Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
21. INT. RUANG KELAS 1B - UNIVERSITAS JAYA ABADI - SIANG
Elang dan Rayhan sedang menjalani kelas saat ini. Pak Danu (48), selaku dosen pengampu mata kuliah ekonomi bisnis sedang menjelaskan beberapa materi dan juga memberikan beberapa arahan untuk para mahasiswa mengenai program magang yang akan dilaksanakan dua minggu lagi.
PAK DANU
Bagi kalian yang sudah menemukan tempat untuk magang, silahkan hubungi saya supaya nanti saya buatkan surat pengantarnya untuk kalian.
PARA MAHASISWA
Baik pak.
PAK DANU
Ya sudah, kalau begitu saya cukupkan kelas kita hari ini. Jangan lupa untuk kumpulkan makalah kalian juga, selamat siang.
PARA MAHASISWA
Siang pak.
Pak Danu keluar meninggalkan kelas. Rayhan menyenggol lengan Elang, membuat empunya menatap tanya padanya.
ELANG
Kenapa?
RAYHAN
Lo kapan nembak Nasya? Kok tiba-tiba udah jadian?
Elang mendengus, memutar bola matanya malas. Ia mengabaikan pertanyaan Rayhan dan melanjutkan aktivitasnya memasukkan laptop ke tasnya.
Rayhan yang diacuhkan berdecak.
RAYHAN
Hello...gue nanya, kenapa dicuekin?
ELANG
Penting gue jawab?
RAYHAN
Pentinglah.
ELANG
Kenapa lu kepo sih?
RAYHAN
Elah, emang gak boleh apa gue tahu kronologi lu bisa jadian sama Nasya?
ELANG
Gak!
RAYHAN
Tapi kita sahabatan loh Lang.
ELANG
Cuma sahabat kan bukan saudara. Nyokap gue aja gak nanya tuh gue nembak Nasya kapan.
RAYHAN
(menghela nafasnya kasar)
Yaudah deh, kalau gue gak boleh tahu.
ELANG
Udah ah yuk ke kantin.
Elang menarik lengan Rayhan menuju kantin dan Rayhan hanya pasrah.
CUT TO :
22. EXT. PINGGIR JALAN - SIANG
Nasya sedang menyusuri jalan dengan berjalan kaki setelah dari apotek untuk membelikan obat Ratih yang sedang tidak enak badan.
Nasya mengecek kantong plastik yang berisikan obat sembari terus berjalan.
SFX. KLAKSON MOBIL
Nasya menoleh dan mengernyitkan keningnya kala melihat sebuah mobil berhenti di sebelahnya.
NASYA
Siapa ya?
Pemilik mobil keluar dari mobilnya lalu tersenyum kepada Nasya. Nasya yang melihat siapa pemilik mobil, sontak langsung menundukkan kepalanya sejenak guna memberi hormat.
NASYA
Pak Herman.
HERMAN
Nasya.
Herman alias si pemilik mobil menghampiri Nasya yang berdiri di pinggir jalan itu.
HERMAN
Kamu dari mana? Gak kuliah?
NASYA
Itu pak, saya tadi dari apotek. Hari ini saya libur pak.
HERMAN
Apotek? Siapa yang sakit?
NASYA
Ibu saya lagi gak enak badan.
HERMAN
Semoga ibu kamu cepat sembuh.
NASYA
Aamiin, terimakasih pak.
HERMAN
Gimana kalau saya antarkan kamu pulang?
NASYA
Gak usah pak, rumah saya sudah dekat kok.
HERMAN
Yakin kamu gak mau saya antar?
NASYA
Iya pak, saya jalan kaki aja.
HERMAN
Baiklah kalau begitu.
NASYA
Saya pamit duluan ya pak, takut ibu nunggu. Assalamualaikum.
HERMAN
Waalaikumussalam, hati-hati.
Nasya melanjutkan perjalanannya menuju rumah, meninggalkan Herman yang masih terpaku di sebelah mobilnya.
HERMAN
Sebenarnya, kamu itu siapa nak? Kenapa setaip melihat wajah kamu, aku selalu teringat akan dia?
(beat)
Herman mengitari mobilnya lalu masuk ke kursi pengemudi dan meninggalkan jalan itu dengan sejuta tanya di kepala.
INTERCUT :
23. INT. KAMAR RATIH - RUMAH RATIH - SIANG
SFX. SUARA PINTU DIKETUK
NASYA (OS)
Bu, Nasya masuk ya.
RATIH
Masuk aja sayang.
SFX. SUARA PINTU TERBUKA
Nasya masuk ke kamar Ratih dengan senyuman yang terpatri di wajahnya. Ia menghampiri Ratih yang tengah duduk bersandar di ranjangnya.
RATIH
Gimana, ada obatnya?
NASYA
(menyodorkan plastik berisi obat)
Ini, Alhamdulillah ada.
RATIH
(menerima plastik itu)
Alhamdulillah, makasih ya sayang.
Nasya termenung membuat Ratih mengernyit. Ia menyentuh pelan telapak tangan Nasya membuat empunya terkesiap lalu menatapnya.
RATIH
Kenapa melamun sayang? Ada masalah?
NASYA
Gak apa-apa kok bu.
Ratih menggelengkan kepalanya. Ia menyimpan obatnya di nakas samping ranjangnya. Ia menatap lembut sang anak.
RATIH
Kamu gak bisa menyembunyikan sesuatu dari ibu nak. Ada apa? Cerita sama ibu.
Nasya menghela nafasnya pelan. Ia juga bingung, kenapa setiap setelah bertemu Herman perasaannya menjadi tak karuan.
RATIH
Nasya,
NASYA
Nasya bingung bu, kenapa Nasya selalu merasakan ini setiap habis ketemu dia. Nasya gak tahu ini perasaan apa.
(beat)
RATIH
Ketemu siapa?
Nasya menatap Ratih. Baiklah, ia harus berbagi cerita dengan Ratih saat ini. Siapa tahu, pikirannya menjadi lebih tenang.
NASYA
Jadi, tadi waktu Nasya lagi jalan pulang Nasya ketemu sama ayahnya sahabat Nasya, Fira. Dia itu rektor kampus bu.
RATIH
Terus?
NASYA
Nasya pertama kali mengobrol sama dia waktu itu di lorong kampus sama Fira juga. Sejak saat itu, Nasya merasakan hal aneh, bu. Hati Nasya damai, tenang, dan juga bahagia. Tapi, disaat itu juga Nasya seperti merasakan sakit bu. Nasya gak tahu kenapa jadi begini.
RATIH
Rektor?
NASYA
Iya bu.
RATIH
Dia dekat sama kamu?
NASYA
Gak terlalu dekat sih bu.
RATIH
Kamu merasakan perasaan itu?
NASYA
Iya bu, Nasya bingung kenapa Nasya merasakan perasaan ini ketika bertemu dengan dia, ayahnya Fira.
(beat)
Ratih mengelus pundak Nasya lembut. Ia menampilkan senyuman di bibirnya yang sedikit pucat. Ratih mengira, mungkin Nasya rindu akan sosok ayah sehingga merasakan perasaan ini ketika bertemu dengan rektor kampusnya sekaligus ayah dari sahabatnya.
RATIH
Ibu mengerti kok apa yang kamu Nasya rasakan saat ini. Jadi, kamu gak usah bingung ya sayang. Jika memang, perasaan ini membuat hati kamu nyaman biarkanlah. Tapi, jika ada sakit yang kamu rasakan lebih baik kamu agak menjaga jarak dengan rektor kampus kamu itu.
NASYA
Ibu benar, mungkin Nasya bisa jaga jarak sama Pak Herman supaya Nasya gak bingung lagi.
Ratih tertegun kala Nasya menyebut nama Herman. Nama itu, nama yang ia ingin lupakan dalam-dalam.
Nasya menatap heran pada Ratih yang terlihat menegang.
NASYA
Bu, ibu.
Ratih tersentak dari lamunannya. Ia berusaha mengenyahkan pikirannya.
RATIH
Astaghfirullah.
NASYA
Ibu kenapa?
RATIH
Gak apa-apa kok sayang.
NASYA
Ibu yakin? Atau ibu ada yang sakit?
RATIH
Ibu gak apa-apa sayang, gak usah khawatir ya.
NASYA
Yaudah, lebih baik ibu minum obat habis itu tidur ya. Nasya ke kamar dulu.
RATIH
Iya sayang, kamu istirahat sana.
NASYA
Assalamualaikum.
RATIH
Waalaikumussalam.
Nasya keluar dari kamar Ratih lalu menuju kamarnya.
Ratih menghela nafasnya panjang. Kalimat Nasya tadi, membuatnya seperti terlempar ke masa lalu. Nama itu..
RATIH (VO)
Ya Allah, apa dia Herman yang sama?
CUT TO :
24. INT. KAMAR NASYA - MALAM
Nasya sedang mengerjakan makalah di meja belajarnya. Ia terlihat sedang mengetik sembari sesekali melihat buku di sebelahnya.
NASYA
Semangat Nasya, masih ada tiga bab lagi. Semangat.
SFX. SUARA DERING PONSEL NASYA
CU. LAYAR PONSEL NASYA MEMPERLIHATKAN NAMA ELANG
Nasya mengambil ponselnya lalu melihat siapa yang menelponnya. Seketika senyumnya mengembang. Ia menerima panggilan tersebut.
NASYA
Assalamualaikum.
ELANG (OS)
Waalaikumussalam.
NASYA
Ada apa telepon?
ELANG (OS)
Emangnya aku gak boleh telepon kamu?
NASYA
Gak gitu maksudnya. Ihh, baperan.
ELANG (OS)
(terkekeh geli)
Iya iya aku bercanda kok. Kamu lagi apa?
NASYA
Aku lagi mengerjakan makalah. Kamu sendiri lagi ngapain?
ELANG (OS)
Lagi teleponan sama kamu.
NASYA
Ishh, bercanda aja terus.
ELANG (OS)
(terkekeh geli)
Iya iya, aku lagi rebahan aja sih.
NASYA
Makalah kamu udah selesai?
ELANG (OS)
Udah tadi sore.
NASYA
Enak banget sih, aku masih tiga bab.
ELANG (OS)
Semangat ya kamu.
NASYA
Makasih ya.
ELANG (OS)
Iya iya, yaudah jangan lupa istirahat ya. Jangan terlalu diforsir pekerjaannya.
NASYA
Iya iya, pasti kok.
ELANG (OS)
Yaudah, selamat malam bidadari. Assalamualaikum.
NASYA
Waalaikumussalam.
(beat)
Nasya menyimpan kembali ponselnya. Ia meraba dadanya yang entah mengapa berdegup kencang. Ia menghela nafasnya panjang, guna menetralkan rasa deg-degan dalam hatinya.
NASYA
Elang udah ketularan jiwa fuck boy nya Rayhan.
Nasya kembali melanjutkan tugasnya dengan fokus.
MONTAGE :
25. INT. KAMAR ELANG - MALAM
Elang meletakkan ponselnya di nakas sebelah ranjangnya. Ia mengamati langit-langit kamarnya sambil berbaring dengan tersenyum.
ELANG
Benar-benar ya lu Lang, bisa-bisanya lu gombal. Eh tapi, gak apa-apa juga. Kalau gue biasa-biasa aja, nanti Nasya berpaling lagi. Aduh, bidadari kamu mengusik pikiran aku sekarang.
ANISA (OS)
Siapa bidadari?
Elang menoleh ke sumber suara. Anisa sedang berdiri di ambang pintu kamarnya yang sedikit terbuka.
Elang mendengus sebal saat sang mama masuk dan menghampirinya. Ia beranjak duduk lalu Anisa duduk di sampingnya.
ELANG
Gak sopan loh ma, curi dengar omongan orang.
ANISA
Kamu kan lagi ngomong sendiri, gak apa-apa lah mama curi dengar.
ELANG
Iya iya iya, mama kok belum tidur?
ANISA
Mama habis minum di dapur terus mama dengar kamu bilang bidadari, yaudah mama samperin.
ELANG
Papa ditinggal sendirian?
ANISA
Papa bukan anak kecil kali Lang, harus mama jagain terus.
ELANG
(terkekeh geli)
Kali aja gitu.
ANISA
Udah deh gak usah mengalihkan pembicaraan. Siapa yang kamu panggil bidadari tadi?
Elang menggaruk tengkuknya yang tak gatal. Ia menyengir tanpa dosa pada Anisa. Anisa hanya memutar bola matanya malas karena sudah dapat menebak siapa yang dimaksud bidadari oleh Elang.
ANISA
Bucin banget kamu sekarang.
ELANG
Emang kenapa sih ma? Papa sama Mama juga gitu.
ANISA
Iya gak apa-apa sih, tapi kamu jangan sampai terganggu belajarnya hanya karena pacaran. Mama yakin, kamu dan Nasya bisa menjalani ini dengan baik.
ELANG
Mama benar, kita gak bakal ganggu jam belajar kok. Lagipula, usia kita udah dua puluh satu ma, udah bukan saatnya untuk pacaran gak jelas.
ANISA
Bagus, itu baru anak mama. Udah sekarang kamu tidur, gak usah ngomong sendiri lagi kayak tadi.
ELANG
Iya iya, mama juga istirahat sana nanti papa nyariin loh.
ANISA
Anak ini, udah lah mama ke kamar dulu. Good night sayang.
ELANG
Night too ma.
Anisa kembali ke kamarnya meninggalkan Elang yang masih senyum-senyum gak jelas di atas kasurnya.
CUT TO :