Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
Suatu Kehormatan
Suka
Favorit
Bagikan
4. Act 3 (Bagian 2)
Skrip ini masih diperiksa oleh kurator

Capellen berjalan keluar dari kotak dengan sempoyongan, lalu berdiri menyandar dinding toko, khawatir.

CAPELLEN

Semua itu... pasti bohong, 'kan?

Edie tegas dan kesal.

EDIE

Jawab pertanyaanku terlebih dahulu!

CAPELLEN

Marie … kau dan teman-temanmu … sama sekali tak menjadi budak, ‘kan?

Marie menggeleng berkali-kali.

MARIE

Tidak … sama sekali tidak, Tuan ….”

Capellen tersenyum.

CAPELLEN

Sudah kuduga. Kalau begitu, aku bisa menjadi jauh lebih tenang. Juga … setelah sekian lama, aku sangat senang bisa melihatmu lagi.

Edie menatap sesaat kotak-kotak lain yang sedikit bergerak.

EDIE

Sepertinya aku tak bisa sepemikiran, mengingat apa yang kau bawa serta kemari.

Edie menatap Marie dan mengembalikan pistol.

EDIE

Bawa ini kembali. Bersembunyilah di dalam.

Edie mendorong Marie masuk toko.

Capellen tertawa kecil miris.

CAPELLEN

Untuk terakhir kalinya, kupikir aku bisa melihat Marie kembali, tetapi ... sepertinya aku memang tak pantas untuk mendapatkan itu.

EDIE

Hei, sesungguhnya sederhana, bukan? Bila kau ingin merasa pantas untuk mendapatkan itu, maka tebuslah apa yang sudah kau lakukan. Kotak-kotak yang lain berisi tentara KNIL, ‘kan? Lantas usir mereka dari sini.

Capellen tertawa kecil.

CAPELLEN

Sayang sekali, tetapi mereka bukanlah Pasukan Infanteri IX KNIL yang kupimpin. Seseorang sepertiku tak akan didengarkan.

EDIE

Apa kau bilang?

CAPELLEN

Misi ini ... tidak diberikan kepadaku, melainkan salah satu pasukan khusus milik KNIL. Mereka beranggotakan orang-orang yang berasal dari Ambon.

Hanako terkejut.

HANAKO

Itu!

PUTRA

Londo Ambon!

Edie menatap Hadian.

EDIE

Panggil Tentara Sukarela! Katakan pada mereka, aku memerintahkan untuk berjaga di seluruh Purwoasri, ini situasi darurat!

HADIAN

Aku tahu!

Hadian langsung pergi.

Edie menatap Capellen.

EDIE

Aku pernah mendengar para petinggi KNIL membahas mengenai taktik penyusupan menggunakan kotak-kotak, tetapi aku tak terlalu peduli lantaran itu terdengar seperti rencana yang bodoh.

Edie tertawa miris.

EDIE

Siapa sangka mereka sungguh melakukannya sekarang.

Capellen tertawa lirih.

CAPELLEN

Informasi yang dimiliki oleh mantan petinggi termuda KNIL memang tak bisa diremehkan.

Edie kesal.

EDIE

Itu bukan sesuatu yang ingin kudengar darimu. Sebuah kesalahan besar aku membiarkan mereka membahas rencana itu ketika masih menjadi petinggi. Lantas, sekarang, ketika telah menuai apa yang ditanam ... saatnya bagiku untuk menebusnya.

CAPELLEN

Sungguh mulia.

EDIE

Kaurasa begitu? Oh, karena kau terluka, mungkin aku akan memberikan pengecualian.

Edie mengambil minyak, lalu menyiramkannya ke atas kotak-kotak.

CAPELLEN

Apa maksudmu?

EDIE

Hanya sebuah pencegahan.

Edie membakar kotak-kotak.

Putra khawatir.

PUTRA

Edie, apa yang kau lakukan?

EDIE

Sudah kubilang bukan, tindakan pencegahan.

PUTRA

Jangan bercanda! Ada seseorang di dalamnya!

EDIE

Lalu, apa? Kau ingin membiarkan mereka keluar dan mengalahkan pribumi? Mengambil alih kekuasaan kembali? Kaulah yang jangan bercanda!

PUTRA

Namun, itu berlebihan.

Edie menggeleng keheranan, lalu menatap sekitar.

EDIE

Aku harus memberitahu Tentara Sukarela agar mereka juga—

Ada suara gaduh di sekitar.

HANAKO

Sudah pukul satu pagikah?

EDIE

Sial! Sudah terlambat!

HANAKO

Terjadi peperangan kembali ....

Putra ketakutan.

PUTRA

Tak mungkin. Mengapa harus .... Padahal kupikir kita telah bebas ....

EDIE

Hanako, bagaimana denganmu?

HANAKO

Aku sudah tidak ada hubungannya, bukan? Aku hanya datang untuk memberitahu—

EDIE

Kau serius? Sungguh hanya itu yang kau inginkan? Kau sudah merasa cukup?

HANAKO

Aku ... aku tahu apa yang kau maksud, tetapi ... aku seorang Nippon! Setelah apa yang ayahku lakukan pada kalian, sungguh kau bersedia menerima bantuan dariku?

EDIE

Tak penting, meskipun kau Nippon, Belanda, atau apa pun. Aku hanya menginginkan seseorang yang bersedia membela tanah ini dengan senang hati. Kau tahu, para pribumi tak memiliki senapan sama sekali, tetapi kau memilikinya. Jadi, aku ingin mau menjadi penembak jitu—

Londo Ambon menembak dari kejauhan.

HANAKO

Putra!

Hanako beranjak melindungi Putra sehingga justru tertembak.

Putra terperanjat.

PUTRA

Hanako! Oh tidak....

EDIE

Sial!

Edie merebut senapan Hanako, lalu menembak balik Londo, lalu menatap Hanako.

EDIE

Bertahanlah!

Hanako merintih.

HANAKO

Maaf ... tetapi sepertinya kau harus mempertimbangkan ulang tawaranmu.

Edie khawatir.

EDIE

Aku tahu. Masuklah ke toko, Marie bisa menjagamu.

HANAKO

Baiklah.

Hanako pergi.

PUTRA

Hanako, aku juga akan—

EDIE

Apa-apaan kau? Hendak kabur lagi?

PUTRA

Bukan begitu! Pasalnya, Hanako—

EDIE

Hanako telah melindungimu! Lalu ... kau hendak menyia-nyiakan pengorbanannya begitu saja? Lagi pula, apa-apaan, kau tidak melihat sekitar?

PUTRA

Mereka....

Putra melihat pemuda-pemuda yang berperang melawan Londo Ambon dengan mudah.

EDIE

Pemuda yang kau kumpulkan, Tentara Sukarela, bekerja dengan baik. Tuan Hadian pasti memanggil mereka di saat yang tepat. Kita juga unggul dalam hal jumlah pasukan. Lalu, kau masih saja kabur dan bersembunyi, bahkan di peperangan yang sudah jelas menjadi kemenanganmu? Kau senang akan itu?

PUTRA

Kurasa....

Putra menggeleng.

EDIE

Lantas katakan padaku, siapa dirimu?

PUTRA

Pribumi!

EDIE

Apa yang harus kau lakukan sekarang?

PUTRA

Berperang!

Edie tersenyum bangga, lalu melemparkan bambu runcing ke depan Putra.

EDIE

Kalau begitu, cobalah.

PUTRA

Tentu.

Putra mengambil bambu runcing.

EDIE

Bagus. Aku yakin kau pasti—

Edie tiba-tiba tertembak di punggung atas, dari belakang sehingga langsung jatuh.

PUTRA

Edie!

LONDO AMBON

Aku mendapatkan pimpinan kalian!

Londo Ambon menginjak punggung Edie dan menodongkan senapan ke belakang kepalanya.

LONDO AMBON

Para pribumi, turunkan senjata kalian atau dia taruhannya!

EDIE

Sial....

Edie merintih kesakitan.

EDIE

Dasar kalian....

Edie agak terbelalak, menatap Putra.

EDIE

Putra, ingat apa yang kukatakan dulu ... tentang Brigjen Masahiro?

PUTRA

Catur?

EDIE

Benar.

LONDO AMBON

Siapa yang mengizinkan bicara! Hentikan obrolan kalian berdua!

Londo Ambon mengangkat kaki, lalu menginjak punggung Edie makin kencang.

Putra menatap beberapa Londo Ambon di sekitar.

PUTRA

Siapa pimpinan kalian?

LONDO AMBON

Hah? Apa yang kau katakan?

Putra tegas.

PUTRA

Aku ingin berhadapan dengan pimpinan kalian!

LONDO AMBON

Kubilang untuk diam!

Geen datang.

GEEN

Saya ... pimpinan mereka.

Edie megangkat alis miris dan meringis.

EDIE

Demi Tuhan ... ini mengerikan.

Putra terkejut, bingung, dan menjadi sedikit ragu.

PUTRA

Ayah?

Geen berjalan mendekati Putra perlahan.

GEEN

Putra... putraku....

PUTRA

Ayah....

Geen tersenyum haru.

GEEN

Kau baik-baik saja rupanya.

Putra mengangguk kecil berkali-kali sambil tersenyum sendu.

PUTRA

Tentu ... tentu aku baik-baik saja, Ayah.

GEEN

Syukurlah, Ayah kemari untuk—

Orang pribumi mengunci leher Geen dari belakang dan menyilangkan bambu runcing di depan dadanya.

ORANG PRIBUMI 1

Jauhkan senapanmu darinya atau pimpinan kalian yang akan mendapatkan balasannya!

GEEN

Tunggu sebentar.

ORANG BELANDA 1

Kau juga diamlah, dasar Belanda!

Londo Ambon kesal.

LONDO AMBON

Menjadi saling memojokkan? Menyebalkan!

Edie tertawa.

EDIE

Kau kira akan selamanya unggul?

Londo Ambon makin kesal, lalu menatap Putra.

LONDO AMBON

Hei, kau! Di mana kau akan berpihak? Kulihat kau seorang pribumi, tetapi barusan kudengar kau mengakui orang Belanda itu sebagai ayahmu.

Edie tertawa kian kencang dengan sarkas.

EDIE

Lantas, bagaimana dengan dirimu sendiri? Kurasa Ambon masihlah bagian dari wilayah yang dijajah Hindia Belanda dan kau seharusnya juga pribumi. Megapa justru berpihak kepada bangsa asing?

LONDO AMBON

Diamlah!

EDIE

Kau tak malu berpaling dari tanah kelahiran? Tak merasa aneh ataupun bersalah untuk menghabisi saudara sendiri? Oh, maaf! Kau pasti tak menyadari bahwa Hindia Belanda hanya memanfaatkanmu.

LONDO AMBON

Dasar! Bukankah aku menyuruhmu untuk diam?!

Londo Ambon memukul kepala Edie dengan senapan.

Edie merintih kesakitan sambil melirik orang pribumi di belakang Geen, membisik sangat lirih.

EDIE

Lakukan ....

Orang pribumi menjatuhkan senapan milik Geen, lalu menendangnya ke arah Putra.

ORANG PRIBUMI 1

Putra!

Londo Ambon menembak orang pribumi di belakang Geen sehingga terluka di pundak.

LONDO AMBON

Lancang!

Orang pribumi merintih kesakitan, tetapi masih cukup kuat untuk tetap mengunci leher Geen.

ORANG PRIBUMI 1

Dasar ... bukanlah kau tahu pimpinanmu ada di tanganku?

LONDO AMBON

Apa yang kau terima setimpal dengan tindakanmu barusan! Kau tak paham situasinya? Kedua pihak sekarang—

EDIE

Putra! Ini kesempatanmu! Semua … belumlah berakhir. Di sini, buktikanlah … siapa dirimu!

Londo Ambon tersentak sesaat, lalu menatap Putra.

LONDO AMBON

Anak Muda, kusarankan jangan. Sekali kau mengarahkan senapan itu kepada Tuan Geen, peluru juga akan bersarang di kepala lelaki ini.

EDIE

Lakukan, Putra! Lakukan! Jangan pedulikan aku!

PUTRA

Edie, aku tak bisa membiarkanmu ....

LONDO AMBON

Ya, itu benar, Anak Muda.

Londo Ambon mengarahkan laras senapan ke belakang kepala Edie.

LONDO AMBON

Lebih baik kau menjauh dari senapan itu.

EDIE

Dengarkan aku! Hanya kau yang bisa melakukannya! Kami membutuhkanmu! Putra! Kumohon!

Putra tiba-tiba mengambil senapan, mengangkat dan melepaskan tembakan ke arah Geen.

PUTRA

Masih sulit bagiku untuk melihatmu terluka, tetapi ... kau tak perlu khawatir, Edie, bila tentang yang satu ini, aku telah memutuskannya sejak tadi.

Londo Ambon menghela napas.

LONDO AMBON

Pilihan yang buruk.

Edie menoleh belakang.

Londo Ambon hendak menembak Edie.

EDIE

Sial—

LONDO AMBON

Sampai jumpa.

Londo Ambon melepaskan tembakan.

Hanako bediri di ambang pintu toko, pundaknya diperban, megangkat senapan dengan kesakitan dan kesulitan, menembak lengan Londo Ambon sehingga pelurunya meleset dari kepala Edie.

HANAKO

Ya Tuhan ... syukurlah ....

Hanako menjatuhkan senapan.

Marie berdiri di belakang Hanako, menatap mereka tak tega.

MARIE

Kalian....

PUTRA

Pimpinan kalian telah ...

Putra tak tega melanjutkan kata-kata.

PUTRA

Dengan begini, peperangan selesai! Pergilah dari tanah kami, KNIL, Belanda!

Londo Ambon memegangi pergelangan tangan yang berdarah.

LONDO AMBON

Hah? Apa kau bilang? Ini bukan permainan, tahu! Tak peduli apa pun, selama pasukan masih tersisa, peperangan belum berakhir!

Londo Ambon menatap sekitar.

LONDO AMBON

Kalian semua, serang!

Putra terkejut.

PUTRA

Namun—

CAPELLEN

Hentikan!

Londo Ambon kesal.

LONDO AMBON

Apa? Baiklah, saya akan jujur. Anda bahkan bukan siapa-siapa—

CAPELLEN

Ini adalah perintah Sang Letnan Kolonel! Pimpinan kalian telah dikalahkan dan aku akan mengambil alih kepemimpinan!

LONDO AMBON

Kami tak ingin dipimpin olehmu!

CAPELLEN

Kalian tak memiliki alasan untuk mengelak! Kita mundur sekarang juga! Tuduhan itu terbukti palsu! Pribumi Purwoasri tak bersalah! Kita tak memiliki alasan untuk melanjutkan misi ini!

Capellen pergi.

Londo Ambon menatap Capellen pergi dengan tak percaya, lalu menyusul pergi bersama Londo Ambon lain.

LONDO AMBON

“Dasar, apa-apaan ini?”

Capellen tetap berjalan menjauh sambil menoleh belakang menatap Marie dengan wajah sangat sendu.

CAPELLEN

Marie.

Marie sedih.

MARIE

Tuan Julio....

Capellen berbicara sangat lirih.

CAPELLEN

Maaf karena aku tak bisa menjagamu lebih lama lagi ....

Capellen menatap depan kembali.

Marie menangis.

MARIE

Jangan bercanda .... Hingga kelak kembali kemari lagi, aku tak akan memaafkan Anda ....

HANAKO

Marie.

Hanako memeluk Marie.

ORANG PRIBUMI 1

Pergi! Mereka sungguh pergi!

ORANG PRIBUMI 2

Kita bebas! Kita bebas!

ORANG PRIBUMI 3

Merdeka!

Putra menghampiri Geen.

PUTRA

Ayah....

Geen tergeletak di tanah, penuh darah.

GEEN

Ayah senang … kau baik-baik saja, Putra ….

PUTRA

Ayah, bertahanlah.

Geen tertawa lirih miris.

GEEN

Apa yang kau katakan, Nak? Itu bukan kalimat yang sesuai setelah kau menembak seseorang.

PUTRA

Ayah ... maafkan, aku.

GEEN

Kau melakukannya demi saudara-saudaramu, bukan? Itu bagus sekali. Terima kasih … telah menjadi putraku yang dapat dibanggakan.

PUTRA

Ayah ....

GEEN

Aku menyayangimu ....

Geen menutup mata.

Putra memeluk Geen.

PUTRA

Membunuh Anda untuk memenangkan tanah ini … adalah suatu kehormatan, Ayah. Terima kasih karena telah membesarkanku sebagai seorang Putra Indonesia!


Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Tidak ada komentar