Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
58.INT. RUMAH SAKIT CEMPAKA, KAMAR - PAGI
Arum terlihat tertidur lelap di bawah pengaruh obat tidur. Matanya terlihat bengkak karena terlalu banyak menangis.
CUT TO:
59.EXT. RUMAH SAKIT CEMPAKA, DEPAN KAMAR - PAGI
Soleh keluar dari kamar dengan hati hancur, dia duduk di depan pintu kamar, Kakek Jiwo sudah ada di sampingnya. Soleh masih sibuk menghubungi seseorang di hp.
Soleh duduk di sebelah Kakek Jiwo, matanya memandang Kakek Jiwo dengan putus asa.
Soleh menggeleng tak percaya, Kakek Jiwo tersenyum kalem meilihat reaksi Soleh.
Soleh langsung duduk tegak mendengar kata-kata Kakek Jiwo.
Kini Soleh menjadi gundah dan agak marah.
Kakek Jiwo tersenyum misterius.
Soleh tampak bimbang, matanya terlihat bingung menatap ke arah Kakek Jiwo.
Seperti punya telepati, terdengar panggilan dari dalam ruangan.
Soleh segera masuk ke ruangan meninggalkan Kakek Jiwo.
CUT TO:
60.INT. RUMAH SAKIT CEMPAKA, KAMAR - PAGI
Arum yang melihat suaminya masuk langsung berusaha bangkit, Soleh segera mencegah dan memeluknya lembut sambil membaringkan kembali tubuh istrinya ke tempat tidur.
Soleh membiarkan dadanya basah oleh air mata Arumi. Ia sendiri menangis tanpa suara.
Arum menumpahkan semua rasa bersalahnya di dada Soleh sebagai orang yang paling bersalah di kejadian ini.
Arum tiba-tiba menatap Soleh.
Soleh tanpa pikir panjang segera menengadahkan tangannya, istrinya memejamkan mata sambil menengadahkan tangan dan rebah di dada Soleh.
Soleh kaget melihat Kakek Jiwo sudah ada di ruangan dengan tatapan mengingatkan. Tatapan yang membuat Soleh murka.
Kakek Jiwo keluar kamar. Soleh dan istrinya mendoakan untuk anak mereka yang berpulang.
Tampak tatapan tajam mengancam Kakek Jiwo memperhatikan adegan mengharukan tersebut.
CUT TO:
61.EXT. KUBURAN - PAGI
Walau cerah, pagi itu terasa kelabu. Arum dipapah oleh saudara dan teman-temannya di sisi kuburan kecil yang sudah tergali. Soleh memeluk calon anak ke-2 nya yang sudah terbungkus dengan mata basah.
Pak Kyai di dekat Soleh bertanya lembut.
Soleh mengangguk mantap, mulai mengarahkan mulut di telinga kanan jenazah anaknya dan melantunkan adzan yang sendu dan syahdu. Tak dilihatnya Kakek Jiwo yang menyaksikan di kejauhan dan pergi dengan geram.
CUT TO:
62.INT. RUMAH BARU, RUANG MAKAN - PAGI
Soleh sedang asik mencuci mobil sambil bermain dengan Rumi. Arum yang masih pucat tersenyum sambil membawakan sarapan buat mereka. Kopi hitam dan roti mentega gula pasir untuk suaminya, Susu roti selai kacang untuk Rumi dan air putih hangat dan roti selai stroberi untuknya.
Arum meletakkan sarapan tersebut di meja kecil samping taman. Soleh dan Rumi segera menghampiri.
Soleh pun dengan sayang menyuapkan roti ke Rumi sambil mengiringinya dengan doa mau makan.
Roti pun masuk ludes mereka makan. Ayah dan anak itu kembali asik mencuci mobil hadiah dari perumahan tersebut. Arum yang duduk di samping meja kecil menarik napas bahagia melihat suami dan anaknya sangat gembira.
Tiba-tiba HP suaminya yang diletakkan di atas meja kecil berkelap-kelip menampilkan nama “Pak Aman, Bos”.
Dengan perasaan tak enak, Arum meraih hp tersebut dan memperlihatkan siapa yang menelpon ke arah suaminya.
Soleh yang sedang mencuci mobil bareng Rumi segera melap tangannya. Ia pun kaget melihat nama penelpon. Dengan perasaan was was ia meraih hp tersebut.
Soleh yang tadinya menerima telepon sambil berdiri terduduk lunglai.
Soleh terpaku tak bisa menjawab apa-apa lagi.
Baru saja panggilan itu berakhir dan Arum mendekat ingin tahu, tiba-tiba datang orang perumahan dengan tampang tak enak hati.
Arum dan Soleh berhadapan dengan orang perumahan. Sementara Rumi masih asik melap mobil sambil main air.
Lelaki perumahan itu menyerahkan selembar surat.
Soleh dengan geram menatap si orang perumahan, Arum sedih melihat Rumi yang sedang asik mencuci mobil hadiah tersebut. Soleh terngiang kata-kata Kakek Jiwo.
CUT TO:
63.EXT. RUMAH BARU, HALAMAN - MALAM
Soleh terlihat membawakan tas bepergian anak dan istrinya, memasukkan ke dalam taksi. Arum terlihat masih bingung, untungnya Rumi sudah tertidur. Dengan hati-hati Soleh menggendongnya dan meletakkan dengan lembut di pangkuan Arum yang duduk di kursi penumpang.
Soleh merogoh sakunya, menyerahkan surat tebal.
Arum memegang ragu surat tersebut. Soleh melihat di ujung gang tampak tiga sepeda motor menuju ke arah rumah Soleh. wajah-wajah tak asing, wajah para debt collector yang dulu pernah menagih ke rumah Soleh.
Soleh segera menutup pintu taksi sebelum Arum menyadari situasi yang terjadi dan bicara ke supir.
Taksi menjauh, motor debt collector mendekat.