Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
CUT IN
INT. MARKAS BITKRI - SIANG HARI
Gusti berjalan masuk ke kantor BITKRI. Ia menghentikan langkahnya begitu melewati pintu depan, karena ia tidak familiar dengan tempat ini. Menoleh ke samping, ia melihat Damar yang sedang digiring oleh Fikri dan Vidi masuk ke dalam sebuah koridor kecil di ujung ruangan.
Gusti pun berjalan cepat menuju koridor tersebut, tetapi kemudian seorang satpam yang bertugas mengawal di depan koridor itu berdiri dan menghalangi Gusti.
SATPAM
Maaf Pak. Hanya orang dalam yang diizinkan masuk.
GUSTI
Bapak liat tahanan yang dibawa masuk barusan? Itu temen saya Damar, dan penting banget buat saya ketemu sama dia--
SATPAM
Maaf tidak bisa Pak.
GUSTI
Gimana kalau saya bicara dulu dengan Bapak-Bapak yang menangkap teman saya barusan?
SATPAM
(dengan lebih tegas)
Pak, kecuali Bapak pengacaranya, Bapak tetap tidak diizinkan masuk karena proses interogasi sedang dilangsungkan dan proses tersebut tidak dapat diinterupsi. Jadi kalau Bapak mau bicara dengan petugas kami, silakan tunggu hingga beliau keluar. Kalau tidak, Bapak dipersilakan meninggalkan bangunan ini.
GUSTI
Oh, ya sudah. Kalau begitu saya pengacaranya.
Gusti tersenyum kepada satpam itu, tetapi satpam itu membalas dengan melotot ke arah Gusti. Terintimidasi, senyum Gusti pun pudar dan ia terpaksa duduk di ruang tunggu tidak jauh dari meja satpam tersebut.
CUT TO:
INT. RUANG INTEROGASI - KONTINU
Damar yang pakaian atasnya telah dilepas sehingga memungkinkan alat pendeteksi badan untuk dihubungkan ke tubuh bagian atasnya, duduk sendirian menghadap sebuah cermin yang sebenarnya adalah kaca satu arah di mana para pengamat dapat melihat ke dalam dari sisi satunya lagi. Terdapat sebuah meja dan dua buah kursi di depan Damar.
CUT TO:
INT. RUANG KONTROL - KONTINU
Sisi cermin yang satunya adalah ruangan kontrol interogasi, di mana orang-orang dari sini dapat melihat ke dalam untuk mengamati perilaku Damar. Di sini terdapat satu orang yang mengawasi hasil alat pendeteksi kebohongan tersebut, serta seorang PROFESOR (64) yang sudah lanjut usia dan mengenakan pakaian ilmuwan. Ia memandang Damar dengan penuh teliti.
Pada saat itu juga Fikri dan Vidi membuka pintu dari luar dan memasuki ruang kontrol, mereka telah membawa map berisi dokumen. Melihat pria lanjut usia dalam pakaian ilmuwan itu, Fikri berjalan mendekatinya terlebih dahulu sementara Vidi menunggu di depan pintu yang menghubungkan ruang kontrol dengan ruang interogasi.
FIKRI
(menyilangkan kedua tangannya)
Masih mencoba membuktikan teori Anda, Prof?
PROFESOR
(menoleh ke arah Fikri)
Kita lihat saja.
Fikri hanya menganggukan kepalanya lalu tanpa berlama-lama melangkah masuk ke dalam ruangan interogasi bersama Vidi.
CUT TO:
INT. RUANG INTEROGASI - KONTINU
Fikri dan Vidi langsung duduk di hadapan Damar, kemudian Fikri membuka map yang ada di tangannya.
FIKRI
Oke, Damar... Kita tidak akan berlama-lama di sini, tapi kamu harus mau kerja sama dengan kita. Kita akan nanya beberapa hal, dan jawabanmu bisa berupa pengakuan maupun penyangkalan. Tapi ingat, kita punya bukti-buktinya dan selang-selang yang nancep ke dadamu itu akan bisa ngedeteksi kalau kamu bohong. Oke? Mari kita mulai.
Fikri mengeluarkan sebuah foto dari dalam map itu dan menaruhnya di atas meja di depan Damar dengan arah yang tepat. Damar melihat foto itu tanpa ekspresi maupun emosi: foto itu adalah foto Nenek yang telah tewas di atas ranjang rumah sakit. Kulitnya putih dan bibirnya pucat.
FIKRI
Apakah benar ini Nenekmu, dan apakah kamu dan Pak Suhendi bersekongkol untuk menyuntikan obat eutanasia ke dalam tubuhnya sehingga beliau meninggal dunia?
Damar diam beberapa saat, kemudian menganggukan kepala.
Fikri dan Vidi agak terkejut mendengarnya. Mereka saling menatap: mereka tidak menyangka akan mendapatkan pengakuan semudah itu.
Fikri pun mengambil foto itu kembali dari atas meja dan menaruhnya kembali ke dalam map, lalu mengeluarkan foto yang kedua dan kembali menaruhnya di atas meja di depan Damar dan mengaturnya menjadi arah yang benar. Damar lagi-lagi menunduk untuk melihat foto itu: Paman yang tubuhnya tertimpa toren air di halaman belakang rumahnya.
FIKRI
Gimana dengan Pak Suhendi sendiri? Apakah kamu juga menyabotase dudukan toren air ini sehingga menimpa Pak Suhendi dan menewaskannya saat itu juga?
Damar lagi-lagi mengangguk. Vidi hanya dapat menggeleng-gelengkan kepala, menatap Damar jijik.
CUT TO:
INT. RUANG KONTROL - KONTINU
Alat pendeteksi kebohongan tidak mendeteksi kebohongan apapun dari Damar: garisnya tetap mendatar.
Profesor mengamati proses interogasi di dalam dengan penuh perhatian.
CUT TO:
INT. RUANG INTEROGASI - KONTINU
Fikri kembali memasukan foto Paman yang tewas itu ke dalam mapnya dan bersiap-siap merampungkan interogasi.
FIKRI
(sambil berdiri dan beres-beres)
Well... Pembelian barang ilegal dan dua kasus pembunuhan yang disengaja. Itu setara dengan penjara seumur hidup atau bahkan hukuman mati. Silakan menanti tanggal pengadilannya ya.
Fikri dan Vidi pun berjalan menuju pintu.
DAMAR
Saya mungkin udah bersalah dan pantes dapetin hukuman, tapi Mara ngga.
Fikri dan Vidi menghentikan langkahnya. Fikri menoleh kembali ke belakang, ke arah Damar, lalu berjalan mendekatinya kembali.
FIKRI
Mara? Siapa itu Mara?
DAMAR
Belahan jiwa saya... Kalau Bapak ngehukum saya, Bapak ngehukum Mara juga, dan dia ga bersalah sedikitpun.
CUT TO:
INT. RUANG KONTROL - KONTINU
Perkataan Damar barusan menangkap perhatian sang Profesor. Ia menjadi tambah penasaran lagi, dan berjalan mendekati kaca yang menghubungkan dengan ruang interogasi. Profesor mengintip ke alat hasil pendeteksi kebohongan: sejauh ini Damar masih belum berbohong.
CUT TO:
INT. RUANG INTEROGASI - KONTINU
Fikri malah terlihat menjadi tambah bingung.
FIKRI
Belahan jiwa? Maksud kamu semacam pacar? Kekasih?
DAMAR
(menatap Fikri dengan tajam)
Bukan. Maksud saya, secara harfiah belahan jiwa...
Fikri hanya bisa menatap Damar aneh, lalu memandang Vidi yang juga tidak mengerti.
CUT TO:
INT. RUANG KONTROL - LATER
Fikri dan Vidi keluar dari ruang interogasi itu, mengeluh.
FIKRI
Ngebacot apaan sih dia? Delusional kali ya?
Profesor itu menghampiri Fikri.
PROFESOR
Bukan delusional, melainkan justru anak ini pada akhirnya bisa ngebuktiin teori saya!
Fikri dan Vidi secara sinkron menggelindingkan bola mata mereka ke atas, lalu menutup wajah mereka dengan kedua tangannya.
FIKRI
Haduh... Lagi sekarang Prof? Seriusan?
PROFESOR
(dengan tegas dan bersikeras)
Apa kamu ga denger barusan dia bilang apa? Dia bilang dia punya 'belahan jiwa' yang ga tau apa-apa soal kejahatan yang dia lakuin! Kalau memang bener itu kasusnya, maka itu nyupport klaim saya bahwa alter ego itu ada dan nyata dalam diri beberapa orang dengan gejala-gejala tertentu.
FIKRI
(mengembuskan napas)
Dia orang stress, Prof. Orang kaya gitu bakal ngomong apa aja yang--
PROFESOR
Seengganya ijinkan dulu aku ngobrol sama dia. Kalau ternyata ceritanya ga nyambung dengan penemuanku, saya akan drop kasus ini. Saya janji.
FIKRI
(berpikir sejenak, menatap Profesor)
Oke. Tapi cuma karena Prof udah jauh lebih senior dari saya.
PROFESOR
(dengan lega dan gembira)
Terima kasih!
Profesor pun langsung memasuki ruang interogasi, dan kini Fikri dan Vidi yang mengamati dari ruang kontrol.
CUT TO:
INT. RUANG INTEROGASI - KONTINU
Profesor dengan tenang dan kalem berjalan mendekati Damar. Dari begitu masuk Profesor sudah langsung menunjukkan senyumnya, memberikan kesan bahwa ia adalah temannya.
Profesor pun duduk di depan Damar.
PROFESOR
Saya Profesor Walter Suryadi, Damar. Saya berbeda dari Bapak-Bapak yang kejam barusan...
CUT TO:
INT. RUANG KONTROL - KONTINU
Vidi dan Fikri menatap satu dengan yang lain, seperti tidak setuju disebut kejam oleh sang Profesor.
CUT TO:
INT. RUANG INTEROGASI - KONTINU
Damar tampak menyimak apa yang Profesor katakan kepadanya.
PROFESOR
Saya di sini bukan buat ngejudge kamu... Tapi justru saya tertarik soal sosok 'Mara' yang kamu sebut-sebut barusan, dan saya mau denger cerita kamu.
Damar tersenyum dan memandang Profesor dengan dalam, berpikir bahwa mungkin dia bisa percaya dengan orang ini.
PROFESOR
Jadi... Apa yang bisa kamu ceritain soal sosok 'Mara' ini?
DAMAR
(menarik napas dalam-dalam dan membuangnya)
Sebelum ke sana... Pertama-tama saya harus ngasih tau dulu soal yang namanya Nirmala.
Profesor pun dengan serius menyimak.
CUT TO BLACK
FADE IN
INT. MARKAS BITKRI - MALAM HARI
Hari sudah malam dan sudah tidak ada orang di tempat ini, kecuali Gusti meskipun terlihat ngantuk-ngantuk, masih menunggu orang-orang yang menahan Damar untuk keluar. Bahkan satpam pun sudah tidak ada karena sudah pulang.
Gusti mendengar suara langkah kaki dari dalam koridor di sebelahnya. Pada akhirnya ia pun melihat Vidi, Fikri, Profesor, dan sang pembaca alat pendeteksi kebohongan sedang berjalan keluar. Gusti langsung berdiri. Vidi yang ada di paling depan menangkap keberadaan Gusti.
VIDI
Loh...
(melihat ke belakang, ke arah Fikri)
Kok masih ada orang?
GUSTI
Maaf, saya Gusti. Saya temannya Damar yang lagi ditahan di dalam.
Vidi langsung menggelindingkan kedua bola matanya ke atas, dan ia langsung terlihat malas setelah mendengarkan itu. Ia melihat kepada Fikri dan Profesor.
VIDI
Maaf rekan-rekan, mohon Mas Gusti ini bantu diurus ya... Saya harus duluan, udah ditungguin istri.
Fikri dan Profesor tampak memahami, dan Vidi serta sang petugas pendeteksi kebohongan pun berjalan keluar dari gedung.
PROFESOR
Maaf, Anda bilang barusan Gusti?
(menoleh ke Fikri)
Gusti yang barusan diceritain sama Damar pasti...
Gusti kurang paham, tetapi Profesor memberikan gesture bagi Gusti untuk duduk kembali, lalu Profesor pun mengambil posisi duduk di sebelah Gusti, dan kemudian Fikri duduk di sebelah Profesor.
PROFESOR
Gus... Kamu temen kuliahnya Damar ya?
GUSTI
Betul, Pak. Ehm, mohon maaf sebelumnya, sebenarnya kejahatan apa yang Damar perbuat ya?
FIKRI
Dia udah ngebunuh Nenek dan Pamannya sendiri, Gus, tidakkah kamu tau itu?
Gusti terhentak, tidak dapat menyembunyikan keterkejutannya. Mulutnya menganga, ia speechless.
PROFESOR
(kepada Fikri)
Namun sekarang yang jadi permasalahannya adalah Mara yang tampaknya terjebak dalam tubuh dan pikiran yang sama dengan Damar...
Sebutan 'Mara' sudah cukup menangkap perhatian Gusti.
GUSTI
Mara Pak? Saya kenal sama Mara...
Dan kini Gusti secara total menangkap perhatian Profesor maupun Fikri.
GUSTI
(mengeluarkan HP Mara)
Dan baru pagi ini saya nemuin ini di kamar kosnya Mara.
Gusti pun memperlihatkan HP tersebut kepada Profesor dan Fikri. Ia ingin menunjukkan keberadaan dua akun yang berbeda dalam HP itu, atas nama Damar dan Mara.
GUSTI
Dan setelah saya oprek-oprek sedikit, saya menemukan ini... HP ini punya dua akun yang berbeda: Damar dan Mara.
Profesor dan Fikri menatap satu dengan yang lain, seperti mereka baru saja mendapatkan penemuan baru.
PROFESOR
Ternyata saya benar selama ini... Gusti, menurut kamu ini artinya apa?
GUSTI
Justru itu yang ingin saya cari tau. Makanya siang tadi saya pergi buat ketemu sama Damar dan nanya tentang ini, tapi dia keburu ditahan sebelum saya bisa nanya ke dia.
PROFESOR
Tebakan kamu apa?
GUSTI
(tidak tahu harus berpikir apa)
Entahlah... Mungkin mereka kekasih sampe-sampe HPnya couple-an, bahkan sharing akun di HP masing-masing? Selain HP ini, saya juga nemuin buku hariannya Mara. Di sana saya liat ada puisi tulisannya Mara tentang Damar, dan keliatannya Mara lagi kecewa sama Damar karena suatu hal, karena dia nulis sesuatu tentang Damar yang adalah cahaya yang udah redup... Tapi yang jelas mereka punya sejarah... Sejarah yang cukup dalam.
Tetapi kemudian Gusti mengembuskan napas dan menenggelamkan wajahnya dalam kedua tangannya sambil menggeleng-geleng kepala. Profesor mengamati tingkah laku Gusti dengan teliti.
PROFESOR
Kamu punya perasaan sama si Mara ini ya Gus?
GUSTI
(terkejut, langsung menegakkan posisi duduknya)
Apa?
PROFESOR
Sudahlah... Tidak perlu berpura-pura.
FIKRI
Profesor Walter ini ahli psikologi dan kesehatan mental di bagian kriminologi kita.
Gusti pun menyerah dan mengaku. Ia hanya bisa menganggukan kepala.
PROFESOR
Hanya saja tebakanmu itu tidak ada yang benar, karena faktanya, Damar dan Mara itu bukan sepasang kekasih, maupun mantan kekasih. Melainkan mereka adalah orang yang sama.
GUSTI
(mengira Profesor bercanda)
Apa?
PROFESOR
Saya serius. Saya baru aja ngedengerin ceritanya, dan ternyata Damar punya semua karakteristik orang yang secara alami akan numbuhin alter egonya sendiri.
Gusti tetap tidak mengerti dan tidak percaya.
GUSTI
Maaf, Pak, yang Bapak bilang itu mustahil... Saya kenal sama Mara DAN Damar. Mereka itu dua orang yang berbeda!
PROFESOR
Tapi pernahkah kamu berada di tempat yang sama, waktu yang sama dengan keduanya?
Mendengar pertanyaan Profesor yang satu ini, Gusti menjadi tidak yakin cara menjawabnya.
PROFESOR
Katakan ini pada saya... Biasanya, kapan aja kamu ketemu sama Mara, dan kapan aja kamu ketemu sama Damar?
GUSTI
(berpikir sejenak)
Sama Damar dulu itu biasanya saya ketemu di hari biasa, karena di kuliah... Mara biasanya saya ketemu di weekend, karena di hari biasanya juga saya sibuk, dia pun sibuk.
PROFESOR
Sibuk menjadi Damar maksudnya...
Gusti tidak percaya apa yang sedang dia dengar. Ia lagi-lagi menenggelamkan wajahnya dalam kedua tangannya.
GUSTI
(kepada dirinya sendiri, sambil menggeleng-gelengkan kepala)
Ini ga mungkin.
PROFESOR
Barusan saya abis ngobrol panjang sama Damar. Setelah satu obrolan itu bahkan saya sekarang ngerasa kaya saya udah kenal sama dia seumur hidup...
Profesor menoleh ke arah Gusti, yang masih berusaha keras menemukan cara untuk menerima semua ini.
PROFESOR
Kamu tau... Damar itu masa kecilnya sangat sulit...
FLASH TO:
EXT. PERUMAHAN WARGA - SIANG HARI
Ketiga anak yang bermain layangan mengepung dan menertawakan Damar, yang membuat Damar merasa sangat terintimidasi hingga ia tertunduk lesu.
Anak yang pertama mendekati gerobak Damar, dan menendang tumpukan kardus yang ada di dalamnya hingga berserakan jatuh ke tanah ke mana-mana. Damar yang menyaksikannya tidak dapat berbuat apa-apa.
PROFESOR (V.O.)
Mulai dari sering jadi korban bully selama masa kecilnya...
Anak yang ketiga tiba-tiba mendorong Damar hingga terjatuh dan mendarat tepat di atas kardus-kardus yang berserakan.
FLASH TO:
EXT. KERUMUNAN WARGA - SORE HARI
Damar seketika berlari menuju mayat Nirmala, dan tubuhnya yang kecil mampu melewati dan menerobos jajaran pengurus desa yang mengawal mayat itu. Secara otomatis para pengurus desa pun mengejar Damar.
Begitu sampai di depan mayat itu, Damar berlutut di depannya dan jatuh menangis.
PROFESOR (V.O.)
Lalu dia juga harus menyaksikan sahabatnya sendiri meninggal dengan cara yang amat mengerikan karena udah membela dia...
FLASH TO:
INT. RUANG MAKAN RUMAH NENEK - SIANG HARI
Damar duduk diam di balik meja makan. Wajahnya kusam. Melihati Damar sedang duduk di sana, langkah Nenek yang baru saja pulang dari pasar membawa kantong keresek berisi sayur terhenti. Nenek mencoba memanggil Damar.
Damar menoleh ke arah Nenek, tetapi tatapannya tajam, yang membuat Nenek terkejut. Mulutnya sedikit menganga. Perasaannya menjadi tidak enak. Nenek mencoba bertanya apa yang salah sekali lagi.
PROFESOR (V.O.)
Bahkan dia juga ngerasa didustai Neneknya selama ini tentang orang tuanya, dan pada akhirnya dia ngerasa kelahirannya ke dalam dunia tidak lain dan tidak bukan hanyalah suatu kesalahan.
Damar tidak menjawab, hanya terus menatap Nenek semakin dan semakin tajam. Ia menyipitkan kedua matanya, dan napasnya menjadi dalam. Kedua tangannya yang ada di atas meja di sebelah sebuah amplop coklat berisi uang untuk Nenek menjadi terkepal dengan keras.
FLASH TO:
INT. MARKAS BITKRI - MALAM HARI
Gusti menyimak penjelasan Profesor dengan saksama, berusaha untuk menjadi tidak terlalu keras kepala tentang keyakinannya sendiri.
PROFESOR
Jadi Damar nyiptain sosok Mara buat dirinya sendiri, karena tanpanya, beban hidupnya akan terasa terlalu berat. Mara juga dia anggap sebagai pengganti dari Nirmala, yang ternyata tanpanya, Damar ngga bisa hidup...
GUSTI
Astagfirullahaladzim...
Profesor menepuk-nepuk pundak Gusti, mencoba menghiburnya.
GUSTI
Kira-kira Damar bakal dihukum apa?
FIKRI
Penjara seumur hidup atau hukuman mati.
GUSTI
(mengembuskan napas)
Dan Mara juga akan ikut kebawa karenanya...
PROFESOR
Ngga harus...
Gusti tampak terkejut dan langsung menoleh ke arah Profesor, tetapi Fikri tampak biasa saja.
PROFESOR
Asalkan Damar bersedia untuk ngejalanin eksperimennya saya.
Wajah Gusti bertanya-tanya.
PROFESOR
Konsep tentang kemungkinan adanya alter ego ini sudah saya kembangkan sejak lama...
FLASH TO:
INT. RUANG INTEROGASI - PAGI HARI
Profesor yang tampak sedikit lebih muda sedang menyimak cerita dari seorang tahanan.
PROFESOR (V.O.)
Tetapi pembuktiannya sedikit lebih ribet dari itu.
CUT TO:
INT. RUANG INTEROGASI - SIANG HARI
Profesor kini sedang mendengarkan cerita dari seorang tahanan yang lain.
PROFESOR (V.O.)
Saya perlu dapetin consent dari tahanan-tahanan yang saya duga memiliki gangguan mental untuk mengikuti eksperimen saya yang bertujuan untuk memisahkan alter ego dari host-nya dan sebagai imbalannya, mungkin mereka akan bisa berdamai dengan diri sendiri...
FLASH TO:
INT. RUANG OPERASI - SORE HARI
Kita melihat tahanan yang pertama tadi sedang berbaring di atas sebuah ranjang rumah sakit yang ada rodanya. Ranjang tersebut dinaikan ke atas sebuah track yang akan menggerakan ranjang tersebut melewati sebuah tabung operasi. Kita juga melihat robot-robot android yang menyerupai manusia berjejer dekat tembok.
PROFESOR (V.O.)
Eksperimen itu melibatkan proses scanning dan pada akhirnya ekstraksi kesadaran dari alter egonya...
CUT TO:
INT. RUANG OPERASI - SORE HARI
Tahanan kedua tadi telah melewati tabung operasi itu, dan tidak jauh di sebelahnya, sudah terdapat satu robot android menyerupai manusia yang terbaring di atas ranjang lain, lalu hasil pemindaian dan ekstraksi dari host diproyeksikan ke dalam tubuh dari android tersebut.
PROFESOR (V.O.)
Yang kemudian akan ditanamkan... Diproyeksikan pada sebuah tubuh sintetik yang sebenarnya adalah android dengan tubuh yang menyerupai manusia.
FLASH TO:
INT. MARKAS BITKRI - MALAM HARI
Gusti menyimak penjelasan Profesor ini dengan penuh kekaguman, dan sedikit saja rasa ketidakpercayaan...
Namun kemudian wajah Profesor menjadi sedih dan kecewa.
FLASH TO:
INT. RUANG OPERASI - SORE HARI
Tahanan tadi terbangun pelan-pelan pasca operasi. Wajahnya masih pucat dan tubuhnya seperti masih lemas. Ketika ia bangun ke posisi duduk, hal pertama yang ia lihat adalah keberadaan salinan dari dirinya di seberangnya. Seluruh gerakan yang ia buat, salinan itu pun melakukan hal yang persis sama, sehingga tubuh android yang berwajah itu seratus persen mengimitasi seluruh gerakan host-nya bagaikan cermin.
CUT TO:
INT. RUANG OPERASI - SORE HARI
Hal yang sama juga terjadi pada tahanan yang kedua pasca operasinya. Tubuh android berwajah di seberangnya yang seharusnya merepresentasikan alter egonya, malah berakhir menjadi kopi-an 100% dari host-nya itu sendiri.
PROFESOR (V.O.)
Akan tetapi, selama ini saya belum berhasil menemukan seorangpun tahanan yang alter egonya cukup kuat untuk dapat mendiferensiasi diri dari kesadaran inangnya...
CUT TO:
INT. RUANG KONTROL OPERASI - KONTINU
Profesor yang mengamati hasil eksperimen tersebut dari ruangan sebelah terlihat kecewa. Ia hanya dapat menggeleng-gelengkan kepalanya. Ia mendapati bahwa para asisten lab yang berdiri di sekitarnya dan menyaksikan hasil yang sama juga memandanginya dengan penuh kesedihan.
PROFESOR (V.O.)
Sampai-sampai saya sudah dianggap gagal oleh rekan-rekan sekerja saya sendiri...
FLASH TO:
INT. MARKAS BITKRI - MALAM HARI
Gusti tampak bersimpati dengan Profesor.
PROFESOR
(menumbuhkan wajah yang penuh pengharapan)
Tapi dengan adanya Damar sekarang... Saya jadi jauh lebih optimis bahwa yang kali ini akan berhasil, karena peran alter egonya itu begitu kuat, begitu nyata... Sekarang tinggal gimana caranya saya ngeyakini dia buat setuju ngelakuin ini.
GUSTI
(berpikir sejenak)
Ijinin saya bantu bicara sama Damar, Prof... Damar kenal sama saya. Rasanya saya akan lebih berpeluang buat bikin dia setuju daripada kalau Prof seorang diri...
Profesor tidak berpikir panjang. Ia mengangguk-anggukan kepala dan menyalami Gusti.
PROFESOR
Terima kasih ya.
Gusti pun menyalami tangan Profesor.
FADE TO:
INT. RUANG INTEROGASI - PAGI HARI
Gusti yang mengenakan sebuah tas selempang dan Profesor tampaknya baru saja selesai menjelaskan eksperimen sang Profesor kepada Damar, dan keduanya dengan tegang kini menanti jawaban dari Damar.
CUT TO:
INT. RUANG KONTROL - KONTINU
Fikri dan Vidi mengawasi dari ruang kontrol, tanpa keberadaan petugas yang mengawasi pendeteksi kebohongan, karena alat itu pun tidak dipasangkan pada tubuh Damar.
GUSTI (V.O.)
Jadi kaya yang udah dijelasin Profesor Walter barusan Mar--
CUT TO:
INT. RUANG INTEROGASI - KONTINU
Gusti mencondongkan tubuhnya pada Damar.
GUSTI
Kalo lu setuju ngejalanin eksperimen ini, maka akan ada peluang Mara tetep bisa bebas... Terlepas dari hukuman apa yang lu dapet sebagai Damar nantinya.
PROFESOR
Kamu ngerti apa yang barusan kita jelasin sama kamu, Damar?
DAMAR
(menatap kosong ke depan)
Ya... Saya ngerti.
(melihat ke arah Gusti)
Dan lu ga perlu ngeyakinin gua lagi Gus, karena udah pasti gua setuju.
Gusti tersenyum kepada Damar, dan Profesor pun tampak lega.
PROFESOR
(sambil berdiri)
Well... Saya akan siapkan alat dan ruangannya dulu ya. Nanti kalau sudah siap akan saya jemput.
Gusti mengangguk, kemudian Profesor berjalan keluar meninggalkan ruang interogasi. Gusti pun kembali menghadap Damar dan menarik kursinya lebih dekat kepada Damar.
DAMAR
(matanya berkaca-kaca)
Gua tau Mara ga salah apa-apa. Malah dia udah berusaha memperingati gua... Tapi gua keras kepala... Gua ga ngedengerin omongannya... Dan sekarang gua harus bayar harganya.
GUSTI
(menatap Damar dengan dalam)
Gua ngga ngerti sama lu Mar... Lu bisa jadi orang paling hebat, paling ngagumin yang pernah gua kenal... Hidup lu masih panjang, dan siapapun yang kenal lu bakal tau masa depan lu pasti cerah...
Gusti menjadi kecewa melihat Damar.
GUSTI
Tapi kenapa lu malah menyimpang begini?
DAMAR
(meneteskan air mata)
Sekarang gua baru sadar-- Setelah kematian Nirmala, gua udah ga bisa lagi jadi orang yang sama... Gua kira waktu itu gua bakal bisa nerusin hidup dengan normal... Dengan bahagia... Sekolah, kuliah, bangun keluarga, kerja, jadi orang sukses, mati tenang... Tapi ternyata itu udah ga mungkin. Ngga setelah semua yang udah gua alamin...
Gusti tampak amat bersimpati kepada Damar.
DAMAR
(mengelap air matanya; mengumpulkan keberanian)
Jadi... Kalo abis operasi ini gua dihukum mati... Gua ngga takut, karena pada akhirnya gua akan ketemu lagi sama Nirmala.
Gusti tidak dapat berkata-kata. Ia hanya dapat mengangguk-anggukan kepala, tampak cukup kagum dengan keberanian Damar.
Gusti mengulurkan tangannya kepada Damar, dan Damar pun dengan tersenyum menerimanya, membentuk sebuah bro handshake.
Gusti kemudian membuka seleting tas selempangnya, lalu mengeluarkan secarik kertas yang telah dilipat dua: puisi Mara tentang Damar. Gusti membuka lipatannya dan menaruh kertas itu di atas meja, lalu menggesernya dan menghadapkannya pada Damar.
GUSTI
Gua rasa Mara ingin lu membacanya...
Dengan penuh rasa ingin tahu, Damar pun mulai membaca tulisan Mara itu, yang ia tahu ia kenali.
MARA (V.O.)
Apakah itu perasaan, rasa sayang dan kekecewaan? Setiap kita manusia sangatlah rapuh. Karenanya kita selalu harus saling menyanyangi, namun rasa sayang seringkali ambigu dan mudah disalah arti, salah arti sering kali berujung kecewa, dan kecewa melahirkan dendam -- suatu kenangan tentang kepahitan yang mendalam. Trauma kita terhadap peristiwa dan kejadian. Ku harap aku memiliki bahasa yang dapat melebur semua salah arti ini. Suatu saat nanti aku ingin hidup sebagai pribadi yang membawa kedamaian di hati."
Damar membacanya perlahan, dan ia mengamini semuanya. Tersenyum tipis, ia menganggukan kepalanya.
FADE TO:
INT. RUANG OPERASI - SIANG HARI
Damar telah berbaring di atas sebuah ranjang rumah sakit yang beroda, mengenakan pakaian rumah sakit, dan oleh dua orang asisten lab, ranjang tersebut dibanti dinaikkan ke atas track yang akan menggeser ranjang tersebut melewati tabung operasi.
Setelah itu, track tersebut bergerak, semakin mendekatkan Damar pada tabung itu. Ia memejamkan kedua matanya, mencoba untuk rileks.
CUT TO:
INT. RUANG KONTROL OPERASI - KONTINU
Di ruang kontrol, terdapat Gusti, Profesor dan beberap asisten lab yang menyaksikan berjalannya operasi yang dilangsungkan pada Damar. Baik Profesor maupun Gusti, kedua-duanya tampak lumayan tegang.
CUT TO:
INT. RUANG OPERASI - KONTINU
Damar pun memasuki tabung operasinya, yang terang benderang. Melihat ke langit-langit dari tabung tersebut, Damar merasakan cahaya yang amat kuat.
FADE TO WHITE
FADE IN
INT. RUANG OPERASI - SIANG HARI
DAMAR dengan wajah pucat perlahan membuka kedua matanya yang terasa berat. Tampangnya seperti baru saja bangkit dari kematian.
POV DAMAR: Ia melihat ke arah tubuhnya dan mendapati dirinya sedang mengenakan pakaian rumah sakit. Ia melihat ke arah samping, dan di sana terlihat SEORANG PEREMPUAN (29) berambut panjang yang juga terbaring di atas sebuah ranjang rumah sakit dengan mengenakan pakaian rumah sakit. Perempuan ini pun terlihat tengah membuka matanya.
CUT TO:
INT. RUANG KONTROL OPERASI - KONTINU
Semua orang dalam ruang kontrol, termasuk Gusti dan Profesor, dengan penuh antisipasi menyaksikan interaksi antara Damar dan Mara di dalam.
CUT TO:
INT. RUANG OPERASI - KONTINU
Setelah melihat perempuan itu tidak jauh darinya, Damar bangkit dan mengambil posisi duduk, sembari menatap perempuan itu dengan penuh rasa penasaran: seperti Damar mengenali wajahnya. Pada saat yang sama perempuan itu pun mengambil posisi duduk dan hanya membalas tatapan Damar dengan wajah yang datar.
Masih dengan penuh rasa penasaran dan hanya untuk menguji bagaimana respon perempuan itu berikutnya, Damar pun berdiri dari ranjang itu, dan lagi-lagi perempuan itu memimik gerakannya. Ketika Damar masih bingung dan canggung, perempuan itu justru perlahan mulai tersenyum ke arah Damar, dan ia membuat sebuah simbol segitiga dengan kedua tangannya.
CUT TO:
INT. RUANG KONTROL OPERASI - KONTINU
Seorang asisten lab langsung menoleh ke arah Profesor dengan tersenyum lebar.
ASISTEN LAB
Prof! Liat itu! Dia bisa bikin gerakan tangan itu dengan mandiri. Eksperimen kita berhasil Prof!
Profesor pun sulit percaya apa yang sedang ia lihat. Semua pekerjaannya di masa lalu kini telah berbuah dengan percobaan ini. Ia seperti sedang di luar dunia ini. Ketika seorang asisten labnya menepuk pundaknya untuk menyalaminya, barulah Profesor sadar kembali, dan dengan amat bahagia memeluk asisten lab tersebut dan kemudian ia memeluk Gusti juga, yang tidak menyangka-nyangka Profesor akan melakukan itu. Ketika yang lainnya semua sedang merayakan dan saling bersalaman dan berpelukan, Gusti lebih tertarik menyaksikan lebih lagi interaksi antara Damar dan Mara di dalam.
CUT TO:
INT. RUANG OPERASI - KONTINU
Damar berusaha keras mengingat jauh ke belakang untuk mengenali wajah itu, dan hand gesture itu. Ia memejamkan matanya.
Damar kembali membuka matanya dan merasa ia sudah punya jawabannya, sehingga ia pun membalas senyuman perempuan yang ada di seberangnya. Akan tetapi, ia juga menjadi teringat akan sosok lain. Senyumnya pudar, wajahnya agak menunduk. Ia mencoba berpikir lebih lagi.
Damar masih tidak tahu apakah perempuan yang ada di depannya itu adalah Nirmala atau Mara. Namun ia yakin jawabannya antara dua orang itu...
Damar kemudian menatap jauh ke dalam kedua bola mata perempuan yang ada di depannya.
DAMAR
Nirmala?
Perempuan itu tampak kecewa. Ia hanya dapat menundukkan kepalanya, sementara Damar terlihat bingung ia telah salah di mana. Ia pun merasa bahwa kalau begitu, pastilah itu Mara.
DAMAR
(dengan yakin)
Mara...
Mara pun menoleh ke arah Damar, dan akhirnya tersenyum kembali. Damar pun menjadi tersenyum, kini menyadari bahwa Mara telah benar-benar hidup dan nyata di depannya. Damar berjalan mendekati Mara dengan penuh rasa kekaguman. Ia meraih bahu kiri Mara, menyentuhnya untuk memastikan bahwa Mara benar-benar ada. Dan ternyata Mara memang benar-benar ada. Damar tampak sangat senang, bahkan ia hampir mau meneteskan air mata.
DAMAR
Mara... Sekarang, kamu hidup. Kamu bebas. Setelah mereka ngelepasin kamu ke dunia luar nanti, jadilah diri kamu sendiri. Jangan jadi aku, karena kamu lebih baik dari aku.
Mara dengan penuh haru mengangguk.
DAMAR
(dengan emosional)
Dan tolong maafin aku karena aku ga pernah ngedengerin kamu. Namun di saat terakhir, aku sadar bahwa aku salah dan kamu bener. Semua berawal hanya dari kesalahpahaman kecil. Nenek salah paham sama Ibu dan Paman, Paman salah paham sama Nenek, dan aku pun salah mengartikan semuanya. Bahkan salah mengartikan kepergian Nirmala, salah dalam memahami siapa diri aku yang sebenarnya, dan akhirnya salah memilih jalan. Namun Mara, karena sekarang kamu udah benar-benar ada, kamu pun sekarang udah membawa kedamaian di hati aku. Apa yang kamu tulis udah kejadian.
Damar meraih pipi kiri Mara dengan tangan kanannya, lalu mengelusnya dengan penuh kelembutan.
CUT TO:
INT. RUANG KONTROL OPERASI - KONTINU
Gusti ikut menjadi terharu menyaksikan Damar dan Mara di dalam. Ia mengangguk-angguk sambil tersenyum.
Di sekitar Gusti, Profesor dan para asisten lab telah berhenti merayakan keberhasilan mereka. Mereka kembali ke pekerjaan dan memperhatikan subjek tes mereka di dalam.
CUT TO:
INT. RUANG OPERASI - KONTINU
Damar menjangkau tubuh Mara untuk memeluknya dengan erat, yang dibalas juga oleh Mara. Keduanya memejamkan mata mereka masing-masing dan tampak menikmati momen kebersamaan mereka yang terakhir ini.
Dua orang asisten lab muncul dari ruang kontrol dan berjalan menuju Damar dan Mara yang baru saja berhenti berpelukan.
ASISTEN LAB #1
Permisi Mas Damar... Sudah waktunya. Kami akan menggiring Mas kembali ke sel tahanan.
Damar menganggukan kepalanya, lalu menatap Mara untuk yang terakhir kalinya.
MARA
(meraih tangan Damar)
Aku bakal kangen banget sama kamu.
Damar hanya tersenyum pada Mara, sebelum melepaskan tangannya dari genggaman Mara dan berjalan keluar dari ruang operasi mengikuti asisten lab yang pertama.
ASISTEN LAB #2
Mbak Mara mungkin boleh duduk lagi aja. Kami masih harus melakukan beberapa pemeriksaan.
Tetapi pandangan Mara terkunci pada Damar yang berjalan semakin jauh darinya, hingga pintu itu pun tertutup.
CUT TO:
INT. RUANG KONTROL OPERASI - KONTINU
Keluar dari ruang operasi, Damar melewati ruang kontrol terlebih dahulu menuju pintu keluar. Di sana ia melihat Gusti.
DAMAR
Gus. Janji sama gua lu bakal ngejagain Mara...
GUSTI
Gua janji Mar.
Damar pun mengangguk-angguk dan tersenyum kepada Gusti, lalu melanjutkan langkahnya mengikuti asisten lab keluar ruangan.
Gusti kembali menoleh ke dalam ruang operasi, kepada Mara yang sedang duduk di atas ranjangnya dan sedang diperiksa oleh Profesor yang dibantu oleh seorang asistan lab. Profesor mengarahkan senter pada kedua mata Mara. Gusti memandang Mara dengan wajah penuh kerinduan. Ia tidak dapat menyembunyikan kebahagiaannya bahwa Mara telah kembali lagi.
CUT TO BLACK
CUT IN
INT. SEL PENJARA - MALAM HARI
Damar sedang terlelap di dalam selnya seorang diri. Tiba-tiba terdengar suara beberapa orang petugas penjara yang mendekat dan membuka kunci pintu penjara Damar. Suara tersebut membangunkan Damar. Damar membuka matanya sipit-sipit, tetapi salah seorang petugas penjara menutupi kepalanya dengan kain hitam.
PETUGAS PENJARA
(mendekat ke telinga Damar)
Tolong ikut dengan kami.
Damar pun dibawa dan digiring berjalan keluar.
CUT TO:
EXT. LAPANGAN PENJARA - LATER
Lima orang tahanan lainnya berjejer dengan posisi berlutut. Damar adalah yang tahanan yang terakhir yang digiring ke sini dan ia pun dibuat berlutut di posisi yang paling ujung.
Sekelompok regu tembak telah bersiap lima meter di depan masing-masing tahanan. Semua tahanan lainnya tampak gemetar dan ada juga yang mengucapkan doa, bahkan ada yang kencing di celana, tetapi tidak halnya dengan Damar, yang tampak tenang, diam.
KOMANDO REGU TEMBAK
Siap. Arahkan. Tembak!
Setiap tahanan pun ditembak tepat di jantungnya. Semuanya langsung jatuh tergeletak, tak terkecuali Damar.
FADE TO:
EXT. RUMAH KARDUS - SENJA
DAMAR'S POV: Kita melihat Nirmala kecil yang menanti di depan rumah kardus, tersenyum hangat ke arah kita. Tepat di sebelah rumah kardus, telah tersedia meja dan kursi piknik untuk dua orang, serta makanan dan minuman juga piring dan alat makan di atas meja tersebut. Kita berjalan mendekatinya.
FADE TO WHITE
THE END.