Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
ROY
(ke Tompel)
Maaf, tadi anda... siapa namanya?
Tompel diam.
ALFRED
Ehm, dia kita panggil Tompel.
ROY
Tompel? Kenapa? Tato di wajah, itu bukan Tompel kan'?
TOMPEL
Bukan. Ini tato.
ROY
(mendengus)
Ya, saya tahu itu.
ALFRED
Dia punya tompel... di badan nya.
ROY
Oh. Di Badan? saya pun punya tompel di Badan, tapi enggak ada yang panggil saya Tompel. (tertawa)
ALFRED
Dia ini atlet MMA, dulu. Sering gak pake baju kalo tanding. Jadi tompelnya suka keliatan. Sejak itu penonton panggil dia Tompel Maut!
ROY
(tertawa)
Tompel Maut! Terus sekarang? Apa yang anda lakuin? Saya lihat tato di wajah kayak gitu jadi inget sama orang-orang yang saya masukin penjara. Atau jangan-jangan anda salah satunya?
Tompel terdiam menatap Roy.
ROY
(tertawa)
Bercanda, maaf!
ALFRED
Dia bodyguard saya sekarang.
ROY
Bodyguard...
ALFRED
Ya, dan yang di sampingnya, dia sopir saya. Tonggos.
ROY
Oke... kenapa gak ada yang pake nama asli.
Tompel dan Tonggos menatap Alfred.
ALFRED
Ehm...
ROY
Ah udahlah. Apa arti sebuah nama? Ya kan'?
Alfred tersenyum.
ALFRED
Ngomong-ngomong, boleh saya lihat pistol nya?
ROY
Pistol? Saya lagi gak tugas. Gak saya bawa.
ALFRED
Ayolah. Saya tau anda pasti bawa.
ROY
Gak. Saya gak bawa.
Alfred menaikan alis, seakan berkata "masa?".
ALFRED
Anggap saja sebagai bayaran karena sudah kami izinkan berteduh. Saya ingin sekali melihat dari dekat, seperti apa pistol polisi itu.
Roy berpikir. Menghela nafas.
ROY
Oke... tapi hati-hati, ini berpeluru.
Roy mengeluarkan sebuah pistol dari belakang celana, menyimpannya di atas meja.
ALFRED
Benar kan'? Dia bawa pistol!
Tompel dan Tonggos saling tatap. Sama-sama berpikir polisi ini akan menjadi halangan besar untuk rencana mereka membunuh Nita.
Alfred meraih pistol itu, mengamatinya dari dekat.
ALFRED
Revolver...
ROY
Hati-hati, jangan tarik pelatuknya.
Tompel dan Tonggos tampak tegang. Mereka berpikir bosnya akan menembak si polisi.
Tiba-tiba Alfred mengarahkan pistol ke Elisa. Elisa tampak tenang sambil merokok. Roy segera merampas pistolnya kembali.
ROY
Bahaya itu.
ALFRED
Haha! Maaf, maaf... sudah lama saya tidak menyentuh revolver. Yang saya gunakan sekarang laras panjang. Untuk berburu.
ROY
Jangan main-main dengan senjata api.
ALFRED
Iya, iya! Maaf.
ELISA
Kamu mau bunuh aku barusan? (sedikit senyum)
ALFRED
Kebetulan kamu ada di depan aku, aku cuma... ingin merasakan gimana sensasinya nodong senjata di depan orang.
ROY
Jangan lakukan itu lagi pak, berbahaya.
ALFRED
Ya, ya... tapi... kenapa anda membawa pistol? Polisi yang tidak bertugas tidak boleh bawa itu kalau saya tidak salah.
ROY
Ya... banyak komplotan penculik dan human trafficking yang udah kenal wajah saya. Jadi ini buat jaga diri... siapa tahu mereka dendam, saya udah tangkap teman-teman mereka...
ALFRED
Tapi itu tugas anda.
ROY
Itu resiko dari tugas saya. Dan akhir-akhir ini, makin banyak penjahat yang berani lawan polisi... (melihat Tompel) jadi...
TOMPEL
...
ROY
Kalo saya perhatikan... tampaknya saya familiar dengan tato di wajah kamu itu. Di mana saya lihatnya ya...
ALFRED
Haha! masih anggap dia mirip orang yang anda jebloskan ke penjara?
ROY
Gak, saya serius... tatonya itu... kayak tanda dari geng tertentu... geng yang sering melakukan... human trafficking...
TOMPEL
Saya tidak pernah bergabung dengan geng mana pun...
ROY
Ya, ya tentu! Saya percaya di sini semuanya orang baik... Oh, ada pesan WA! permisi...
Ternyata Roy memeriksa galeri di smartphone nya. Memastikan apakah tato di wajah Tompel sama dengan tato komplotan yang pernah ia jebloskan ke penjara.
ALFRED
(berdehem)
Saya jadi haus.
Alfred berdiri dan berjalan ke dapur. Ia menyempatkan diri untuk melirik apa yang Roy lihat d hape. Galeri foto para tahanan. Alfred menyeringai.
Alfred mengambil air minum di dispenser. Lalu membuka laci lemari dapur satu per satu. Mencari suatu senjata yang dapat ia gunakan nanti.
ALFRED
(sambil memeriksa laci-laci)
Kamu punya teh celup, Lis?
ELISA
Gak. Aku gak suka teh.
ALFRED
Sayang sekali.
Alfred menemukan seutas kabel di salah satu laci lalu diam-diam mengantonginya. Ia kembali ke tempat duduknya di meja makan, sebelah Roy yang masih sibuk memeriksa foto tahanan.
Nico datang dan membuka kulkas. Mengambil bir baru. Membuka tutupnya, dan minum sambil memperhatikan gigi Tonggos.
NICO
Om Tonggos!
Tonggos, Tompel dan Alfred melirik tajam. Nico yang agak mabuk berjalan ke meja counter dapur dekat meja makan. Kita lihat ada PISAU di sana. Bekas memotong buah yang Angel gunakan tadi.
NICO
Itu kan' namanya? Om tonggos?
ALFRED
Kamu tidak pantas sebut itu. Kamu bukan teman dia.
NICO
Terus saya harus panggil apa? Emang sebutannya Tonggos kan'?
ALFRED
Kamu bisa cukup sebut dia "Om". Gak usah pake Tonggos. Itu tidak sopan.
NICO
Om? Ada banyak Om di sini. Bingung nanti. Lagian Om Tonggos pun gak keberatan kan', saya panggil Tonggos? Kita udah jadi brother kan' Om?
TONGGOS
Brother? apa maksud lu?
NICO
Ya. Brother. Tanya aja sama Tante.
Elisa dan Tonggos salah tingkah.
ELISA
HEH?! jaga ucapan lu ya?! jangan ngomongin hal itu di sini!
NICO
Tapi Tante sendiri yang cerita...
ELisa dan Tonggos menatap Alfred, seakan berkata "kita abisin aja ni bocah!" namun Alfred menggeleng pelan.
NICO
(mabuk)
Oh iya! Tente Elisa juga bilang, katanya kalo sama om Tonggos, sensasinya beda!
Tonggos hendak bangkit tapi Alfred langsung menyentuh tangan Tonggos. Menatapnya tajam. Semua jadi tegang, termasuk Roy. Kita melihat di smartphone nya ada foto seorang tahanan yang mempunyai tato sama dengan Tompel.
ANGEL
Bim, Bim itu si Nico udah mabok.
Bima bangun.
NICO
(mabuk)
Tapi yang lebih parah dari itu, si Tante bilang, GIGINYA OM TONGGOS, LEBIH PANJANG--
Tiba-tiba Suara pistol TERDENGAR. Tonggos menembak selangkangan Nico. Nico MENJERIT kesakitan. Lalu Tonggos segera MELONCAT ke arah Nico, MENCEKIKNYA sampai badan Nico terbaring di atas counter meja dapur. MENGAMBIL pisau yang ada di sana, lalu MENANCAPKANNYA berkali-kali ke mata dan wajah Nico. Darah pun BERMUNCRATAN. Para wanita BERTERIAK. Roy segera meraih pistolnya namun tiba-tiba Alfred sudah ada di belakang, MELILITKAN kabel ke leher Roy lalu MENARIKNYA ke belakang sampai Roy terjatuh dari kursi. Alfred MENCEKIK Roy menggunakan kabel. Wajah Roy semakin memerah. Bima hendak menolong Roy namun Tompel segera mengeluarkan pistolnya.
TOMPEL
DIAM!! DIAM KAMU!!
Bima diam. Mengangkat tangannya. Angel dan Jenny BERTERIAK sambil MENANGIS. Suasana menjadi RIUH.
Roy berusaha melepas diri, MENCAKAR wajah Alfred hingga berdarah, mengarah ke matanya namun Alfred menarik kabelnya dengan sangat kuat sehingga ia tak berdaya. Lalu tiba-tiba muncul Verita yang baru turun dari lantai dua. Ia langsung TERKESIAP melihat sang ayah yang meronta-ronta karena lehernya dililit kabel. Wajah Alfred berubah pucat saat melihat Verita.
ALFRED
(teriak)
AGH! TONGGOS! TONGGOS! TUTUP MATA ANAK ITU!! TUTUP MATA ANAK ITU!! BANGSAT!! TONGGOS!!
Tonggos yang sudah puas menusuk wajah Nico yang sudah MATI, segera menghalangi Verita dengan tubuh besarnya agar ia tak melihat ayahnya yang sekarat. Verita gemetaran, tak bisa bergerak.
Angel dan Jenny saling berpelukan. Tompel masih MENODONGKAN pistol ke arah Bima. Elisa melihat ngeri jasad Nico yang wajah dan selangkangannya hancur.
Alfred menarik sekuat tenaga, dan akhirnya Roy pun MATI. Setelahnya Alfred mengumpulkan nafas, ia TERENGAH-ENGAH. Rambut dan bajunya kusut. Lalu ia berjalan ke arah Verita. Memeluknya. Verita tak bergerak karena takut. Ia mulai MENANGIS.
ALFRED
Sshh... shhh... maafkan kakek sayang, maafkan kakek. Ayo, kita temui ibu kamu diatas. Ayo. Kakek jelaskan semuanya.
Alfred menuntun Verita ke lantai atas untuk menemui ibunya.
TOMPEL
Pel, tolong awasin ni orang (ke Bima). Tapi jangan lu lukain kalo gak perlu!
Tompel MENGARAHKAN pistolnya ke Bima. Bima menatap dengan mata menantang, lalu Tompel pun memukulnya.
INT. KAMAR DI LANTAI DUA - CONTINUOUS - HUJAN
Alfred menuntun Verita menemui Lora yang terbaring lemah di atas kasur. Alfred mengambil kursi dan menempatkannya di samping Lora. Ia duduk, Verita berdiri di depannya, masih TERISAK. Lora berkata dengan lemas,
LORA
Ada apa...?
Verita mulai MENANGIS kencang.
ALFRED
Sshhh... shhh...
Alfred membelai kepala Verita, lalu memeluknya. Lora menunggu apa yang terjadi.
ALFRED
Suami anda mati.
Lora kaget.
LORA
HAH? APA? HAH? MAKSUDNYA?
VERITA
(menangis)
Papah tadi mukanya jadi merah... terus gak gerak...
LORA
Kenapa?! Apa yang terjadi dengan suami saya?!
ALFRED
Saya sudah membunuhnya.
Lora segera bangun, Alfred menahannya.
ALFRED
Jangan bangun. Istirahat saja.
Alfred menempelkan telapak tangannya di kening Lora.
ALFRED
Tubuh anda masih panas.
LORA
Saya gak percaya.
ALFRED
Itulah faktanya. Dan saya sangat menyesal, Verita melihat semuanya.
Lora diam menatap Alfred. Lalu tiba-tiba dia MENGAMUK. Hendak MENCEKIK Alfred namun malah JATUH ke lantai. Verita berusaha menolong ibunya bangun.
VERITA
Mama!
Lora MENANGIS.
ALFRED
Saya akan memberikan anda waktu bersama anak anda. Tapi setelah itu, Verita akan ikut bersama saya. Dan anda... anda bisa ikut suami anda ke liang lahat nanti.
LORA
BANGSAT! IBLIS!!
Lora MELEMPAR Alfred dengan benda-benda di sekitarnya. Alfred pun segera keluar kamar. Kembali ke lantai bawah.
INT. VILLA - CONTINUOUS - HUJAN
Alfred turun dari tangga.
ALFRED
Ada apa ini?! kenapa dia berdarah? (ke Bima)
Tonggos melirik Tompel.
Alfred segera mendatangi Tompel lalu menghajarnya bertubi-tubi.
ALFRED
Lu gak turutin perintah gua!! Sekali lagi lu ga nurutin perintah gua, gua tembak kepala lu. Inget, lu itu buronan, sama kayak si Tonggos. Kalau bukan karena perlindungan gua, ELU (ke Tompel) dan ELU (ke Tongos) udah masuk penjara!
TOMPEL
Iya bos, saya minta maaf.
ALFRED
Ini berlaku buat semua orang di ruangan ini! Elisa!
ELISA
Apa?
ALFRED
Ambilkan perban untuk Bima.
ELISA
(mendengus)
Saya orang yang kasih kamu uang. Kenapa saya harus turutin perintah kamu?
ALfred MENODONGKAN pisaunya kepada Elisa.