Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
63 INT. RUMAH KELUARGA WIZY – KAMAR – MALAM
Wizy gelisah di tempat tidur. Ia menghela napas dan menggerutu berkali-kali. Ponsel di sampingnya berdering, tapi ia abaikan.
Beberapa saat kemudian terdengar bunyi pesan masuk. Dengan wajah mengeluh, ia meraih ponselnya. Pesan dari Rian: AKU MASIH MENCINTAIMU WIZ.
FADE IN:
64 INT. KANTOR TENRI – DALAM – PAGI
Tenri sedang mengobrol dengan Boy di ruangannya di lantai 19. Tampak dari jendela bangunan dan atap rumah warga di sekitar gedung. Di ruangan itu terlihat map menumpuk di sudut meja. Satu map lagi di tengah-tengah meja terbuka, terlihat kertas di atasnya. Seperti biasa, Tenri mengenakan kemeja yang digulung hingga siku.
Wizy yang mengenakan blazer dan rok muncul di pintu. Boy melihatnya dan langsung pamit keluar.
TENRI
Boy, jangan lupa jam 3!
BOY
Siap Bos-ku.
Wizy melemparkan tubuhnya di atas sofa. Tenri menghampiri Wizy dan duduk di sampingnya. Wizy menggeser posisi duduknya kemudian menyandarkan kepalanya di bahu Tenri.
WIZY
Kau mau kemana?
TENRI
Makassar. Aku mau menyelesaikan urusan restoran di Mamuju dan Polman. Ada beberapa berkas yang mesti kutandatangani. Kenapa?
Wizy menggeleng. Ia terlihat sedang berpikir.
TENRI (CONT’D)
Mau ikut?
WIZY
Aku sedang malas pergi-pergi.
Wizy menghela napas lalu berdiri dan meninggalkan Tenri.
CUT TO:
65 EXT. BANDARA SOEKARNO HATTA – DEPAN – SORE
Mobil berhenti di depan bandara. Tenri turun. Boy menurunkan tas koper Tenri lalu naik kembali ke mobil dan pergi.
Tenri berjalan ke arah pintu keberangkatan. BEBERAPA PENUMPANG sedang antre. Tenri masuk melewati pintu pemeriksaan.
CUT TO:
66 EXT. KAFE RAHMAH – AREA KAFE – MALAM
Kafe yang berdampingan dengan restoran tampak ramai. Beberapa mobil terparkir di halaman. Taksi yang ditumpangi Tenri berhenti di depan pintu masuk kafe di mana Gufron sedang berdiri. Suara live music terdengar dari dalam kafe.
Beberapa saat setelah Tenri dan Gufron masuk ke kafe, taksi lain muncul. Turun Wenni. Ia celingak-celinguk sejenak sebelum masuk ke kafe. Seorang pelayan, bernama ELIZ menghampirinya.
WENNI
Ada Kak Tenri?
Eliz mengamati Wenni sejenak.
ELIZ
Bos baru saja datang. Ada apa, ya?
WENNI
Kami janjian di sini.
ELIZ
Oh, tunggu sebentar. Silakan duduk.
Eliz melangkah pergi namun kemudian kembali lagi.
ELIZ (CONT’D)
Maaf, dengan siapa?
WENNI
Wenni.
CUT TO:
67 INT. KAFE RAHMAH – KANTOR – MALAM
Tenri dan Gufron sedang mengobrol santai di sofa. Di salah satu dinding tampak foto Tenri, Gufron, dan Abo di puncak gunung. Mengenakan kupluk dan jaket mendaki.
Eliz mengetuk pintu dan masuk. Gufron yang duduk membelakangi pintu menoleh.
GUFRON
Ada apa, Liz?
ELIZ
Ada yang cari Pak Tenri di bawah.
TENRI
Perempuan?
Susan mengangguk hormat.
ELIZ
Namanya Wenni, Pak.
GUFRON
Gadis yang kau ceritakan itu?
Tenri menggerakkan alisnya.
TENRI
Tolong antar dia ke sini.
Eliz keluar dari ruangan itu.
GUFRON
Aku tidak mau terlibat. Repot berurusan dengan calon istrimu.
Tenri tersenyum. Gufron memandangnya.
TENRI
Anaknya cantik. Mahasiswa.
Pintu diketuk lalu terbuka. Eliz mempersilakan Wenni masuk lalu menutup kembali pintu dan pergi. Gufron dan Tenri berdiri menyambut Wenni. Gufron menyalami Wenni.
GUFRON
Aku cek restoran dulu.
Gufron mempersilakan Wenni duduk lalu bergegas keluar. Wenni mengamati keadaan ruangan itu beberapa saat. Tenri berdeham, Wenni menoleh kepadanya.
WENNI
Jadi ini milik Kak Tenri?
Tenri mengangguk.
WENNI (CONT’D)
Semua kafe dan restoran Rahmah milik Kak Tenri?
Tenri kembali mengangguk lalu meraih ponselnya di atas meja dan mulai menelepon.
TENRI
Mau minum apa? Sudah makan?
Wenni mengangguk.
WENNI
Teh saja, Kak.
TENRI
Liz, tolong tehnya.
Tenri meletakkan kembali ponselnya.
TENRI (CONT’D)
Sudah semester berapa?
WENNI
Tiga.
TENRI
Kenapa bekerja di kelab malam?
WENNI
Aku tak punya pilihan lain.
Tenri memandangi Wenni. Tampak penasaran. Tapi ia tak bicara. Hanya menunggu penjelasan Wenni.
WENNI (CONT’D)
Ayah sudah meninggal sejak aku SMP. Karena ingin kuliah, ya, aku harus kerja.
TENRI
Wah, kau hebat, Wen.
WENNI
Bukan hebat, terpaksa.
Mereka berdua tertawa.
CUT TO:
68 INT. RUMAH KELUARGA WIZY – KAMAR – MALAM
Wizy termenung di sofa. Cindy dan Dita saling berpandangan. Terlihat seperti merasa bersalah.
WIZY
Aku benar-benar bingung.
DITA
Sabar Wiz, pasti ada jalan.
CINDY
Iya, Wiz. Kau pasti bisa melalui ini.
WIZY
Andai ada konser di Singapura atau Australia, aku pasti sudah berangkat. Aku benar-benar butuh hiburan.
CUT TO:
69 INT. KAFE RAHMAH – DALAM – MALAM
Eliz mengetuk pintu dan masuk. Setelah meletakkan teh dan kopi di atas meja, ia langsung pergi.
TENRI
Ceritakan padaku. Apa saja yang kau kerjakan. (seolah baru tersadar) Eh diminum dulu.
Wenni menyesap tehnya dua kali.
WENNI
Sudah banyak. Baby sitter, pelayan warkop, SPG ... tapi SPG hanya sehari. Itu juga Sebenarnya belum kerja.
TENRI
Kenapa?
WENNI
Bonusnya besar, tapi roknya terlalu pendek, Kak. Saya juga pernah mencoba jadi YouTuber. Tapi berat.
TENRI
Kok berat? YouTuber sekarang hebat, loh. Pendapatannya besar. Lihat Ria Ricis. Kaya raya.
WENNI
Subscriber susah. Dua bulan hanya 75. Itu pun hanya teman sekolah dan teman mengaji. Paket data internet juga mahal.
Tenri tersenyum mendengar penuturan Wenni. Mereka berpandangan sejenak.
WENNI (CONT’D)
Kalau Kak Tenri?
TENRI
Saya kenapa?
WENNI
Masa kuliah dan ... kenapa bisa kaya raya. Kak Tenri sarjana, kan?
TENRI
Iya. Saya sarjana kependidikan yang bernasib baik. Saya dulu tak punya cita-cita. Kuliah hanya untuk bergaul. Tapi saya menyelamatkan pengusaha kaya dari Jakarta. Dia kemudian mengajakku bekerja. Mungkin karena dianggap berjasa, aku diberi modal. Inilah hasilnya sekarang.
WENNI
Seperti kisah sinetron, ya?
TENRI
Begitulah. Tidak ada yang tahu apa yang akan terjadi di hari esok. Saya yang mestinya jadi guru, malah sekarang seperti ini. Makanya, kita tidak boleh meremehkan orang lain.
CUT TO:
70 INT. RESTORAN RAHMAH – LANTAI 2 – SIANG
Satu persatu orang meninggalkan ruang meeting Restoran Rahmah. Beberapa detik kemudian tersisa Tenri dan Gufron di ruangan itu. Mereka duduk di meja dengan beberapa kertas terlihat di atasnya. Di samping meja ada proyektor yang baru saja mereka pakai untuk pertemuan bisnis tersebut.
GUFRON
Jadi kapan kau balik ke Jakarta?
TENRI
Aku belum tahu. Aku ingin tinggal dulu untuk beberapa hari.
Gufron membereskan kertas di atas meja lalu menatap Tenri yang terlihat sedang memikirkan sesuatu.
GUFRON
Gadis itu ya?
Tenri tidak langsung menjawab. Gufron terus menatapnya. Tenri mengangkat wajahnya. Seperti baru saja membuat keputusan.
TENRI
Aku ingin menjadikan Wenni adikku. Mungkin dialah jawaban Tuhan untuk doa-doaku.
Gufron menggeleng-gelengkan kepalanya.
GUFRON
Jangan cari penyakit. Kisah seperti ini hanya dongeng atau sinetron. Tidak ada yang melakukan itu di dunia nyata.
TENRI
Aku yang akan melakukannya.
Gufron menggeleng lalu melambaikan tangannya.
TENRI (CONT’D)
Aku hanya ingin merasakan bagaimana rasanya menjadi kakak dari seorang gadis. Itu impianku sejak dulu. Aku selalu berharap ada seorang gadis yang memanggilku kakak dan mengakui aku sebagai kakaknya.
Tenri menjelaskan dengan mimik serius. Gufron memasang mimik capek.
TENRI (CONT’D)
Setelah bertemu Wenni, Gadis Mimpi yang sering aku ceritakan sejak zaman kuliah mendatangiku lagi di dalam mimpi. Dan kau tahu apa yang terjadi?
GUFRON
Kau yang mimpi, hanya kau yang tahu.
TENRI
Untuk pertama kalinya dia tersenyum dan bicara padaku. Dia pamit dan memintaku menyayangi Wenni. Aku yakin dia pasti almarhumah kakakku. Dia tahu aku selalu merindukannya meskipun kami tidak pernah bertemu. Dan ...
GUFRON
Sudah .... sudah. Aku sudah bosan mendengar cerita mimpi anehmu itu.
Seorang pegawai restoran masuk. Gufron memanggil pegawai itu, sambil menepuk bahu Tenri, memintanya berdiri dan pergi dari ruangan itu.
GUFRON (CONT’D)
(Kepada pegawai) Bersihkan ruang ini.
CUT TO:
71 INT. RESTORAN RAHMAH – DALAM – MALAM
Suasana restoran terlihat ramai. Tampak TIGA PELAYAN sibuk melayani pengunjung. Termasuk SATU KELUARGA yang datang bersama anak-anaknya. Seorang anak laki-laki dan satunya lagi anak perempuan.
Tenri menatap Wenni yang makan dengan lahap di hadapannya. Nasi di piringnya sudah hampir habis.
TENRI
Kau mau jadi adikku?
Wenni mengangkat wajahnya, membelalak menatap Tenri dari seberang meja. Cukup lama mereka berpandangan sebelum Wenni mengangkat bahu dan menghabiskan makanannya. Wenni kemudian membersihkan bibirnya dengan tisu.
TENRI (CONT’D)
Aku tidak akan mengecewakanmu.
WENNI
Maksudnya, aku adik ....
TENRI
(Menyela) Adik angkatku.
Wenni tampak berpikir.
WENNI
Apa Kak Tenri kasihan padaku?
Tenri buru-buru menggeleng. Tidak mau Wenni tersinggung.
TENRI
Sejak dulu aku menginginkan saudara perempuan. Aku pernah punya kakak, tapi dia meninggal saat masih bayi.
Wenni kembali menatap Tenri yang tampak serius.
WENNI
Saya ikut bersedih, Kak.
Tenri mengangguk dan tersenyum.
TENRI
Jadi, bagaimana? Kau bersedia?
WENNI
Kak Tenri serius?
TENRI
Sangat. Aku bahkan siap memohon kalau kau memintanya.
Seorang pelayan muncul dan membersihkan piring serta gelas di atas meja. Setelah pelayan itu pergi, Wenni tersenyum. Tenri juga tersenyum.
WENNI
Ada syaratnya.
TENRI
Pasti aku penuhi.
Tenri mulai bersemangat.
WENNI
Ini syarat yang berat. Aku tidak yakin Kak Tenri sanggup.
TENRI
Katakan saja.
Wenni masih berpikir beberapa detik. Wajahnya juga mulai berubah serius saat menatap Tenri.
WENNI
Kalau Kak Tenri bersedia mati untukku, aku akan mempertimbangkannya.
Tenri tersenyum. Tampak sangat percaya diri.
TENRI
Ada lagi syarat lain?
Wenni menggelang.
TENRI (CONT’D)
Baiklah. Aku bersedia.
WENNI
Aku Serius, Kak?
TENRI
Kau bisa mengujiku kapan pun.
Wenni menatap Tenri tanpa berkedip untuk setidaknya tujuh detik sambil mengetuk-ngetukkan telunjuk di bibirnya. Lalu, ia tersenyum.
WENNI
Baiklah. Sekarang aku adikmu.
CUT TO: