1 INT. RUANG KEPALA SEKOLAH - SEKOLAH — PAGI
LAKI-LAKI, SUGENG CAHYONO, 50-an, duduk di Kursi Meja Kerjanya, sesaat ia melihat ke arah depan, datar.
Tak lama kemudian, ia mengambil Handphone dan memencet sesuatu di sana, kemudian ia menempelkan ke Telinganya. Terdengar suara panggilan masuk.
SUGENG
Pak Agung, saya minta tolong. Ada masalah di Sekolah, saya terlibat di dalamnya.
(mendengarkan)
Saya ke Dinas Pendidikan sekarang. Mungkin ke Kantor Polisi setelahnya, sebagai saksi untuk masalah ini.
(mendengarkan)
Saya hanya minta jangan ada keterlibatan saya dengan Irfan.
(mendengarkan)
Baik, terimakasih. Selamat Pagi.
Sugeng meletakan Handphonenya di atas Meja, sesaat ia melihat ke depan, datar.
2 INT. RUANG KERJA AGUNG - KANTOR POLISI — PAGI
Sebuah Tangan meletakan Handphone di atas meja. LAKI-LAKI, AGUNG KUSUMA, 50-an, duduk di Kursi Meja Kerjanya. Terlihat ada Papan Namanya di depan Meja, lengkap dengan Gelar dan Jabatannya. Kepala Polisi Resort.
Sesaat ia memandang ke arah luar, datar. Kemudian ia memencet tombol di Telepon.
AGUNG
Dedi, ke ruangan saya.
Tak lama kemudian, pintu terbuka. LAKI-LAKI, DEDI KARYADI, 30-an, Ajudan Agung, masuk ke dalam ruangan.
AGUNG
Nanti ada Pak Sugeng ke Kantor, dia ada masalah. Saya tulis memo ke Kanit Wanita dan Anak. Kamu dampingi dia selama pemeriksaan.
Agung mengambil kertas dan menulis sesuatu di Kertas itu dan memberikannya kepada Dedi.
DEDI
Pak Arif Telepon Bapak. Dia tanya kapan ada waktu, beliau mau bicara.
Sesaat Agung melihat Dedi, kemudian mengangguk. Dedi berjalan keluar.
Agung mengambil Handphonenya dan memencet sesuatu di sana dan menempelkannya ke telinga.
AGUNG
Halo, Pak Arif. Terimakasih atas bantuan Bapak kemarin.
(mendengarkan)
Iya, kita sama-sama saling membantu, seperti bantuan yang saya berikan dalam masalah Bapak itu.
(mendengarkan)
Tidak ada masalah. Semuanya lancar.
Mereka berbicara melalui Telepon.
3 EXT. LAPANGAN - SEKOLAH — PAGI
PEREMPUAN, KARINA HARTONO, 17 dan PEREMPUAN, OKTAVIANI PUTRI, 17 duduk bersama di pinggir Lapangan Sekolah, dari kejauhan terlihat Murid-murid dengan urusan mereka masing-masing. Mereka berdua hanya melihat Murid-Murid yang bermain Futsal di Lapangan.
KARINA
Makasih kamu udah mau jadi saksi. Aku dengar ada Anak lain juga yang di lecehkan.
OKTA
Aku cuma lakuin apa yang kamu minta.
KARINA
Tapi itu gak gampang buat orang-orang kayak kita. Kamu tahu gimana rasanya.
Ada jeda di antara mereka.
OKTA
Aku pindah sekolah... kayaknya itu lebih baik buat aku. Bu Septia juga bantu aku konseling sama kenalannya.
KARINA
Kalau itu bisa bikin kamu baikan, aku senang dengarnya.
OKTA
Selain kalian, sebenarnya ada orang yang yakinin aku buat laporin Irfan.
Karina menunggu jawaban Okta.
OKTA
Tama, dia Anak Kepala Sekolah. Kamu pasti tahu.
Karina tidak menjawab, hanya diam.
OKTA
Waktu kejadian pertama, Tama datang ke aku, bilang masalah ini gak usah di perpanjang. Ternyata dia di suruh Kepala Sekolah.
KARINA
Tama lakuin itu? gak mungkin.
OKTA
Aku juga pikir itu gak mungkin, tapi itu kenyataannya. Tapi waktu kejadian kamu, dia datang ke rumah, bilang aku harus laporin kasus ini. Bilang aku harus laporin Kepala Sekolah. Dia juga minta maaf.
Ada jeda di antara mereka.
KARINA
Mungkin Tama tahu itu salah.
OKTA
Atau Tama memang mau laporin Kepala Sekolah, Orang Tua nya sendiri.
Karina melihat Okta, tidak menjawab.
OKTA
Makasih udah bantuin aku laporin Irfan.
KARINA
Kita sama-sama dalam masalah ini, udah harusnya kita gitu.
OKTA
Tapi kenyataannya, banyak perempuan di luar sana yang juga salahin kita dalam kasus ini.
KARINA
Iya, aku tahu. Gak semua orang punya pemahaman yang sama, apalagi Perempuan.
Mereka hanya melihat Murid-murid bermain Futsal, tidak bicara. Mereka hanya meminum minuman yang mereka pegang.
4 INT. RUANG KONSELING - SEKOLAH — PAGI
LAKI-LAKI, KARIM WARDANA, 30-an dan PEREMPUAN, SEPTIA MARIONO, 30-an duduk Kursi, mereka meminum Kopi dan tidak bicara.
KARIM
Saya yang bilang Pak Irfan tahu tentang Fisioterapis. Tapi saya gak nyangka Pak Irfan seperti itu.
Ekspresi Karim kecewa dengan dirinya sendiri.
SEPTIA
Bapak tahu itu bukan salah Bapak. Bapak juga gak tahu Pak Irfan seperti itu.
Karim tidak menjawab, ia hanya menunduk, menyesali. Tak lama kemudian, suara ketokan terdengar, di balik Pintu, Karina berjalan masuk ke dalam. Karim melihatnya, berusaha menyembunyikan kekecewaannya.
Karina duduk di depan mereka berdua.
SEPTIA
Ibu mau bicara tentang masalah kemarin.
Karina hanya mendengarkan, mengangguk.
SEPTIA
Kamu gak usah khawatir, Orang itu sudah di bawa ke kantor Polisi. Dinas Pendidikan juga udah datang, mereka akan selidiki kasus ini sama Polisi. Tapi kamu dan Okta, sama anak-anak yang lain juga mungkin di mintai keterangan. Tapi kamu jangan khawatir, Ibu sama Pak Karim temanin kamu ke sana.
Karina hanya mengangguk, mengerti.
SEPTIA
Ibu tahu ini gak mudah buat kamu, tapi Ibu ada kalau kamu mau cerita tentang masalah itu atau apapun.
KARINA
Makasih Bu... Saya cuma ngerasa ada yang beda setelah masalah itu. Tapi saya gak tahu apa.
SEPTIA
Ibu tahu, mungkin kamu gak bisa jelasin itu sekarang, tapi nanti kamu tahu apa yang berubah. Tapi Ibu harap kamu bisa kasih tahu Ibu, biar kita hadapi bersama-sama. Kamu mengerti?
Karina mengangguk, ia tersenyum tipis. Sesaat Septia melihat Karim, ia hanya diam, melihat Karina.
KARINA
Bapak kenapa, Pak?
Karim tersadar, sesaat ia melihat Septia.
KARIM
Bapak minta maaf, gara-gara Bapak minta tolong sama dia, Kamu dapat masalah ini.
Karina hanya mengangguk, mengerti.
SEPTIA
Ibu udah bilang, itu bukan salah Pak Karim. Sebenarnya, ini salah Ibu juga, waktu masalah Okta, Ibu gak bisa buat apa-apa.
KARINA
Itu bukan masalah Ibu sama Bapak. Orang itu yang bermasalah dan cari masalah sama kita, makanya muncul masalah ini.
Karim dan Septia menyadarinya, mereka semua mengangguk. Karina berjalan keluar.
KARIM
Gimana bisa, seorang Murid lebih dewasa daripada Gurunya.
SEPTIA
Sebagai Pengajar, tak selamanya kita lebih pintar dan dewasa dari Murid, Pak. Ini Sekolah, baik murid atau guru, kita sama-sama belajar satu sama lain, itu tujuan utamanya.
Sesaat Karim hanya diam, ia melanjutkan meminum Kopinya, memandang datar ke arah depannya.
5 INT. RUANG KELAS KARINA - SEKOLAH — PAGI
Murid-murid memperhatikan Karim yang menulis sesuatu di Papan Tulis, selesai.
Murid-murid membaca tulisan di Papan Tulis, bertuliskan:
"BERPIKIR KRITIS".
KARIM
Hari ini kita akan mempelajari tentang Berpikir Kritis. Kenapa?, Karena dengan berpikir kritis, kita bisa mengetahui mana yang benar dan mana yang salah secara sederhana. Kita juga akan belajar Pendidikan Seks.
Murid-murid saling bersahutan, menggoda.
KARIM
(menunjuk papan tulis)
Itu nanti, sekarang kita belajar ini. Hal ini itu lakukan karena apa yang terjadi dengan teman-teman kalian, termasuk Karina. Dan Bapak tidak ingin masalah ini terjadi lagi.
Terdengar suara kecewa dari Murid-murid.
KARIM
Kalian sudah baca isi petisi dari Karin, kemarin?. Itu yang di sebut dengan berpikir kritis. Karina menyampaikan pendapatnya atau argumen dengan menggunakan informasi yang benar-benar terjadi, bukan karangan atau khayalan. Di tambah Karina juga menjelaskan kenapa masalah itu penting untuk kita semua.
Murid-murid bertepuk tangan, Karina terlihat Malu. Di tempatnya, LAKI-LAKI, PRAMUDYA KUSUMA, 17, juga bertepuk tangan. Hal yang sama juga di lakukan Tama, ia tersenyum tipis.
KARIM
Kita sudah seharusnya seperti Karina, sebagai Guru dan Siswa, kita harus berpikir kritis tentang setiap hal di sekitar kita, menjadi kita lebih peka.
LARAS
Kalau gitu, kita sama aja komentarin semua hal, Pak? Apa bedanya?
KARIM
Itu pertanyaan bagus, berpikir kritis itu berbeda dari komentar. Berpikir kritis itu kita berkomentar tetapi kita mencari jalan keluar bersama-sama dari masalah yang kita atau orang hadapi. Sedangkan komentar, kita hanya memberitahukan masalah yang terjadi, tapi kita tidak memberikan jalan keluarnya apa, yang ada kita justru hanya ingin tahu atau semakin membuat masalah semakin besar.
SISWA LAKI-LAKI
Gimana caranya, Pak?
KARIM
Mulai hari ini kita akan belajar cari berpikir kritis. Bapak tahu tidak semua dari kalian yang mau belajar hal ini, tapi setidaknya Bapak berharap kalian memperhatikannya saja, ini akan berguna untuk kalian. Kalian akan tahu hak dan kewajiban sebagai siswa di sekolah dan sebagai Anak dari Orang Tua kalian.
Murid-murid mengeluarkan peralatan Menulis mereka, mulai mencatat.