Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
KARA
Semoga.
Mereka semua bertahan di tempat masing-masing. Kediaman memenuhi rumah itu, tidak ada yang bergerak, seakan menunggu sesuatu terjadi.
KARA (CONT'D)
Enggak ada yang ngerasa aneh?
Layar di televisi tiba-tiba berubah menjadi siaran BREAKING NEWS. Pembawa berita dengan cepat sudah muncul di layar.
PEMBAWA BERITA
...Tidak mengantisipiasi jika
fenomena yang sudah diprediksi
sejak minggu lalu ini akan
berlangsung sampai hitungan menit.
Untuk informasi hingga saat ini,
belum diketahui berapa lama
fenomena ini akan berlangsung, dan
belum ada anomali dari kejadian
ini, semua hal dinyatakan masih
dalam kondisi normal, namun
masyarakat disarankan agar tetap
berhati-hati dan tidak panik. Para
ahli dalam berbagai sektor telah
turun tangan...
Robin menatap jam di ponselnya, dia tampak terpukau.
ROBIN
Ini keren banget.
ALEN
Gue mesti masukkin story nih.
ROBIN
Lo sadar kan ini kejadiannya di
seluruh dunia? Oh, atau lo bisa
pake hashtag normal, enggak
spesial, mainsteam.
ALEN
Tsk... Diem lo.
Percakapan dan suasana normal kembali membanjiri ruangan.
JONATAN
Kayaknya kok semua oke oke saja.
Delon terlihat memasukkan BUNGKUS SEREAL kosongnya ke dalam gelas Robin yang masih berbicara dengan Alen. Kara meraih sodanya yang ada di meja.
DELON
Jadi, kita tunggu saja sampai
waktunya normal lagi.
Delon melangkah ke tong sampah, dia lalu membuang KOTAK SEREAL ke dalamnya.
JONATAN
Yaudah, gue ambil snack tambahan
lagi deh.
Jonatan berdiri.
KARA
Eh, Jo. Gue mau lihat-lihat rumah
lo, boleh?
JONATAN
Boleh, boleh.
Jonatan melangkah ke arah dapur, Kara mengikutinya. Mereka melangkah lebih dalam ke rumah, Delon menatapi mereka, dia masih tampak khawatir.
Kara berhenti di bawah tangga.
JONATAN (CONT'D)
Naik saja, Kar.
KARA
Iya, iya.
Kara mulai menaiki tangga.
INT. RUMAH MEWAH - LANTAI DUA - NIGHT
Kara sampai di ujung tangga lantai atas. Dia memperlambat langkahnya dan melihat sekeliling.
Matanya tertuju pada sebuah ruangan berpintu KACA. Ada dua irai yang terbuka menggantung di tiap pintunya.
Kara menempelkan wajahnya ke pintu kaca itu, melihat isi ruangan itu yang terang. Ia kemudian membuka pintu itu.
INT. RUMAH MEWAH - RUANG BERKAS - NIGHT
Ruangan yang formal. Rak buku tinggi dan besar menutupi salah satu sisi tembok. Di ruang kosong yang ada di rak buku, ada sebuah brankas, dan sebuah patung replika DEWI KEADILAN berukuran medium berdiri dengan tegap.
Sebuah meja kerja dengan komputer yang penuh oleh folder mendominasi setengah dari bagian dalam ruangan itu.
Kara berjalan perlahan, dia melihat-lihat rak buku itu dengan kagum, matanya berhenti sejenak di brankas, lalu di patung Dewi Keadilan yang tampak tua dan lama, bagian tangannya agak RAPUH.
Dia lalu mengalihkan perhatiannya kepada meja kerja. Baru beberapa langkah maju, Kara bisa mendengar BUNYI BECEK yang pelan, dia melihat ke bawah.
Cairan gelap yang pekat. Genangan darah.
Kara mengikuti jejak darah itu dengan matanya sampai ke bagian belakang meja. Pemandangan yang mengerikan memenuhi matanya.
Dia melihat Jonatan, kepalanya pecah, seperti labu yang dihancurkan, tidak bernyawa. Sebuah palu dapat terlihat di dekatnya.
Tepat saat Kara berteriak, teman-temannya yang ada di bawah juga berteriak.
Sebuah suara lalu muncul. Semakin dekat. Semakin keras.
Jonatan lalu muncul di pintu, tampak sangat khawatir.
JONATAN
Kar!
Kara masih berteriak, Jonatan berlari ke arahnya.
JONATAN (CONT'D)
Kenapa? Kenapa? Kenapa, Kar? Ada
apa?!
KARA
Dibunuh! Ada yang mati, dibunuh!
JONATAN
Siapa yang dibunuh, Kar?
Mata Jonatan dengan cepat memeriksa ruangan itu.
Menyadari siapa yang memegangnya, Kara langsung kebingungan.
KARA
Jo... Kok bisa?
Kara melihat kembali ke arah meja. Tubuh Jonatan sudah tidak ada di sana. Tidak ada apa-apa di dalam ruangan itu selain sodanya yang tumpah membasahi lantai.
KARA (CONT'D)
Ta... Tadi... tadi...
JONATAN
Ayo, ayo, kita turun dulu.
Ngomongin di bawah, ayo, Kar.
Jonatan membawa Kara keluar dari ruangan itu.
INT. RUMAH MEWAH - TANGGA - NIGHT
Jonatan dan Kara baru saja hendak menuruni tangga, ketika tiba-tiba mereka bisa mendengar bunyi lari bertubi-tubi yang menaiki tangga.
Teman-teman mereka yang lain muncul, tampak panik. Begitu melihat Jonatan, mereka semua berhenti. Menganga, kehabisan kata-kata, membeku di tempat.
JONATAN
Kenapa tadi lo semua juga teriak?
Pause.
ERIN
Lo tadi mati, Jo.
INT. RUMAH MEWAH - RUANG TAMU - NIGHT
Kediaman yang tebal memenuhi udara. Semua orang kini memegang segelas air putih, masih shock. Delon kembali menggoyang-goyangkan kakinya.
JONATAN
Gue baru saja mati? Gimana... Ada
yang mau jelasin ke gue enggak?!
Alen menggigit kukunya, matanya masih basah, tubuhnya gemetaran. Dengan suara yang bergetar, dia bicara.
ALEN
Gue... Gue lihat leher lo digorok.
Jonatan tampak terkejut, tetapi ekspresi itu ditahannya agar tidak terlalu tampak, alisnya mengkerut. Delon tiba-tiba ikut bicara.
DELON
Penyok.
(beat)
Kepala lo.
Quick cuts: Semua orang tetap duduk pada posisi mereka.
ROBIN
Ditembak.
ERIN
Lo pucet banget.
DELON
Kunci pas.
KARA
Palu.
ROBIN
Dua lubang peluru.
ERIN
Satu lubang. Di leher lo.
ROBIN
Di dahi.
ERIN
Gunting.
CUT BACK TO: Jonatan, tidak bergerak, ekspresinya tidak terbaca, diam.
ALEN
Kayaknya... Kayaknya gue pulang
duluan saja.
Alen berdiri dengan pelan, hampir seperti tidak punya kekuatan lagi untuk berdiri.
ROBIN
Gue anter ke mobil.
DELON
Gue ikut juga.
JONATAN
Enggak.
Semua terdiam. Mereka menatap ke arah Jonatan.
ROBIN
Apa maksudnya enggak?
JONATAN
Enggak ada yang boleh pergi.
DELON
Gila ya? Ini gara-gara fenomena
itu, kita semua baru saja lihat lo
mati bahkan sebelum kejadian,
dibunuh malah! Kita kayak ngelompat
beberapa menit ke depan!
JONATAN
Itu poinnya!
Beat.
JONATAN (CONT'D)
Kalian semua tersangka sekarang.
Kalian lihat gue mati. Kalian
pergi, gue mati, semua orang di
ruangan ini jadi bersalah.
Televisi tiba-tiba memulai hitung mundur tahun baru. Bunyi berisik terompet, kembang api, dan kehebohan dimuntahkan sekaligus. Tidak ada yang peduli.
KARA
Benar. Kita bakal jadi yang
terakhir ngelihat dia hidup-hidup.
ROBIN
Kalau gitu, kita telepon polisi
saja. Gue tadi kayaknya ngelewatin
kantor polisi pas mau kesini,
deket.
JONATAN
Terus ngasih tahu mereka soal
pembunuhan yang belum kejadian?
DELON
Kenapa lo enggak telepon Bokap lo
itu, minta perlindungan?
Jonatan berdiri, dia menghadap Delon.
JONATAN
Dan ngebiarin pembunuhnya pergi
gitu saja padahal gue bisa
ngelakuin hal yang lebih buruk ke
dia?
(beat)
Dia bakalan terus-terusan ngejar
gue kalau gue lari.
ROBIN
Jadi, kita semua di sini mertaruhin
nyawa kita, supaya bisa nyelamatin
nyawa lo?
JONATAN
Kalian enggak mertaruhin nyawa
kalian, kalian lagi NYELAMATIN
nyawa kalian. Seenggaknya, kalian
yang bukan pembunuh gue.
Orang-orang di dalam ruangan itu tampak tersinggung.
ERIN
Lo ngira salah satu dari kita
pembunuh?
(beat)
Jo, kita temen baik lo.
JONATAN
(ke Erin)
Teman baik yang enggak tahu sejak
kapan percaya gue bisa bunuh orang.
Teman-teman Jonatan terkejut mendengar pernyataan itu.
DELON
Lo tahu?
JONATAN
Ini acara tahunan, jelas banget
dari sikap kalian. Yang jelas,
salah satu dari kalian itu orang
yang bisa ngelakuin hal yang enggak
gue lakuin.
Delon menggeleng.
DELON
Lo cuma takut. Lo... Kita, enggak
bisa proses kejadian...
JONATAN
Enggak. Gue tahu.
ALEN
Gimana... Gimana kalau pembunuhnya
dari luar, musuh lo, atau...
JONATAN
Terlalu beresiko, salah satu dari
kalian bisa saja lihat dia,
kemungkinannya besar buat jadi
berantakan. Gue lebih yakin ini
orang yang sudah di dalam rumah
gue.
ROBIN
Gila lo kalau sampai lo bisa yakin
salah satu dari kita...
JONATAN
(ke Robin)
Gue urusannya sama orang-orang
kayak gini. Lo bakal kaget kalau
gue ngasih lo siapa tersangka di
beberapa kasus gue.
(ke semua)
Enggak ada yang boleh pergi sebelum
kita nemuin pembunuhnya,
(beat)
atau salah satu dari kalian ngaku.
Jonatan membiarkan kata-katanya menggantung di udara. Robin menyanggah.
ROBIN
Enggak peduli gue. Gue pulang.
Delon dan Alen tampak setuju. Jonatan menarik nafas dalam-dalam.
JONATAN
Gue berusaha nolong.
DELON
Nolong gimana? Rencana pembunuhnya sudah ketahuan
kan? Gimana kalau dia berubah
pikiran, lo mau kita sampai kapan
disini?
JONATAN
Gue enggak peduli berapa lama.
Tapi, satu yang pasti, lo semua
keluar dari pintu itu, hancur hidup
lo. Gue enggak ngancem kalian, tapi
orang normal enggak bakalan mau
hidup mereka berantakan cuma
gara-gara pengacara yang sempat
heboh dituduh ngebunuh orang, mati
di rumahnya sendiri, dan cuma
temen-temen baiknya yang hari ini
ada di rumahnya. Kalau lo semua
sudah nyandang status tersangka di
kasus ini, habis semua.
Ada kediaman di ruangan itu. Mereka semua tahu argumen Jonatan benar adanya.
ERIN
Tapi, lo bisa dibunuh waktu kita
ada di sini.
JONATAN
Itu kenapa lo semua harus ada di
sini. Gue enggak tahu siapa
pembunuhnya, tapi semakin banyak
mata, semakin baik. Lo nolong gue,
gue nolong lo. Simpel.
ROBIN
Bangsat.
Robin bergerak dengan frustasi. Alen tampak pasrah. Kara dan Erin hanya bisa berdiri di tempat mereka, kegelisahan memenuhi pikiran mereka.
Delon melangkah ke hadapan Jonatan, nafasnya memburu.
DELON
Lo pikirin jalan lain sekarang
juga, pasti ada jalan lain, Jo. Lo
enggak perlu ngurung kita disini
kayak gini.
Jonatan menggeleng.
DELON
Ini nyawa lo, Jo! Kenapa lo
kelihatan santai-santai aja?
JONATAN
Apa yang lo barusan bilang, ini
nyawa gue. Jadi, kalau ngurung
kalian dikira santai, lo mau gue
ngelakuin hal yang lebih parah
lagi? Mikir pake otak, On!
Erin menengahi mereka. Dia menarik Delon menjauh.
ERIN
Oke, tenang dulu. Kita semua
bingung.
Delon meraih gelas di meja, dia lalu dengan keras membantingnya ke lantai. Pecahan kaca dari gelas itu terbang kemana-mana. Semua orang di dekat sana mundur.
DELON
Pembunuhnya kalau nggak maju
sekarang, gue bunuh lo pakai tangan
gue sendiri!
Tidak ada yang menjawab, semua terkejut dengan ledakan emosi Delon yang tiba-tiba.
Kara dengan tenang terus menatap Delon. Dia lalu berbicara dengan nada rendah yang menuduh.
KARA
Kenapa lo panik banget, On?
Pernyataan itu memberikan Delon semua perhatian yang ada di dalam ruangan. Jonatan memiliki tatapan yang paling tajam.
DELON
Hah?
KARA
Waktu ketemu lo di depan, lo tahu
soal blindspot rumah ini, padahal
kita enggak ada yang pernah kesini.
Delon tampak tidak percaya.
DELON
Lo nuduh gue pakai alasan sedangkal
itu, Kar? Itu bisa dilihat pake
mata, lo itu arsitek, harusnya
lebih tahu.
KARA
Menurut gue aneh saja.
(beat)
Jadi lo ngira-ngira?
DELON
Itu enggak bisa jadi alesan buat
nuduh gue.
JONATAN
Tunggu, ketemu di depan?
DELON
Oh, iya, gue sudah nyampe duluan,
Jo.
ERIN
Oke, oke, diem, On.
ROBIN
On, duduk dulu.
JONATAN
Tunggu, tunggu, maksud lo apa ini?
Delon menatap lurus ke arah Kara.
DELON
Kita buat grup sendiri. Terpisah,
enggak ada lo nya.
Jonatan mendengus, seperti hampir tertawa.
JONATAN
Hah?
DELON
Kita semua sengaja telat.
KARA
(ke Jonatan)
Gue nggak ada hubungannya sama itu,
karena memang gue beneran telat.
DELON
Lo enggak tahu kan, Jo?
KARA
Gue nolak habis-habisan keputusan
mereka.
DELON
Emang lo bener-bener enggak
sengajain telat, Kar? Hah?
KARA
Gue sudah bilang kerjaan gue
banyak!
Alen tampak menahan emosi yang hendak meledak dalam dirinya. Keadaan di dalam ruangan semakin kacau. Alen mulai memohon.
ALEN
Semuanya diem dulu, dong.
Tidak ada yang mendengarkan Alen. Robin dan Erin masih berusaha menarik Delon mundur, mereka menggumamkan kata-kata tidak jelas.
DELON
Gimana kita juga yakin kalau lo
bukan pelakunya, Kar?
ROBIN
Duduk, On!
Entah dengan kekuatan dari mana, Robin berhasil mendudukkan Delon hanya dengan sekali tarik. Argumen di dalam ruangan itu mendadak berhenti, tercekik.