Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
Telepon Yang Tak Pernah Berdering
Suka
Favorit
Bagikan
4. Babak 2 (3)

43. INT. DI DALAM BUS — CONTINUOUS

Pak Samudji melihat Tini yang menghadap ke luar jendela, ia menyadari bahwa Tini sedang melihat ke arah iring-iringan jenazah yang ada di jalanan tepi sawah. Pak Samudji tercengang dan kembali menyandarkan kepalanya ke kursi. 


44. EXT. TEMPAT PEMAKAMAN UMUM — SIANG

Mbah Putri berjalan di areal pemakaman seorang diri, ia berpapasan dengan TUKANG GALI KUBUR (28) yang tengah melintas sembari membawa cangkul di pundaknya. Tukang gali kubur itu kaki dan tangannya kotor dengan tanah merah yang masih segar. Saat mereka berpapasan, Tukang Gali Kubur menyapa Mbah Putri.

TUKANG GALI KUBUR
(bahasa Jawa Cilacap)
Loh ngapain Mbah siang-siang ke kuburan sendirian?

MBAH PUTRI
(bahasa Jawa Cilacap)
Tenang mas, saya lagi nggak nyari lahan buat saya. Saya masih pengen hidup kok, umurku masih panjang. Oh iya masnya ngeliat Tini nggak?

TUKANG GALI KUBUR
Nggak liat Mbah kalo hari ini, cuma kemarin saya liat dia ke sini soresore sama anaknya Pak Kades

MBAH PUTRI
Si Heri. Ya udah mas makasih ya

TUKANG GALI KUBUR
Ya sama-sama, mari Mbah

MBAH PUTRI
Mari mas 

Tukang gali kubur kembali berjalan ke arah Mbah Putri datang, sementara Mbah Putri melanjutkan menyusuri pemakaman ke arah sebaliknya dengan Tukang gali kubur.

Mbah Putri berhenti di makam Bambang sambil berdiri, ia hanya melamun sembari menatapi batu nisan yang terbuat dari kayu itu seorang diri di areal pemakaman yang sepi dan sunyi.

Hembusan angin menerpa anak rambutnya yang terurai sedikit.

MBAH PUTRI (CONT'D)
(bahasa Jawa Cilacap)
Suatu hari nanti, aku juga akan jadi tanah kayak kamu nak, tapi apa keluarga kita akan kembali berkumpul kayak dulu lagi?

Raut wajahnya yang penuh keriput mendongak ke langit.


45. INT. DI DALAM BUS — SIANG

Bus berjalan dengan cepat, Tini masih melamun menghadap ke luar jendela, sampai tiba-tiba suara ban pecah terdengar dari arah luar bus. Bus seketika bergoyang dan bergetar ketika masih berjalan dengan kecepatan lumayan kencang, para penumpang terkejut dan mulai panik. Anak perempuan yang ada di depan Tini terbangun dan menangis sambil memeluk ibunya.

Supir bus berusaha menstabilkan laju bus yang mulai miring dan menekan klakson beberapa kali, Ibu dari anak perempuan itu berusaha menenangkan anaknya dengan memeluk dan mengusap kepalanya. Ayam berkokok dengan tempo cepat, beberapa penumpang komat kamit beristighfar. 

IBU DARI ANAK PEREMPUAN
(bahasa Jawa)
Udah udah gak usah takut


46. EXT. JALAN RAYA ANTAR PROVINSI — CONTINUOUS

Bus menepi ke kiri secara perlahan, beberapa kendaraan membunyikan klaksonnya dan mulai menghindari bus dengan mengambil lajur kanan sementara ban belakang bus yang pecah bergesekan dengan aspal dan mengeluarkan bunyi desingan. 


47. INT. DI DALAM BUS — CONTINUOUS

Bus berhenti total. Reaksi penumpang beragam, ada yang membaca hamdalah, ada yang mengelap keringat di dahi, dan ada yang bersandar di kursi. Tini dan Pak Samudji juga terengahengah sembari menengok ke sekitar dengan ekspresi khawatir sekaligus penasaran.

PENUMPANG 1 (O.S.)
(bahasa Jawa)
Aduh hampir aja

PENUMPANG 2 (O.S.)
(bahasa Jawa)
Lewat sedikit bisa melayang nyawa kita

Supir bus segera keluar dengan terburu-buru bersama Keneknya, sebagian penumpang pria bangkit dari tempat duduk dan mengikuti si Supir keluar. 


48. EXT. JALAN RAYA ANTAR PROVINSI — CONTINUOUS

Supir dan Keneknya mengamati ban belakang bus yang pecah sembari berjongkok, mereka kemudian meraba-raba ban tersebut dan si Kenek mengecek ban lainnya sembari mengelilingi bus.

PENUMPANG 3
(bahasa Jawa)
Waduh kenapa ini pak?

SUPIR BUS
(bahasa Jawa)
Pecah bannya mas, harus diganti dulu

PENUMPANG 2
(bahasa Jawa)
Trus gimana pak? Bisa telat nih nanti sampe Semarangnya 

Tini dan Pak Samudji turun dari bus dan melihat kerumunan penumpang yang sedang protes ke Supir bus di dekat ban yang pecah. Pak Samudji ikut menghampirinya.

SUPIR BUS
Sebentar ya mas, saya coba benerin dulu sama kenek saya

Pak Samudji melihat jam tangannya yang menunjukkan pukul 1 siang. Ia segera kembali menghampiri Tini

PAK SAMUDJI
(bahasa Jawa Cilacap)
Tin, jam berapa ibu kamu janjian buat nelpon ke Indonesianya?

TINI
Jam 5 pak

PENUMPANG 5 (O.S.)
(bahasa Jawa)
Waduh gimana ini

Wajah Pak Samudji terlihat gelisah, penumpang lain juga sama. Sebagian menggerutu. Supir bus memanggil keneknya.

SUPIR BUS
(menyuruh Kenek)
Coba cek ban cadangan di bagasi ya

Kenek mengangguk dan segera berlari mengecek bagasi. Pak Samudji kemudian menggulung lengan bajunya dan menghampiri supir yang tengah berjongkok di dekat ban.

PAK SAMUDJI
(bahasa Jawa)
Boleh saya bantu pak?

SUPIR BUS
Boleh pak, makasih ya

Si Kenek kembali dengan membawa ban cadangan, Pak Samudji dan Supir bus kemudian segera mengambil ban tersebut beserta kotak penyimpanan alat-alat perkakas lalu mengganti ban dengan bekerja sama.

Supir mengambil kunci inggris, dan memerintahkan Kenek dan Pak Samudji untuk menahan ban yang akan diganti.

Tini yang hanya bisa mengamati Pak Samudji yang tengah membantu si Supir, tiba-tiba mendengar suara tangisan anak perempuan tadi, ia segera menoleh ke belakang dan melihat anak itu masih menangis di luar bus ditemani ibunya. 

Tini lalu berjalan menghampiri anak tersebut, ia menunduk dan mengusap kepala anak perempuan itu.

TINI
(bahasa Jawa)
Cup cup cup, udah gak usah nangis lagi, gak apa-apa kok

Tini tersenyum ke anak itu, anak itu melihat wajah Tini dan perlahan mulai berhenti menangis.


49. INT. (FLASHBACK) RUMAH TINI — SIANG

Tini berjalan dengan cepat dari arah pintu menuju kamarnya, Surti menyusul di belakang Tini.

SURTI
Tin

Tini tak menoleh ketika Surti memanggilnya, ia tetap berjalan ke kamarnya dengan wajah cemberut. Surti kembali memanggilnya dengan ekspresi sedih. 


50. INT. (FLASHBACK) KAMAR TINI — CONTINUOUS

Tini langsung merebahkan badannya ke kasur, menghadap ke dinding dan tidak mau menatap Surti, Surti masuk ke kamar dan duduk di pinggir ranjang.

SURTI
(bahasa Jawa Cilacap)
Tin, nggak boleh gitu dong ke ibu, dengerin dulu penjelasan ibu

TINI
(bahasa Jawa Cilacap)
Pokoknya kalo ibu masih mau pergi, aku nggak mau ngomong sama ibu lagi

Surti mengusap kepala Tini dengan lembut, membelai rambutnya. Tini menahan tangisan.

SURTI
Ibu pergi kan buat cari kerja, cari uang buat kamu nak, biar kamu bisa lanjut sekolah kayak anak lainnya, nggak harus dimarahin karena bukunya habis, biar bisa beli seragam nanti buat SMP, biar kamu sama Mbah bisa makan enak, harusnya kamu seneng dong bukan malah ngambek kayak gini 

Tini tak menggubris ucapan Surti, ia tak bisa menahan tangisannya, air matanya mengalir membasahi pipinya. Surti terus membelai rambutnya.

SURTI (CONT'D)
Nanti kalo uangnya udah cukup, ibu pasti pulang kok, ibu gak bakal lama-lama, janji.

Tini menangis sesengukan, Surti mulai mendekat dan membisikan kata-kata di telinga Tini dengan pelan.

SURTI (CONT'D)
Cup cup cup, udah nggak usah nangis lagi ya, gak apa-apa kok

51. INT. (FLASHBACK) RUMAH TINI — MALAM

Lampu semprong menyinari ruangan yang remang-remang, Surti sedang mengemasi baju-bajunya ke dalam sebuah tas jinjing besar yang diletakkan di ruangan tengah. Mbah Putri duduk di kursi samping meja makan dan menatapi Surti.

MBAH PUTRI
(bahasa Jawa Cilacap)
Tini nggak apa-apa Sur?

Surti menjawab sembari terus mengemas pakaiannya

SURTI
(bahasa Jawa Cilacap)
Gak apa-apa bu, besok juga udah nggak ngambek paling

Mbah Putri menghela nafas panjang.

MBAH PUTRI
Bukan ngambeknya. Tini kan masih anak-anak, dia masih butuh kasih sayang dari ibunya.

SURTI
Sebentar lagi dia remaja bu, harusnya udah bisa paham sama kondisi keluarga kita

Ekspresi Surti berusaha untuk tetap tegar, ia memalingkan wajahnya sembari mendengar nasihat Mbah Putri

MBAH PUTRI (O.S.)
Dia udah nggak punya bapak Sur, cuma kamu satu-satunya yang dia punya sekarang. Harusnya kamu sama dia bisa lebih deket dan saling ngelengkapin satu sama lain, bukan malah semakin menjauh. Kamu bisa bayangin gimana perasaan Tini kalo harus ngejalanin hidup seorang diri tanpa asuhan orang tua? Kamu nggak inget cerita Tini kemarin pas dia ngomong kalo bapaknya udah meninggal ke tementemennya sambil bercanda? Kamu tega ngeliat Tini begitu?

Semua pakaian Surti telah masuk di tas, Surti menutup resleting tas dan menoleh ke arah Mbah Putri

SURTI
(menaikkan nada suara)
Aku paham bu, tapi mau sampe kapan hidup kita begini? Kalo tiap tahun sawah kering kayak gitu, ngandelin bikin gula sama arang batok gak bakal bisa nyukupin biaya hidup kita bu. Aku nggak mau hidup Tini begini terus, aku mau dia lebih baik dari aku, aku mau dia tetep sekolah sampai selesai, biar dia bisa kerja dengan layak kalo udah tamat sekolahnya. Ibu liat aku sekarang? cari uang di desa itu susah bu, kita bakal terus melarat kalo nggak ada yang gerak.

MBAH PUTRI
Terus kenapa nggak kerja di kota aja? Kenapa harus ke luar negeri?

SURTI
Gajinya lebih gede bu, ibu sama Tini bisa makan lebih enak, nggak harus makan tempe, tahu, genjer tiap hari, aku juga bisa nabung buat nyiapin keperluan Tini nanti, bisa nabung kalo ibu sakit dan butuh obat, mungkin bisa benerin rumah ini juga biar lebih layak, gak bocor kalo musim hujan, gak kebanjiran. Aku trauma bu, waktu Mas Bambang sakit aku nggak bisa apa-apa sampe akhirnya mas Bambang meninggal. 

Surti menghampiri Mbah Putri ke tempat duduknya, ia duduk di lesehan di lantai, tepat di samping Mbah Putri. 

SURTI (CONT'D)
Kadang untuk bisa dapetin itu semua emang harus ada yang dikorbanin bu, hidup itu nggak selamanya baik-baik aja.

Surti menghela nafas dan menyandarkan kepalanya di pangkuan ibunya yang mengenakan kain jarik. Mbah Putri mengusap kepala Surti, mereka berdua terdiam sejenak.

SURTI (CONT'D)
(terisak sedikit)
Aku kangen sama Mas Bambang bu, coba dia masih di sini, pasti nasib kita nggak kayak sekarang. Waktu Mas Bambang meninggal, aku nggak tau harus ngapain lagi bu. Uang yang selama ini kami tabung habis untuk biaya tahlilan selama seminggu, hasil dari sawah juga cuma cukup buat makan. Dari situ aku mikir bu, kalo aku tiba-tiba meninggal kayak Mas Bambang, nanti Tini gimana?

Mbah Putri menatapi wajah Surti yang murung, sembari tersenyum

MBAH PUTRI
Sur, kalo orang udah meninggal, yang lain gak bakal nuntut apa-apa, mereka bakal ngelanjutin hidupnya sepeti biasa lagi, susah ataupun seneng. Yang akan mereka inget ya cuma kenangan-kenangan selama orang itu masih hidup, itu yang akan ada selamanya bersama mereka yang ditinggalkan. Makannya, mumpung sekarang kita masih hidup, perbanyaklah kenangan baik sama orang-orang yang kita kenal. Orang baik walaupun udah meninggal akan selalu dikenal baik, walaupun jasadnya membusuk di dalam tanah atau meninggal di negeri yang jauh.

Surti menengadahkan kepalanya menatap wajah Mbah Putri, mereka berdua terdiam, dan suara jangkrik saling bersahutan di keheningan malam.

MBAH PUTRI (CONT'D)
Ibu yakin, suatu hari Tini juga bisa hidup mandiri tanpa kamu, tapi bukan sekarang. Ibu bakal lebih seneng kalo kamu tetep tinggal di sini, gimanapun keadaannya kita pasti bisa jalanin bareng-bareng.

52. INT. RUANG INTEROGASI — MALAM

Surti menatap pantulan wajahnya di kaca, ia tampak payah, wajahnya kuyu, ia kembali melihat ke arah surat yang ia telah tulis dengan tangan yang gemetar. Matanya mulai memerah ketika menatap kertas yang setengah halamannya telah terisi, ia menggigit bibirnya, lalu mengusap hidungnya yang mulai berair dengan punggung tangannya.

Surti kemudian kembali mengambil pensil dan lanjut menulis. 


Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Tidak ada komentar