Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
33. INT. (FLASHBACK) DAPUR RUMAH TINI — SIANG
Di dapur yang mengebul penuh asap, Surti mengaduk kuali besar berisi air nira yang setengah mengental. Tini membawa kayu bakar yang telah diikat dengan tali lalu meletakkannya di sudut ruangan dapur.
Tini keluar dari dapur. Mbah Putri membuka ikatan kayu bakar, mengambil beberapa batang kayu dan memasukkannya secara bertahap ke tungku. Surti terus mengaduk dan mengusap keringat di dahinya.
Tak berselang lama, Tini datang membawa nampan dan dua gelas air, ia memberikannya ke Mbah Putri dan Surti. Mereka berdua minum.
34. INT. RUANG INTEROGASI — MALAM
Cahaya kuning remang mati menyala di ruangan berdinding kelabu, di salah satu sisi dindingnya terdapat kaca dua arah yang memantulkan refleksi ruangan tersebut. Di tengah ruangan itu terdapat sebuah meja dan kursi yang diterangi cahaya lampu bohlam yang berada tepat di atasnya.
Pintu dibuka, Surti dan si Sipir masuk ke dalam ruangan tersebut.
Sipir tak menggubris perkataan Surti dan hanya menatapnya dengan dingin, ia membuka kunci borgol dari pergelangan tangan Surti.
Sipir pergi meninggalkan ruangan tanpa berkata apa-apa, pintu ditutup dan dikunci dari luar, Surti sendirian di dalam ruangan remang-remang tersebut. Ia mondar-mandir mengelilingi tiap sudut ruangan secara perlahan dengan wajah takut.
Surti melihat refleksi wajahnya melalui pantulan kaca dua arah, tangannya menyentuh kaca itu selama beberapa detik, matanya mulai berkaca-kaca.
Surti menoleh ke belakang, ia menatap ke arah meja yang ada di tengah ruangan, di atas meja tersebut terdapat selembar kertas kosong dan sebuah pensil, Surti teringat akan pensil kecil yang ditunjukkan Tini kepadanya 6 tahun lalu. Air matanya mulai menetes.
35. INT. DI DALAM BUS — SIANG
Di sebuah bus tua yang interiornya sudah mulai usang, beberapa penumpang menempati kursinya masing-masing. Ada yang membawa tas besar, kardus yang diikat dengan tali rafia, dan ada yang membawa ayam jago yang terus berbunyi dengan tas rotan.
Tini duduk di dekat jendela, sementara Pak Samudji duduk di sebelahnya. Bus berjalan dan hembusan angin sepoi-sepoi menerpa rambut Tini yang melamun sembari melihat pemandangan sepanjang perjalanan. Pak Samudji dan Tini tidak saling berbincang, suasananya canggung, masing-masing menghindari kontak mata.
Tini menoleh ke Pak Samudji dan membuka pembicaraan.
Tak berselang lama, bus berhenti. Dua orang penumpang masuk dan duduk tepat di dua kursi di depan Tini, mereka adalah seorang ANAK PEREMPUAN (5) dan IBUNYA (25) yang saling bercengkrama dengan ceria.
Bus kembali melaju, Tini yang tadinya acuh dengan suasana di bus kini mulai memperhatikan keduanya selama bus berjalan.
Kursi yang tidak nyaman membuat Pak Samudji beberapa kali berganti posisi duduk.
Tini masih memperhatikan anak perempuan di depannya, suara perbincangan anak dan ibunya terdengar samar-samar, tapi gestur mereka sangat akrab.
Tini tak mengubah ekspresinya sedikitpun, Pak Samudji menempelkan punggungnya untuk bersandar dan melipat tangan di dada sembari menatap ke atas untuk mengingat sesuatu.
Pak Samudji menoleh ke arah Tini, Tini sama sekali tidak menyimak ucapan Pak Samudji sedikitpun. Matanya fokus ke Anak Perempuan di depannya yang kini mulai kelelahan dan bersandar di bahu ibunya. Pak Samudji menyadarinya dan melihat apa yang selama ini diperhatikan oleh Tini.
Tini kembali terbayang akan suara ibunya yang membaca isi surat dengan nada lirih.
Si Ibu dari Anak Perempuan di depan Tini merangkul anaknya yang terlelap dan mengecup kepalanya.
Pak Samudji menggerutu karena merasa tidak dihargai dan diacuhkan saat dirinya berbicara, ia membenarkan posisi kopiahnya, berdehem dan langsung menegur Tini.
Tini yang tadinya melamun, seketika terkejut mendengar ucapan Pak Samudji, ia segera menoleh ke arahnya.
Tini tak sanggup melanjutkan kata-kata tersebut, mata Tini mulai berkaca-kaca menatap Pak Samudji, Pak Samudji juga menatap wajah Tini dan ekspresinya berubah jadi tidak enak ketika Tini melontarkan kata-kata itu. Tini kemudian memalingkan wajahnya dan mengusap air matanya.
Tini menatap ke luar jendela dengan wajah murung.
36. EXT. DEPAN RUMAH TINI — SIANG
Mbah Putri tengah menyusun batok-batok kelapa di pekarangan depan rumahnya, menjejerkannya di atas terpal dengan rata agar terpapar sinar matahari. Ia terengah-engah dan memegang punggungnya.
Heri berjalan melintasi jalanan di depan rumah Tini, ia melihat Mbah Putri yang tengah memegangi punggungnya, Heri lalu menghampiri Mbah Putri.
Heri membantu Mbah Putri berjalan kembali ke teras. Mbah Putri kemudian duduk di kursi teras menghadap ke jalanan.
Heri menggeleng sembari mengerenyitkan dahinya, berpura-pura tidak tahu apa-apa.
37. INT. RUANG INTEROGASI — MALAM
Surti menatap ke pintu, ia tak berkata-kata sedikitpun. Ia lalu mulai duduk di kursi, tangannya yang gemetaran diletakkan di atas meja. Matanya tertuju pada kertas kosong yang ada di depannya, ia kemudian mengambil pensil dengan perlahan dan mulai menulis.
38. EXT. JALAN RAYA ANTAR PROVINSI — SIANG
Di sebuah jalan yang tidak terlalu besar di tepi persawahan yang hijau, sekelompok orang tengah berjalan mengiringi prosesi pemakaman, enam orang memikul keranda mayat yang ditutupi kain hijau dan dihiasi karangan bunga, beberapa orang mengikutinya dari belakang dengan pakaian rapi, yang laki-laki mengenakan batik atau baju koko, dan kopiah, dan yang perempuan mengenakan kerudung.
Bersebrangan dengan jalan itu terdapat jalan raya antar provinsi yang dilewati kendaraan, pemisahnya hanya beberapa petak sawah yang membentang sepanjang 50 meter.
Bus yang ditumpangi Tini melintas di jalan raya tersebut, bertepatan dengan rombongan pemakaman yang melintas di jalan satunya.
39. INT. DI DALAM BUS — CONTINUOUS
Tini yang sedang menghadap ke luar jendela menyaksikan iringiringan jenazah di seberang itu dengan wajah datar. Tangan kanan Tini memegangi kaca jendela dengan ujung jemarinya.
40. INT. (FLASHBACK) RUMAH TINI — MALAM
9 tahun lalu. Kita melihat TINI KECIL (7) sedang menangis sesengukan, air matanya berlinang, ia berdiri di tengah ruangan yang diterangi lampu semprong. Beberapa orang lalu lalang di belakang Tini, ada membawa baskom dan kain jarik, suara tangisan pilu Surti terdengar di ruangan tersebut, tangan keriput Mbah Putri kemudian merangkul bahu Tini yang sedang menangis dan menenangkannya.
41. INT. (FLASHBACK) RUMAH TINI — PAGI
Tini duduk bersila, ia mengenakan kerudung selendang hitam dengan bahan tipis. Di dekat kakinya bersila ada kepala BAMBANG (31), ayah Tini, yang sudah pucat dan terbungkus kain kafan, matanya tertutup dan hidungnya disumpal dengan kapas. Sebagian badannya ditutupi kain jarik.
Tini tidak menangis, ia mengelus kepala ayahnya yang sudah meninggal di hadapannya. Jemarinya menyentuh pipi Bambang yang pucat. Orang-orang duduk bersila mengelilingi jenazah Bambang yang di baringkan di ruang tengah sembari membaca lantunan surat Yasin.
42. EXT. (FLASHBACK) DEPAN RUMAH TINI — SIANG
Tini tengah duduk sendirian di kursi plastik yang berjejer di depan rumahnya, Mbah Putri menghampiri dan duduk di sebelahnya sembari mengusap kepala Tini. Tini menyandarkan kepalanya di pundak Mbah Putri.
Mbah Putri bingung ketika Tini bertanya demikian, ia segera tersenyum dan menjelaskan
Tini menoleh ke arah Mbah Putri
Wajah Tini menjadi murung, ia kembali menyandarkan kepalanya ke pundak Mbah Putri