Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
15. INT. CAFE TUNIK - SIANG
Elang duduk manis di salah satu kursi yang sudah ia reserve. Hari ini, ia mengajak Nasya untuk makan siang bersama. Elang akan memberitahukan sesuatu pada Nasya, menyangkut perasaannya.
ELANG
Kenapa gue jadi deg-degan gini sih? Tenang Elang, lu gak mau ngelamar dia juga kali. Tenang, tarik nafas buang nafas.
Elang mengikuti instruksi dirinya. Tarik nafas, buang nafas dengan perlahan.
Dari kejauhan, Nasya datang dan mencari keberadaan Elang.
LS. NASYA MELIHAT ELANG
NASYA
Itu dia Elang.
Nasya menghampiri Elang dengan Elang yang juga menyambut Nasya dengan senyuman.
ELANG
(berdiri dari kursinya)
Silahkan duduk Sya.
NASYA
Terimakasih Lang.
Nasya dan Elang saling tatap. Elang mencoba menetralkan rasa gugupnya untuk memulai pembicaraan ini.
ELANG (VO)
Oke Elang, tenang. Lu harus rileks, bisa pasti bisa.
NASYA
Ada perlu apa Lang? Tumben lo ngajak gue ketemuan cuma berdua.
ELANG
Ada yang mau gue bicarakan, Sya.
NASYA
Soal apa?
Elang menghela nafasnya lumayan panjang. Menenangkan diri, dan mulai berbicara.
ELANG
Gue suka sama lo Sya.
(beat)
Hening.
Nasya diam. Ia mencerna perkataan Elang barusan.
Elang harap-harap cemas. Ia takut, Nasya marah karena pengakuannya tadi.
ELANG
Sya, sorry kalau..
NASYA
Lo serius ngomong gitu?
ELANG
Hah?
NASYA
Lo serius ngomong suka sama gue?
ELANG
Gue serius Sya.
NASYA
Kenapa?
ELANG
Maksudnya?
NASYA
Kenapa lo suka sama gue?
CU. ELANG MENGGENGGAM TANGAN NASYA
ELANG
Sya, perasaan suka itu gak bisa ditanya kenapa bisa ada. Karena, semua itu datang dengan sendirinya. Gue udah lama suka sama lo. Gue suka sama sikap lo, kemandirian lo, dan juga kesederhanaan lo. Gue mau jadi orang yang beruntung, karena bisa memenangkan hati yang sangat mulia seperti lo.
NASYA
Tapi lo kan tahu, latar belakang keluarga gue gak jelas. Gue bahkan gak pernah tahu siapa ayah gue. Gue gak mau Lang, gue gak mau orang sebaik lo malah dapet orang yang gak jelas asal-usulnya kayak gue.
ELANG
Lo gak boleh ngomong gitu Sya. Gak ada manusia yang sempurna, begitu juga gue. Lo juga gak boleh ngomong kalau asal-usulnya lo gak jelas. Lo punya ibu yang hebat. Dia rela melakukan apa aja buat lo. Jadi, lo gak boleh ngomong kayak gitu lagi. Walaupun lo gak tahu siapa ayah lo, tapi lo punya ibu yang sekaligus menjadi ayah lo.
Nasya diam. Penjelasan Elang menembus hatinya. Senyum menenangkan Elang suguhkan untuknya.
ELANG
Sya, gue gak maksa lo buat jawab ini sekarang. Gue ngerti, kalau lo pasti butuh waktu.
NASYA
Gue bingung Lang. Lo pantas dapet cewek lain yang lebih dari gue.
ELANG
Gue bukan cari cewek yang sempurna. Tapi gue cari cewek yang bisa mengerti gue apa adanya, dan orang itu lo Sya.
NASYA
Tapi Lang, apa bisa kita lalui ini semua? Kita ini sahabatan Lang.
ELANG
Emangnya kalau sahabat gak boleh jatuh cinta? Gak ada yang melarang Sya. Kita lalui ini semua sama-sama.
NASYA
Oke, kita jalani aja dulu
ELANG
Jadi, sekarang kita pacaran?
NASYA
Menurut Lo gimana?
ELANG
Jangan lo lagi dong Sya, gak enak tahu kedengarannya.
NASYA
Terus apa dong?
ELANG
Aku kamu, maybe?
NASYA
Boleh
(tersenyum manis)
ELANG
Oke, mulai sekarang panggilan kita aku kamu dan we are in a relationship.
NASYA
Oke, Elang Mahesa.
(beat)
Mereka berdua tertawa ringan bersama. Dua insan ini, kini sudah berada pada sebuah komitmen dalam menjalani hubungan.
ELANG (VO)
Terimakasih Sya, izinkan aku untuk mencintaimu selamanya.
CUT TO :
16. INT. RUANG KERJA HERMAN - RUMAH HERMAN - MALAM
Herman sedang duduk melamun di kursi kerjanya. Semenjak bertemu dengan Nasya, ia selalu kepikiran soal masa lalunya. Masa lalu, yang tak pernah sedikitpun istri dan anaknya tahu. Masa lalu, yang sudah ia tutup rapat namun kini harus menganga kembali.
HERMAN
Apa mungkin dia adalah anak wanita itu? Wanita yang sudah aku hancurkan? Aku merasakan hal yang tak biasa semenjak pertemuan itu. Ya Allah, apa benar dia,
SFX. SUARA PINTU DIKETUK
INTAN (OS)
Pa.
HERMAN
Iya ma.
INTAN (OS)
Mama masuk ya?
HERMAN
Iya ma, masuk aja.
SFX. SUARA PINTU TERBUKA
Intan masuk ke ruang kerja sang suami. Ia menghampiri Herman yang tengah duduk di kursi kerjanya. Intan menyusul Herman ke ruang kerjanya, karena merasa Herman seperti ada masalah hari ini. Jam sudah menunjukkan pukul sembilan malam, namun Herman masih betah di ruang kerjanya tanpa melakukan apapun.
INTAN
Papa gak ngantuk?
HERMAN
(mengajak Intan duduk di sofa ruangan kerjanya)
Belum, papa belum ngantuk.
INTAN
Tapi ini udah jam sembilan loh pa. Mending kerjaannya dilanjut besok aja.
HERMAN
Papa dari tadi juga gak mengerjakan apa-apa kok.
INTAN
Terus, papa ngapain di sini dari selesai makan malam.
Hening.
Herman bungkam. Ia merutuki dirinya sendiri karena mengatakan bahwa dirinya tak melakukan apa-apa di sini. Sekarang, ia sendiri yang bingung harus menjawab apa.
INTAN
Pa,
HERMAN
Ah iya, papa cuma mau memenangkan pikiran aja ma.
INTAN
Memangnya apa yang mengganggu pikiran papa?
HERMAN
Masalah kerjaan aja kok ma.
INTAN
Yakin?
HERMAN
Iya sayang.
Intan menganggukkan kepalanya. Walaupun ia merasa ada yang aneh dengan suaminya, tapi ia harus percaya dengan perkataan suaminya.
HERMAN (VO)
Maaf sayang, aku belum bisa memberitahukan soal ini. Mungkin juga, ini akan menjadi rahasia seumur hidupku.
INTAN
Yaudah yuk tidur, udah malam banget.
HERMAN
Yuk.
Mereka meninggalkan ruangan kerja Herman lalu menuju kamar mereka untuk beristirahat.
CUT TO :
17. INT. SUPERMARKET - SORE
Nasya sedang melihat-lihat rak berisikan keperluan mandi. Tadi, Ratih meminta tolong padanya untuk membeli beberapa keperluan mandi, karena persediaan di rumah sudah habis.
Nasya mengambil beberapa sabun mandi lalu memasukkan ke dalam keranjang belanja.
NASYA
Sabun mandi udah, sikat gigi udah, sampo, pasta gigi. Udah semua kayaknya nih. Mending langsung bayar, nanti ibu kelamaan nunggunya.
Saat akan berbalik, Nasya tanpa sengaja menabrak bahu kokoh seseorang. Nasya merutuki dirinya yang tak hati-hati.
NASYA
Maaf pak, saya gak sengaja.
Nasya mendongak melihat siapa orang yang ia tabrak tadi. Matanya membola, kaget dan takut menjadi satu.
NASYA
Pak..pak Herman
(meneguk ludahnya kasar)
HERMAN
Kamu...
NASYA
Nasya pak, mahasiswi di kampus bapak. Maaf ya pak, saya gak sengaja tadi.
HERMAN
Ah iya Nasya. Gak apa-apa, kamu gak salah kok.
NASYA
Kalau begitu saya duluan ke kasir ya pak, soalnya ibu saya sudah menunggu di rumah.
Herman bergeming. Ia menatap dalam manik mata Nasya. Seolah menembus ke hatinya, Herman merasakan sesuatu yang aneh saat menatap mata itu.
Nasya mengernyit heran karena bapak rektor kampusnya ini hanya diam.
NASYA
Pak,
HERMAN
Ah iya iya, maaf.
NASYA
Bapak kenapa? Kok melamun?
HERMAN
Saya tidak apa-apa.
NASYA
Oh gitu, yaudah saya duluan ya pak.
Nasya melangkah maju. Namun, langkahnya terhenti saat Herman memanggilnya.
HERMAN
Nasya,
NASYA
(berbalik badan)
Iya pak?
HERMAN
Hati-hati di jalan.
NASYA
Iya pak, saya permisi ke kasir duluan.
Nasya berbalik lalu melanjutkan langkahnya menuju kasir.
LS. HERMAN MELIHAT NASYA YANG BERADA DI DEPAN KASIR
HERMAN (VO)
Ya Allah, kenapa dengan hatiku? Mata itu, mata yang dulu sering aku pandang
(beat)
Kebenaran apa yang sedang coba engkau ungkap Ya Allah?
Herman menghela nafasnya panjang. Ia mulai mencari beberapa kebutuhan yang ia perlukan, menyampingkan rasa kalut dalam dirinya.
INTERCUT :
18. EXT. DEPAN SUPERMARKET - SORE
Nasya terhenti di halaman parkir supermarket. Sedari tadi, detak jantungnya bertalu tak karuan. Ia merasakan sesuatu yang aneh sekaligus nyaman saat berdekatan dengan Herman. Namun, Nasya tak tahu itu apa.
NASYA
Kenapa ya, setiap dekat dengan Pak Herman ada rasa yang gak biasa yang aku rasakan? Tapi apa? Rasa nyaman tapi juga menyiksa. Sebenarnya ada apa ya Allah?
(beat)
SFX. DERING PONSEL NASYA
CU. LAYAR PONSEL NASYA MEMPERLIHATKAN PANGGILAN DARI IBU NASYA / RATIH
NASYA
(menjawab panggilannya)
Assalamualaikum bu.
RATIH (OS)
Waalaikumussalam, kamu udah selesai belanjanya?
NASYA
Sudah bu, ini Nasya mau pulang.
RATIH (OS)
Yasudah, ibu tunggu di rumah ya. Hati-hati di jalan sayang.
NASYA
Iya bu.
RATIH (OS)
Assalamualaikum.
NASYA
Waalaikumussalam.
Nasya kembali memasukkan ponselnya ke saku. Ia menghela nafas panjang lalu berjalan untuk pulang ke rumahnya.
CUT TO :
19. INT. DAPUR RUMAH RATIH - RUMAH RATIH - MALAM
Ratih sedang menyiapkan bahan-bahan untuk berjualan nasi uduk besok pagi. Ia sedang mencuci beras yang akan digunakan untuk besok pagi membuat nasi uduk.
RATIH (VO)
Aku sangat bersyukur karena engkau masih memberikan aku kesehatan untuk melalui ini semua ya Allah. Aku mohon, biarkan aku dan Nasya hidup tenang selamanya.
Tak lama, Nasya masuk ke dapur untuk menemui Ratih. Ia perlu menanyakan soal tadi sore pada Ratih.
NASYA
Bu.
RATIH
(menoleh ke belakang)
Loh, kok malah kesini? Udah malam sayang, besok kan kamu kuliah pagi.
NASYA
Nasya gak bisa tidur bu.
Ratih menghentikan aktivitas mencuci berasnya. Ia menghadap ke arah Nasya dengan senyuman manis khas nya.
RATIH
Kenapa gak bisa tidur sayang?
NASYA
Hmm, Nasya mau tanya sesuatu sama ibu.
RATIH
Tanya apa sayang?
NASYA
Jadi begini bu,
(beat)
Nasya merasakan sesuatu yang aneh belakangan ini. Nasya merasa, hati Nasya damai sekali setiap dekat sama dia. Nasya nyaman, tapi juga tersiksa dalam satu waktu. Ini perasaan apa ya bu? Nasya bingung.
RATIH
Dia? Dia siapa?
Mendengar pertanyaan Ratih, Nasya langsung tersadar. Tidak, ia tidak mungkin bilang kalau dia itu adalah Herman, rektor sekaligus ayah dari sahabatnya.
NASYA
Bukan siapa-siapa bu.
RATIH
Siapa Nasya? Elang?
NASYA
Hah?
RATIH
Orang itu Elang? Soalnya tadi kamu bilang, kamu merasa nyaman dan damai saat dekat dia. Jadi, ibu pikir Elang. Tapi, kenapa ada kata menyiksa?
NASYA
Bu..bukan bu, bukan Elang.
RATIH
Lalu siapa?
NASYA
Bukan siapa-siapa bu.
RATIH
(menghela nafas)
Kamu tadi tanya, itu perasaan apa kan? Menurut ibu, perasaan itu adalah perasaan yang dirasakan seseorang ketika ia bertemu dan berdekatan dengan orang yang tidak pernah ia temui atau jarang ia temui tapi begitu penting untuk orang itu.
NASYA
Penting?
RATIH
Iya. Makanya ibu tanya, siapa orang itu?
Nasya bungkam. Tidak, memangnya Herman sepenting apa dalam hidupnya?
RATIH
Nasya,
NASYA
Ah iya bu.
RATIH
Kenapa melamun sayang? Ada apa sayang? Cerita sama ibu.
NASYA
Gak apa-apa kok bu.
RATIH
Yakin nak?
NASYA
Iya bu. Yaudah, Nasya ke kamar dulu ya. Ibu jangan lupa untuk istirahat ya.
RATIH
Iya sayang. Yaudah, sekarang kamu ke kamar istirahat.
NASYA
Iya, selamat malam bu.
RATIH
Selamat malam sayang.
Nasya keluar dari dapur lalu menuju kamarnya. Ratih termenung di dapur. Ia memikirkan ucapan Nasya tadi. Entah mengapa, Ratih merasa Nasya telah merasakan keberadaan dia, seseorang di masa lalu Ratih.
RATIH (VO)
Apa mungkin Nasya sudah bertemu dia?
CUT TO :
20. EXT. KANTIN KAMPUS - UNIVERSITAS JAYA ABADI - PAGI MENJELANG SIANG
Rayhan dan Fira sedang duduk berdua dengan laptop dihadapan mereka masing-masing. Mereka sedang mengerjakan tugas makalah yang harus dikumpulkan dalam waktu dekat sebelum mereka magang beberapa minggu lagi.
Sedari tadi, Fira terus menggerutu karena Nasya tak kunjung datang. Ia malas berada dalam satu tempat berdua dengan Rayhan.
FIRA
Ini si Nasya sama Elang kemana sih? Kok sampel-sampe? Jangan jangan, ngapel dulu nih mereka.
(tetap fokus dengan laptopnya)
RAYHAN
Nanti juga datang, tungguin aja sih. Pusing gue dengerin lu gerutu aja dari tadi.
(sambil mengerjakan tugasnya)
FIRA
(menatap sebal Rayhan)
Gue gak ngomong sama lo ya.
RAYHAN
Terus lu ngomong sama siapa? Udah tahu, cuma ada gue di samping lo.
FIRA
Nyebelin.
RAYHAN
(mengangkat bahunya)
Nyebelin gini juga lo suka.
Fira melotot. Ia semakin menatap sebal lelaki di sebelahnya itu.
FIRA
Gak usah kepedean deh lo.
Rayhan hanya manggut-manggut sambil tetap mengerjakan tugasnya. Fira yang sebal memilih untuk menyelesaikan tugasnya juga.
Tak lama kemudian, Elang dan Nasya datang bersamaan. Fira yang melihatnya hanya mendengus sebal dan Rayhan hanya melirik sebentar lalu kembali fokus ke laptopnya.
ELANG , NASYA
Assalamualaikum.
(duduk bersebelahan di depan Fira dan Rayhan)
RAYHAN
Waalaikumussalam.
FIRA
Waalaikumussalam, kemana aja kalian berdua? Mentang-mentang udah jadian, jalan berdua terus.
NASYA
(menyengir tanpa dosa)
Sorry ya Fir, nunggu lama ya?
FIRA
Pake nanya lagi lo.
ELANG
Han.
RAYHAN
Hmm
(tanpa beralih tatapan dari laptop)
ELANG
Gebetan lo kenapa marah-marah aja?
RAYHAN
Mungkin dia pengen gue seriusin kali, kayak lo sama Nasya.
(mengangkat bahunya acuh)
FIRA
Siapa maksud lo?
RAYHAN
Ya lo lah, Fira sayang.
Fira memukul lengan Rayhan dengan buku tebal miliknya. Rayhan mengadu kesakitan dan menatap tajam Fira.
RAYHAN
Kok dipukul sih Fir?
FIRA
Lagian lo, bisa-bisanya manggil gue sayang.
RAYHAN
Emangnya kenapa sih gak boleh?
FIRA
Emang lo siapa gue?
(beat)
RAYHAN
Tadi kan gue udah bilang, gebetan alias calon pacar.
FIRA
Geli.
Nasya dan Elang terkekeh geli melihat pertengkaran dua sahabat mereka ini. Fira dan Rayhan memang tak bisa akur.
ELANG
Berantem mulu lo berdua, entar jadi cinta loh.
FIRA
Diem gak lu Lang!
RAYHAN
Gue sih udah cinta Lang, cuma dia nya nih yang belum cinta sama gue.
(menunjuk Fira dengan dagunya)
FIRA
Apaan sih Han? Mau gue pukul lagi?
(mengangkat buku tebalnya ke arah tangan Rayhan)
RAYHAN
Eh iya iya, jangan dong. Bisa-bisa pulang kuliah memar tangan gue.
NASYA
Udah udah, gak usah ribut. Mending kerjaan tuh makalah biar cepat selesai.
FIRA
Cowok lo tuh Sya, berkomplot nih sama cowok aneh samping gue.
ELANG
Kok gue jadi kena sih!?
FIRA
Iyalah, kan lo yang mulai.
NASYA
Stop! Bisa diem gak!? Kamu juga Lang, diem gak usah recokin Fira.
(menatap tajam Elang)
ELANG
(meneguk ludahnya kasar)
Iya iya, aku gak recokin Fira lagi deh.
RAYHAN
Dasar, bucin lo Lang.
ELANG
Bodo amat.
Nasya hanya geleng-geleng kepala. Ia rasa, hanya ia yang waras diantara mereka berempat. Bahkan Elang, kalau sudah bersatu dengan Rayhan sudah pasti gilanya bakal lebih dari Fira.
Fira menghentikan aktivitas mengetiknya. Ia teringat sesuatu dan menatap Nasya. Nasya yang mendapat tatapan dari Fira hanya menatap bingung sahabatnya itu.
NASYA
Kenapa Fir melihat gue kayak gitu?
FIRA
Semalam, bokap gue bilang dia ketemu lo di supermarket. Bener?
NASYA
Oh itu, iya gue gak sengaja nabrak bokap lo.
FIRA
Kalian ada ngobrolin apa gitu?
NASYA
Enggak kok, abis itu gue langsung ke kasir soalnya gue buru-buru. Emangnya kenapa Fir?
FIRA
Gak apa-apa kok, cuma akhir-akhir semenjak ketemu lo yang di koridor kampus waktu itu, bokap gue sering melamun di ruang kerjanya. Gue juga bingung kenapa begitu.
NASYA
(tak enak hati)
Sorry ya Fir, kayaknya kehadiran gue bikin bokap lo kepikiran ya.
FIRA
Eh enggak kok Sya, kenapa lo minta maaf. Mungkin cuma kebetulan aja, siapa tahu bokap gue emang lagi ada masalah.
RAYHAN
Pada ngomongin apa sih?
ELANG
Dari tadi lo gak dengerin emang?
RAYHAN
Enggak, gue dari tadi sibuk ama nih makalah. Ada apa sih?
FIRA
Halah, alasan.
RAYHAN
Sewot mulu lu sama gua Fir. Hati-hati, suka loh nanti.
FIRA
Dih, ogah.
NASYA
Mulai lagi.
(menatap tajam Fira dan Rayhan)
FIRA
Ampun Sya.
RAYHAN
Ampun nyonya Mahesa.
Cewek lo galak juga ya (berbisik-bisik pada Elang)
NASYA
Gue denger ya Han.
RAYHAN
Ampun ampun, iya iya gak lagi.
Mereka berempat memilih mengerjakan makalah mereka sembari sesekali bercengkrama. Namun, pikiran Nasya entah kemana saat mendengar penjelasan Fira tadi.
NASYA (VO)
Kenapa Fira tanya itu ya tadi? Sebenarnya ada apa ya Allah? Tolong, beri hamba jawaban atas semua ini.
CUT TO :