisi tembok. Di ruang kosong yang ada di rak buku, ada sebuah brankas, dan sebuah patung replika DEWI KEADILAN berukuran medium berdiri dengan tegap.

Sebuah meja kerja dengan komputer yang penuh oleh folder mendominasi setengah dari bagian dalam ruangan itu.

Kara berjalan perlahan, dia melihat-lihat rak buku itu dengan kagum, matanya berhenti sejenak di brankas, lalu di patung Dewi Keadilan yang tampak tua dan lama, bagian tangannya agak RAPUH.

Dia lalu mengalihkan perhatiannya kepada meja kerja. Baru beberapa langkah maju, Kara bisa mendengar BUNYI BECEK yang pelan, dia melihat ke bawah.

Cairan gelap yang pekat. Genangan darah.

Kara mengikuti jejak darah itu dengan matanya sampai ke bagian belakang meja. Pemandangan yang mengerikan memenuhi matanya.

Dia melihat Jonatan, kepalanya pecah, seperti labu yang dihancurkan, tidak bernyawa. Sebuah palu dapat terlihat di dekatnya.

Tepat saat Kara berteriak, teman-temannya yang ada di bawah juga berteriak.

Sebuah suara lalu muncul. Semakin dekat. Semakin keras.

Jonatan lalu muncul di pintu, tampak sangat khawatir.

JONATAN

Kar!

Kara masih berteriak, Jonatan berlari ke arahnya.

JONATAN (CONT'D)

Kenapa? Kenapa? Kenapa, Kar? Ada

apa?!

KARA

Dibunuh! Ada yang mati, dibunuh!

JONATAN

Siapa yang dibunuh, Kar?

Mata Jonatan dengan cepat memeriksa ruangan itu.

Menyadari siapa yang memegangnya, Kara langsung kebingungan.

KARA

Jo... Kok bisa?

Kara melihat kembali ke arah meja. Tubuh Jonatan sudah tidak ada di sana. Tidak ada apa-apa di dalam ruangan itu selain sodanya yang tumpah membasahi lantai.

KARA (CONT'D)

Ta... Tadi... tadi...

JONATAN

Ayo, ayo, kita turun dulu.

Ngomongin di bawah, ayo, Kar.

Jonatan membawa Kara keluar dari ruangan itu.

INT. RUMAH MEWAH - TANGGA - NIGHT

Jonatan dan Kara baru saja hendak menuruni tangga, ketika tiba-tiba mereka bisa mendengar bunyi lari bertubi-tubi yang menaiki tangga.

Teman-teman mereka yang lain muncul, tampak panik. Begitu melihat Jonatan, mereka semua berhenti. Menganga, kehabisan kata-kata, membeku di tempat.

JONATAN

Kenapa tadi lo semua juga teriak?

Pause.

ERIN

Lo tadi mati, Jo.

INT. RUMAH MEWAH - RUANG TAMU - NIGHT

Kediaman yang tebal memenuhi udara. Semua orang kini memegang segelas air putih, masih shock. Delon kembali menggoyang-goyangkan kakinya.

JONATAN

Gue baru saja mati? Gimana... Ada

yang mau jelasin ke gue enggak?!

Alen menggigit kukunya, matanya masih basah, tubuhnya gemetaran. Dengan suara yang bergetar, dia bicara.

ALEN

Gue... Gue lihat leher lo digorok.

Jonatan tampak terkejut, tetapi ekspresi itu ditahannya agar tidak terlalu tampak, alisnya mengkerut. Delon tiba-tiba ikut bicara.

DELON

Penyok.

(beat)

Kepala lo.

Quick cuts: Semua orang tetap duduk pada posisi mereka.

ROBIN

Ditembak.

ERIN

Lo pucet banget.

DELON

Kunci pas.

KARA

Palu.

ROBIN

Dua lubang peluru.

ERIN

Satu lubang. Di leher lo.

ROBIN

Di dahi.

ERIN

Gunting.

CUT BACK TO: Jonatan, tidak bergerak, ekspresinya tidak terbaca, diam.

ALEN

Kayaknya... Kayaknya gue pulang

duluan saja.

Alen berdiri dengan pelan, hampir seperti tidak punya kekuatan lagi untuk berdiri.

ROBIN

Gue anter ke mobil.

DELON

Gue ikut juga.

JONATAN

Enggak.

Semua terdiam. Mereka menatap ke arah Jonatan.

ROBIN

Apa maksudnya enggak?

JONATAN

Enggak ada yang boleh pergi.

DELON

Gila ya? Ini gara-gara fenomena

itu, kita semua baru saja lihat lo

mati bahkan sebelum kejadian,

dibunuh malah! Kita kayak ngelompat

beberapa menit ke depan!

JONATAN

Itu poinnya!

Beat.

JONATAN (CONT'D)

Kalian semua tersangka sekarang.

Kalian lihat gue mati. Kalian

pergi, gue mati, semua orang di

ruangan ini jadi bersalah.

Televisi tiba-tiba memulai hitung mundur tahun baru. Bunyi berisik terompet, kembang api, dan kehebohan dimuntahkan sekaligus. Tidak ada yang peduli.

KARA

Benar. Kita bakal jadi yang

terakhir ngelihat dia hidup-hidup.

ROBIN

Kalau gitu, kita telepon polisi

saja. Gue tadi kayaknya ngelewatin

kantor polisi pas mau kesini,

deket.

JONATAN

Terus ngasih tahu mereka soal

pembunuhan yang belum kejadian?

DELON

Kenapa lo enggak telepon Bokap lo

itu, minta perlindungan?

Jonatan berdiri, dia menghadap Delon.

JONATAN

Dan ngebiarin pembunuhnya pergi

gitu saja padahal gue bisa

ngelakuin hal yang lebih buruk ke

dia?

(beat)

Dia bakalan terus-terusan ngejar

gue kalau gue lari.

ROBIN

Jadi, kita semua di sini mertaruhin

nyawa kita, supaya bisa nyelamatin

nyawa lo?

JONATAN

Kalian enggak mertaruhin nyawa

kalian, kalian lagi NYELAMATIN

nyawa kalian. Seenggaknya, kalian

yang bukan pembunuh gue.

Orang-orang di dalam ruangan itu tampak tersinggung.

ERIN

Lo ngira salah satu dari kita

pembunuh?

(beat)

Jo, kita temen baik lo.

JONATAN

(ke Erin)

Teman baik yang enggak tahu sejak

kapan percaya gue bisa bunuh orang.

Teman-teman Jonatan terkejut mendengar pernyataan itu.

DELON

Lo tahu?

JONATAN

Ini acara tahunan, jelas banget

dari sikap kalian. Yang jelas,

salah satu dari kalian itu orang

yang bisa ngelakuin hal yang enggak

gue lakuin.

Delon menggeleng.

DELON

Lo cuma takut. Lo... Kita, enggak

bisa proses kejadian...

JONATAN

Enggak. Gue tahu.

ALEN

Gimana... Gimana kalau pembunuhnya

dari luar, musuh lo, atau...

JONATAN

Terlalu beresiko, salah satu dari

kalian bisa saja lihat dia,

kemungkinannya besar buat jadi

berantakan. Gue lebih yakin ini

orang yang sudah di dalam rumah

gue.

ROBIN

Gila lo kalau sampai lo bisa yakin

salah satu dari kita...

JONATAN

(ke Robin)

Gue urusannya sama orang-orang

kayak gini. Lo bakal kaget kalau

gue ngasih lo siapa tersangka di

beberapa kasus gue.

(ke semua)

Enggak ada yang boleh pergi sebelum

kita nemuin pembunuhnya,

(beat)

atau salah satu dari kalian ngaku.

Jonatan membiarkan kata-katanya menggantung di udara. Robin menyanggah.

ROBIN

Enggak peduli gue. Gue pulang.

Delon dan Alen tampak setuju. Jonatan menarik nafas dalam-dalam.

JONATAN

Gue berusaha nolong.

DELON

Nolong gimana? Rencana pembunuhnya sudah ketahuan

kan? Gimana kalau dia berubah

pikiran, lo mau kita sampai kapan

disini?

JONATAN

Gue enggak peduli berapa lama.

Tapi, satu yang pasti, lo semua

keluar dari pintu itu, hancur hidup

lo. Gue enggak ngancem kalian, tapi

orang normal enggak bakalan mau

hidup mereka berantakan cuma

gara-gara pengacara yang sempat

heboh dituduh ngebunuh orang, mati

di rumahnya sendiri, dan cuma

temen-temen baiknya yang hari ini

ada di rumahnya. Kalau lo semua

sudah nyandang status tersangka di

kasus ini, habis semua.

Ada kediaman di ruangan itu. Mereka semua tahu argumen Jonatan benar adanya.

ERIN

Tapi, lo bisa dibunuh waktu kita

ada di sini.

JONATAN

Itu kenapa lo semua harus ada di

sini. Gue enggak tahu siapa

pembunuhnya, tapi semakin banyak

mata, semakin baik. Lo nolong gue,

gue nolong lo. Simpel.

ROBIN

Bangsat.

Robin bergerak dengan frustasi. Alen tampak pasrah. Kara dan Erin hanya bisa berdiri di tempat mereka, kegelisahan memenuhi pikiran mereka.

Delon melangkah ke hadapan Jonatan, nafasnya memburu.

DELON

Lo pikirin jalan lain sekarang

juga, pasti ada jalan lain, Jo. Lo

enggak perlu ngurung kita disini

kayak gini.

Jonatan menggeleng.

DELON

Ini nyawa lo, Jo! Kenapa lo

kelihatan santai-santai aja?

JONATAN

Apa yang lo barusan bilang, ini

nyawa gue. Jadi, kalau ngurung

kalian dikira santai, lo mau gue

ngelakuin hal yang lebih parah

lagi? Mikir pake otak, On!

Erin menengahi mereka. Dia menarik Delon menjauh.

ERIN

Oke, tenang dulu. Kita semua

bingung.

Delon meraih gelas di meja, dia lalu dengan keras membantingnya ke lantai. Pecahan kaca dari gelas itu terbang kemana-mana. Semua orang di dekat sana mundur.

DELON

Pembunuhnya kalau nggak maju

sekarang, gue bunuh lo pakai tangan

gue sendiri!

Tidak ada yang menjawab, semua terkejut dengan ledakan emosi Delon yang tiba-tiba.

Kara dengan tenang terus menatap Delon. Dia lalu berbicara dengan nada rendah yang menuduh.

KARA

Kenapa lo panik banget, On?

Pernyataan itu memberikan Delon semua perhatian yang ada di dalam ruangan. Jonatan memiliki tatapan yang paling tajam.

DELON

Hah?

KARA

Waktu ketemu lo di depan, lo tahu

soal blindspot rumah ini, padahal

kita enggak ada yang pernah kesini.

Delon tampak tidak percaya.

DELON

Lo nuduh gue pakai alasan sedangkal

itu, Kar? Itu bisa dilihat pake

mata, lo itu arsitek, harusnya

lebih tahu.

KARA

Menurut gue aneh saja.

(beat)

Jadi lo ngira-ngira?

DELON

Itu enggak bisa jadi alesan buat

nuduh gue.

JONATAN

Tunggu, ketemu di depan?

DELON

Oh, iya, gue sudah nyampe duluan,

Jo.

ERIN

Oke, oke, diem, On.

ROBIN

On, duduk dulu.

JONATAN

Tunggu, tunggu, maksud lo apa ini?

Delon menatap lurus ke arah Kara.

DELON

Kita buat grup sendiri. Terpisah,

enggak ada lo nya.

Jonatan mendengus, seperti hampir tertawa.

JONATAN

Hah?

DELON

Kita semua sengaja telat.

KARA

(ke Jonatan)

Gue nggak ada hubungannya sama itu,

karena memang gue beneran telat.

DELON

Lo enggak tahu kan, Jo?

KARA

Gue nolak habis-habisan keputusan

mereka.

DELON

Emang lo bener-bener enggak

sengajain telat, Kar? Hah?

KARA

Gue sudah bilang kerjaan gue

banyak!

Alen tampak menahan emosi yang hendak meledak dalam dirinya. Keadaan di dalam ruangan semakin kacau. Alen mulai memohon.

ALEN

Semuanya diem dulu, dong.

Tidak ada yang mendengarkan Alen. Robin dan Erin masih berusaha menarik Delon mundur, mereka menggumamkan kata-kata tidak jelas.

DELON

Gimana kita juga yakin kalau lo

bukan pelakunya, Kar?

ROBIN

Duduk, On!

Entah dengan kekuatan dari mana, Robin berhasil mendudukkan Delon hanya dengan sekali tarik. Argumen di dalam ruangan itu mendadak berhenti, tercekik.

Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Tidak ada komentar