Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
30.I/E. MOBIL DAN SEKITARNYA - MALAM
Soleh shock, dari dalam mobil ia menengok ke arah rumah Dukun B yang makin menjauh dengan ngeri. Kakek Jiwo kalem mengeluarkan tangannya di jendela menjentikkan abu rokok bagaikan supir angkot kawakan. Supir juga santai merokok tanpa bicara. Saking emosinya, Soleh tergagap menyusun kata-katanya.
Soleh berpikir keras sambil meremas rambutnya. Lalu ia berkata penuh harap.
Kakek Jiwo membuang puntung dari jendela mobil, segera menegakkan tubuhnya, dengan mata berbinar ia mengengok ke belakang, berkata lugas ke arah Soleh.
Kakek Jiwo mengangguk puas dengan jawaban Soleh.
Di kursi tengah Soleh mengangguk, ia tahu permintaannya akan syariat itu berlebihan. Berkelebat gambar Arum dengan perut besarnya. Rumi dengan seragam sekolah swasta terbaik. Dan dihancurkan dengan adegan para debt collector menagih ke rumahnya.
Soleh sekali lagi menatap penuh harap ke arah Kakek Jiwo.
Kakek Jiwo menahan diri untuk tidak mengeluarkan reaksi yang mengejek atas pernyataan naif dari Soleh.
Mobil pun berbelok membelah malam, diiringi harapan di mata Soleh, semantara Kakek Jiwo malah memilih tidur tak tertarik meneruskan pembicaraan.
CUT TO:
31.INT. PONDOK DI GUNUNG C - SIANG
Soleh dan Kakek Jiwo berada di rumah berdinding bilik. Tak ada perabot berarti di dalamnya. Hanya tikar pandan terhampar. Gulungan kasur palembang diletakkan mepet di dinding dekat meja kecil, di atas meja itu ada kendi dan tiga cangkir belimbing.
Di belakang rumah adalah ruangan beratap tapi berlantai tanah. Di situ ada sumur pompa, juga ada kompor minyak tanah. Tergantung satu panci dan wajan yang pantatnya sudah menghitam. Piring kaleng dan sendok yang tak sampai setengah lusin mengisi rak dari kayu yang diletakkan dekat sumur pompa. Ada juga bilik sempit dekat pompa, mungkin itu kamar mandi merangkap toilet.
Kakek Jiwo menuang air dari kendi ke gelas belimbing, lalu menaruh dua gelas berisi air kendi tersebut di hadapan Soleh yang bingung.
Kakek Jiwo menyandarkan punggungnya ke bilik hingga menimbulkan bunyi keriut dinding pagar yang sudah rapuh. Dengan telaten ia meracik tembakau lalu menghisapnya dengan nikmat. Sementara pak supir menghilang di balik pintu kamar yang hanya dibatasi korden, tak lama terdengar dengkuran dari dalam.
Kakek Jiwo menghembuskan asap rokoknya, bibirnya yang menghitam tersenyum.
Soleh menegakkan duduknya, menengok kiri kanan lalu menggaruk kepalanya yang tak gatal untuk memudarkan rasa gugupnya.
Soleh tampak ternganga menatap Kakek Jiwo kemudian wajahnya kelihatan kesal ingin protes.
Mata Soleh berbinar.
Soleh terpesona mendengar nama yang begitu kontradiktif. Ia mengangguk sambil menunggu penjelasan lebih lanjut dari Kakek Jiwo.
Kakek Jiwo tersenyum melihat reaksi Soleh.
Kakek Jiwo tidak menjawab. Dikeluarkan bungkusan dari kantongnya. ia mengeluarkan racikan kelopak bunga dari bungkusannya. Racikan yang berasal dari bermacam jenis bunga tersebut ditaburkan ke salah satu gelas belimbing yang ada di hadapan Soleh, sementara gelas yang lain dibiarkan tetap berisi air bening. Mulut Kakek Jiwo terlihat komat-kamit membaca manra dan jampi-jampi. Gelas yang satunya, ayng berisi air bening diletakkan di tengah asap kemenyan.
Lalu Kakek Jiwo menyerahkan gelas berisi air bening tanpa taburan bunga itu kepada Soleh.
Soleh ragu sejenak, tapi ia memberanikan dirinya minum air tersebut dalam sekali teguk. Kakek Jiwo terlihat puas.
Kakek Jiwo geleng-geleng kepala melihat kenaifan Soleh.
Soleh kaget dengan syarat yang disebutkan. Ia mencoba membantah.
Soleh menunduk, merenung sesaat. Ia menghela napas berat sebelum menjawab.
Kakek jiwo tersenyum.
Soleh terbayang Rumi yang cadel melafalkan doa mau makan.
Soleh keluar dari lamunannya.
Kakek Jiwo wajahnya kaget juga dengan kekerasan hati Soleh memegang sisa ajaran agama yang masih bisa ia pertahankan.
Soleh mengangguk lemah, tak punya pilihan.
Soleh memandang Kakek Jiwo penuh harap.
Hening. Soleh mencoba mencerna kata-kata Kakek Jiwo.
Soleh merenung sesaat, dia takut ada siasat dalam syarat terakhir tersebut.
Soleh menghembuskan napas dengan keras, memantapkan hatinya.
Kakek Jiwo pun menyodorkan gelas belimbing berisi air bening yang sudah diberi taburan beragam kelopak bunga.
Soleh tanpa ragu langsung menenggak minuman tersebut hingga tandas. Kakek Jiwo pun mengangguk puas.
Soleh ngeri mendengar kata seumur hidup. ia mencoba mencairkan suasana.
Belum titik omongan Soleh, tiba-tiba petir menyambar dengan keras. Padahal suasana di luar terang benderang tanpa ada tanda-tanda hujan. Baru usai petir disusul lolongan serigala yang membuat Soleh pucat pasi.
Soleh makin pucat.
FADE TO:
32.INT. RUMAH, KAMAR TIDUR - MALAM
Soleh melamun di pinggir kasur. Rumi sudah tertidur gembira dengan kotak besar mainan yang ada di tangannya.
Arum datang membawakan kopi hitam, menaruhnya di meja di sisi tempat tidur.
Soleh terhenti, seolah mendengar suara Kakek Jiwo.
Soleh mau menjawab, dia terngiang kata-kata Kakek Jiwo.
Tiba-tiba hp di atas meja kamar bergetar dan berkelap-kelip karena disetel dalam mode silent.
Di hp tersebut terpampang nama “Pak Aman, Bos”. Arum yang melihat itu menatap penuh tanya ke arah suaminya, Soleh pun hanya bisa mengangkat bahu tanda ia tak tahu ada urusan apa Pak Aman meneleponnya.
Panggilan telepon berakhir. Soleh masih menatap hp nya tak percaya.
Arum memeluk penuh syukur suaminya tersebut. Soleh mengingat saat ia meminum air kembang dan kata-kata Kakek Jiwo.
Wajah Soleh memucat. Dia tak tahu harus bersyukur atau tidak karena telah menjadi kufur?