Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
Telepon Yang Tak Pernah Berdering
Suka
Favorit
Bagikan
3. Babak 2 (2)

33. INT. (FLASHBACK) DAPUR RUMAH TINI — SIANG

Di dapur yang mengebul penuh asap, Surti mengaduk kuali besar berisi air nira yang setengah mengental. Tini membawa kayu bakar yang telah diikat dengan tali lalu meletakkannya di sudut ruangan dapur.

Tini keluar dari dapur. Mbah Putri membuka ikatan kayu bakar, mengambil beberapa batang kayu dan memasukkannya secara bertahap ke tungku. Surti terus mengaduk dan mengusap keringat di dahinya.

Tak berselang lama, Tini datang membawa nampan dan dua gelas air, ia memberikannya ke Mbah Putri dan Surti. Mereka berdua minum.

SURTI
(mengusap kepala Tini sambil tersenyum)
Makasih ya nduk

34. INT. RUANG INTEROGASI — MALAM

Cahaya kuning remang mati menyala di ruangan berdinding kelabu, di salah satu sisi dindingnya terdapat kaca dua arah yang memantulkan refleksi ruangan tersebut. Di tengah ruangan itu terdapat sebuah meja dan kursi yang diterangi cahaya lampu bohlam yang berada tepat di atasnya.

Pintu dibuka, Surti dan si Sipir masuk ke dalam ruangan tersebut. 

SURTI
(bahasa Arab)
Telepon, boleh saya meminjam telepon

Sipir tak menggubris perkataan Surti dan hanya menatapnya dengan dingin, ia membuka kunci borgol dari pergelangan tangan Surti.

SURTI (CONT'D)
Tolong pak, bolehkah saya menelpon keluarga saya?

Sipir pergi meninggalkan ruangan tanpa berkata apa-apa, pintu ditutup dan dikunci dari luar, Surti sendirian di dalam ruangan remang-remang tersebut. Ia mondar-mandir mengelilingi tiap sudut ruangan secara perlahan dengan wajah takut.

Surti melihat refleksi wajahnya melalui pantulan kaca dua arah, tangannya menyentuh kaca itu selama beberapa detik, matanya mulai berkaca-kaca.

Surti menoleh ke belakang, ia menatap ke arah meja yang ada di tengah ruangan, di atas meja tersebut terdapat selembar kertas kosong dan sebuah pensil, Surti teringat akan pensil kecil yang ditunjukkan Tini kepadanya 6 tahun lalu. Air matanya mulai menetes.


35. INT. DI DALAM BUS — SIANG

Di sebuah bus tua yang interiornya sudah mulai usang, beberapa penumpang menempati kursinya masing-masing. Ada yang membawa tas besar, kardus yang diikat dengan tali rafia, dan ada yang membawa ayam jago yang terus berbunyi dengan tas rotan.

Tini duduk di dekat jendela, sementara Pak Samudji duduk di sebelahnya. Bus berjalan dan hembusan angin sepoi-sepoi menerpa rambut Tini yang melamun sembari melihat pemandangan sepanjang perjalanan. Pak Samudji dan Tini tidak saling berbincang, suasananya canggung, masing-masing menghindari kontak mata.

Tini menoleh ke Pak Samudji dan membuka pembicaraan.

TINI
(bahasa Jawa Cilacap)
Pak, kalo boleh tau kenapa tadi bapak begitu ke Heri?

PAK SAMUDJI
(melirik dengan sinis)
Bukan urusanmu 

TINI
Saya nggak enak hati sama Heri Pak, dia belain saya sampe segitunya!

PAK SAMUDJI
(bahasa Jawa Cilacap)
Kenapa emang? Kamu suka sama anak saya? Sekarang gantian kamu yang mau belain dia?

TINI
(membantah)
Apaan sih pak!

Tak berselang lama, bus berhenti. Dua orang penumpang masuk dan duduk tepat di dua kursi di depan Tini, mereka adalah seorang ANAK PEREMPUAN (5) dan IBUNYA (25) yang saling bercengkrama dengan ceria.

Bus kembali melaju, Tini yang tadinya acuh dengan suasana di bus kini mulai memperhatikan keduanya selama bus berjalan.

Kursi yang tidak nyaman membuat Pak Samudji beberapa kali berganti posisi duduk.

PAK SAMUDJI
Kamu nggak usah mirikin Heri, pikirin aja tujuanmu sekarang

Tini masih memperhatikan anak perempuan di depannya, suara perbincangan anak dan ibunya terdengar samar-samar, tapi gestur mereka sangat akrab.

PAK SAMUDJI (CONT'D)
Yang penting kan saya bakal nganterin kamu sampai kamu bisa telponan sama ibu kamu

Tini tak mengubah ekspresinya sedikitpun, Pak Samudji menempelkan punggungnya untuk bersandar dan melipat tangan di dada sembari menatap ke atas untuk mengingat sesuatu.

PAK SAMUDJI (CONT'D)
Saya kenal ibu kamu dari kecil Tin, dulu dia teman main saya. Dulu banyak yang suka sama dia, bisa dibilang dulu dia kembang desa. Sampai akhirnya dia dijodohin sama Bapak kamu, terus nikah. Ibumu itu juga baik sama orangorang kampung, dia orangnya ramah, rajin, ya walaupun dari kecil ibumu memang duitnya seret, ditambah lagi Bapakmu meninggal pas muda, ya jadi tambah susah hidupnya karena harus ngurus kamu sama Mbah sendirian. Tapi setauku dia gak pernah nyerah, sampai rela untuk jadi TKI buat nyari nafkah demi keluarganya. Jauh ke Arab, bertahun-tahun nggak pulang.

Pak Samudji menoleh ke arah Tini, Tini sama sekali tidak menyimak ucapan Pak Samudji sedikitpun. Matanya fokus ke Anak Perempuan di depannya yang kini mulai kelelahan dan bersandar di bahu ibunya. Pak Samudji menyadarinya dan melihat apa yang selama ini diperhatikan oleh Tini.

Tini kembali terbayang akan suara ibunya yang membaca isi surat dengan nada lirih.

SURTI (V.O.)
Ibu hanya ingin meminta maaf sebesar-besarnya kepada kamu, karena selama ini kamu tumbuh tanpa kasih sayang seorang ibu. Ibu juga ingin minta maaf sekali lagi karena mungkin ibu tidak akan pulang untuk selama-lamanya.

Si Ibu dari Anak Perempuan di depan Tini merangkul anaknya yang terlelap dan mengecup kepalanya.

Pak Samudji menggerutu karena merasa tidak dihargai dan diacuhkan saat dirinya berbicara, ia membenarkan posisi kopiahnya, berdehem dan langsung menegur Tini.

PAK SAMUDJI
(menyindir)
Emangnya kamu itu tau nggak sih kalo ibu kamu jadi TKI itu legal atau ilegal? Kamu tau siapa penyalurnya? Berangkatnya dari mana?

Tini yang tadinya melamun, seketika terkejut mendengar ucapan Pak Samudji, ia segera menoleh ke arahnya.

TINI
(menggeleng dengan sinis)
Saya nggak tau apa-apa Pak. Waktu ibu pergi, saya masih kecil. Saya cuma ingat dulu ibu pamit dan bilang kalau dia mau kerja di Arab. Saya tau saya bukan siapa-siapa, keluarga saya juga nggak punya apaapa, tapi saya...

Tini tak sanggup melanjutkan kata-kata tersebut, mata Tini mulai berkaca-kaca menatap Pak Samudji, Pak Samudji juga menatap wajah Tini dan ekspresinya berubah jadi tidak enak ketika Tini melontarkan kata-kata itu. Tini kemudian memalingkan wajahnya dan mengusap air matanya.

TINI (CONT'D)
Makasih udah mau nolong saya sampai sini Pak, saya nggak tau gimana caranya buat bales kebaikan Bapak.

Tini menatap ke luar jendela dengan wajah murung. 


36. EXT. DEPAN RUMAH TINI — SIANG

Mbah Putri tengah menyusun batok-batok kelapa di pekarangan depan rumahnya, menjejerkannya di atas terpal dengan rata agar terpapar sinar matahari. Ia terengah-engah dan memegang punggungnya.

Heri berjalan melintasi jalanan di depan rumah Tini, ia melihat Mbah Putri yang tengah memegangi punggungnya, Heri lalu menghampiri Mbah Putri.

HERI
(bahasa Jawa Cilacap)
Mbah, mau saya bantuin?

MBAH PUTRI
(bahasa Jawa Cilacap)
Nggak usah Her, udah selesai ini kok

Heri membantu Mbah Putri berjalan kembali ke teras. Mbah Putri kemudian duduk di kursi teras menghadap ke jalanan.

MBAH PUTRI (CONT'D)
(mengeluh)
Si Tini ke mana ya Her? Kok dari pagi nggak keliatan, kamu liat dia nggak?

Heri menggeleng sembari mengerenyitkan dahinya, berpura-pura tidak tahu apa-apa. 

MBAH PUTRI (CONT'D)
(menggerutu)
Anak perempuan bukannya bantuin mbahnya malah keluyuran siang-siang

37. INT. RUANG INTEROGASI — MALAM

Surti menatap ke pintu, ia tak berkata-kata sedikitpun. Ia lalu mulai duduk di kursi, tangannya yang gemetaran diletakkan di atas meja. Matanya tertuju pada kertas kosong yang ada di depannya, ia kemudian mengambil pensil dengan perlahan dan mulai menulis.


38. EXT. JALAN RAYA ANTAR PROVINSI — SIANG

Di sebuah jalan yang tidak terlalu besar di tepi persawahan yang hijau, sekelompok orang tengah berjalan mengiringi prosesi pemakaman, enam orang memikul keranda mayat yang ditutupi kain hijau dan dihiasi karangan bunga, beberapa orang mengikutinya dari belakang dengan pakaian rapi, yang laki-laki mengenakan batik atau baju koko, dan kopiah, dan yang perempuan mengenakan kerudung.

ORANG-ORANG
La ilaha illallah La ilaha illallah la ilaha illallah

Bersebrangan dengan jalan itu terdapat jalan raya antar provinsi yang dilewati kendaraan, pemisahnya hanya beberapa petak sawah yang membentang sepanjang 50 meter.

Bus yang ditumpangi Tini melintas di jalan raya tersebut, bertepatan dengan rombongan pemakaman yang melintas di jalan satunya.


39. INT. DI DALAM BUS — CONTINUOUS

Tini yang sedang menghadap ke luar jendela menyaksikan iringiringan jenazah di seberang itu dengan wajah datar. Tangan kanan Tini memegangi kaca jendela dengan ujung jemarinya.


40. INT. (FLASHBACK) RUMAH TINI — MALAM

9 tahun lalu. Kita melihat TINI KECIL (7) sedang menangis sesengukan, air matanya berlinang, ia berdiri di tengah ruangan yang diterangi lampu semprong. Beberapa orang lalu lalang di belakang Tini, ada membawa baskom dan kain jarik, suara tangisan pilu Surti terdengar di ruangan tersebut, tangan keriput Mbah Putri kemudian merangkul bahu Tini yang sedang menangis dan menenangkannya. 

SURTI (O.S.)
(menjerit dan menangis)
Mas Bambang! Bangun mas! Mas Bambang bangun!


41. INT. (FLASHBACK) RUMAH TINI — PAGI

Tini duduk bersila, ia mengenakan kerudung selendang hitam dengan bahan tipis. Di dekat kakinya bersila ada kepala BAMBANG (31), ayah Tini, yang sudah pucat dan terbungkus kain kafan, matanya tertutup dan hidungnya disumpal dengan kapas. Sebagian badannya ditutupi kain jarik.

Tini tidak menangis, ia mengelus kepala ayahnya yang sudah meninggal di hadapannya. Jemarinya menyentuh pipi Bambang yang pucat. Orang-orang duduk bersila mengelilingi jenazah Bambang yang di baringkan di ruang tengah sembari membaca lantunan surat Yasin.


42. EXT. (FLASHBACK) DEPAN RUMAH TINI — SIANG

Tini tengah duduk sendirian di kursi plastik yang berjejer di depan rumahnya, Mbah Putri menghampiri dan duduk di sebelahnya sembari mengusap kepala Tini. Tini menyandarkan kepalanya di pundak Mbah Putri.

TINI
(bahasa Jawa Cilacap)
Mbah, kalo orang meninggal itu ngapain habis dikubur?

Mbah Putri bingung ketika Tini bertanya demikian, ia segera tersenyum dan menjelaskan

MBAH PUTRI
(bahasa Jawa Cilacap)
Nunggu

TINI
Nungguin apa Mbah?

MBAH PUTRI
Orang yang meninggal itu nunggu waktu untuk dibangkitin lagi arwahnya. Nanti arwah-arwah yang udah dibangkitin bisa kumpul bareng lagi di suatu tempat sama keluarganya. Tapi sebagian orang ada juga yang percaya kalo kita meninggal, arwahnya bakalan lahir lagi ke dunia dalam bentuk yang berbeda

TINI
Maksudnya?

MBAH PUTRI
Ya mungkin lahir lagi jadi bayi, atau lahir jadi kupu-kupu yang terbang masuk ke rumah kalo lagi kangen sama keluarganya

Tini menoleh ke arah Mbah Putri

TINI
Trus nanti bapak gimana Mbah?

MBAH PUTRI
(tersenyum)
Kamu maunya gimana? Mbah sih nggak tau, soalnya Mbah belum pernah meninggal

Wajah Tini menjadi murung, ia kembali menyandarkan kepalanya ke pundak Mbah Putri

TINI
Aku maunya nanti bapak bisa kumpul lagi sama aku, mbah, sama ibu  
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Tidak ada komentar