Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
Sweet Taste of Demise
Suka
Favorit
Bagikan
9. Man Proposes God Disposes - Edwin Henry Landseer (1864)

INT. CAFE AUGUR — MALAM

MULTIPLIES by YELLOW MAGIC ORCHESTRA stars playing.

MONTAGE:

Tangan TIRTA memalu paku menembus bat kayu.

Alis NANTA menyimpul, melihat aneh ke arah Tirta, menggeleng. Tirta mengangkat tangan menggestur Nanta tidak perlu khawatir.

Bara api berpendar di ujung rokok, asap terhembus keluar dari sela bibir, menutupi seluruh wajah Nanta dengan asap.

Tirta melirik ke Nanta tanpa menoleh, lanjut menggeleng-geleng kepala pelan. Tirta mulai melilit kawat di bat yang sudah berpaku.

Nanta mengambil botol chloroform (tak berlabel) dan memasukkannya ke dalam tas, masih sambil menyesap dan menghembus asap tanpa lepas dari bibir.

Tirta berjalan lewat di depan Nanta, menyentil rokok di bibir Nanta hingga jatuh. Nanta melihat tanpa ekspresi dan tidak memberi respon, lalu tersenyum. Sol sepatu Nanta menginjak mati rokok di lantai.

Sebuah obeng sedang memutar baut mengganti plat motor, cat semprot mendesis saat memuntahkan cat ke badan motor.

Sebuah tangan menutup mulut pemiliknya yang sedang batuk-batuk. Tangan lain memegang dada setelah batuk berhenti.

Tirta mencium pasfoto seorang perempuan, ibunya. Nanta menggenggam smarthone. Layar menunjukkan foto Veda, bahagia. Lalu foto Veda dan Nanta, intim. Berganti ke foto Veda, Nanta dan Tirta, ceria. Terakhir terlihat foto Nanta dan Tirta saat SMA, akrab.

Tirta mengikat scarf wajah berwarna hitam ke leher. Nanta menyelipkan neck gaiter sewarna ke lehernya juga.

Tangan Tirta mengambil tali tambang, setumpuk zip tie, dan double tape hitam.

Tirta dan Nanta memasang helm ke kepala. Helm yang berbeda dari yang biasa digunakan.

EXT. JALANAN — MALAM

MULTIPLIES by YELLOW MAGIC ORCHESTRA continues playing.

Continue MONTAGE:

Sebuah tangan bersarung tangan menurunkan pintu garasi toko dari luar.

TIRTA membonceng NANTA, keduanya memakai tas punggung, Tirta memakai jaket biker, dan Nanta menggunakan jaket denim hitam pudar.

Dunia terasa sendu dan lambat. Mereka berkendara melewati jalanan sepi. Semua hal disamping mereka bagaikan sebuah blur. Di dalam terowongan, terlihat kilasan lampu demi lampu terpantulkan dari kaca hitam helm Nanta.

EXT. MANSION KELUARGA KARIM — MALAM

MULTIPLIES by YELLOW MAGIC ORCHESTRA still playing.

Continue MONTAGE:

NANTA bersiap menopang kaki TIRTA yang berancang-ancang lari meloncati pagar. Kaki Tirta mulai melangkah.

BUK! Sepatu Tirta menyentuh rumput. Tangan Tirta mengikat tali tambang di pohon.

Tali jatuh di depan Nanta. Tangan Nanta berhenti saat hendak menyentuh tali, ragu. Terlihat Nanta yang berhelm, berdiri tidak bergeming, tidak diketahui ekspresinya.

BUK! Sepatu Nanta menyentuh rumput, tangannya langsung menarik tali dari sisi luar pagar.

Dua pasang kaki mengendap-ngendap perlahan, tempat kaki mereka berpijak berganti-ganti. Rumput, tanah, aspal, jalan bata.

Dari depan tampak visor helm Tirta terangkat, melihat ke atas. Ia menghisap vape, lalu menghembuskannya ke kiri.

Mulai dari pintu masuk kamar Anitya lalu bergerak menyeberang kamar, menembus pintu kaca bertirai ke area teras, berakhir ke tampak luar teras dan jendela kamar Anitya di lantai atas.

ESTABLISH SHOT

Perlahan-lahan, bergerak mundur dari teras itu, terlihat punggung Tirta dan Nanta yang berdiri, Tirta di kiri Nanta di Kanan. Tirta memegang bat berkawat. Mereke menatap sedikit menengadah ke bangunan di depan mereka, wujudnya terasa sangat besar dan mewah. Dari belakang, tampak Tirta dan Nanta sinkron menutup visor mereka. Sosok Tirta dan Nanta mengecil di depan pemandangan itu.


INT. MANSION KELUARGA KARIM — MALAM

Sebuah kain berlipat persegi dituangkan cairan dari botol kaca kecil oleh TIRTA, yang sedang berjalan mengendap-ngendap. Di belakangnya, NANTA mengambil botol yang diberikan Tirta dan memasukkannya ke dalam tas.

Suasana lorong yang mereka lalui temaram, hampir tidak ada pencahayaan. Namun, beberapa lorong lainnya ada yang penuh penerangan, ada juga yang hanya diterangi sebuah lampu meja.

Mereka berdua di ujung lorong, Tirta mengintip, lorong itu sepenuhnya gelap. Dekorasi mawar di pintu kamar Anitya samar-samar terlihat.

Tirta memberikan kain, menukar dengan bat kawat duri di tangan Nanta. Nanta mulai berjinjit duluan, diikuti Tirta. Mereka bergerak menempeli dinding.

Setelah lebih dekat, mereka menyadari pintu kamar Anitya sedikit terbuka, kamar sepenuhnya gelap. Nanta menoleh ke belakang. Tirta mengangkat bat dan menggenggamnya lebih erat. Nanta menunjuk ke wajah Tirta, menggeleng-geleng. Tirta menurunkan tangannya.

Nanta mendorong pintu perlahan. Ia mendongakkan helm ke kamar. Tidak terlihat ada siapa-siapa.


INT. MANSION KELUARGA KARIM - KAMAR ANITYA — MALAM

Cekrek. Pintu ditutup penuh hati-hati oleh NANTA. TIRTA menaruh bat ke atas sofa, lalu berlutut di depan brankas kecil Anitya. Nanta beranjak ke pintu kamar mandi, tidak terlihat ada lampu yang menyala dari sela-sela. Ia mendorongnya pelan. Tidak ada siapa-siapa di dalam.

Suara brankas kecil terbuka. Kepala Nanta refleks menoleh waspada. Tirta menoleh ke Nanta, Nanta membuat gerak memutar kunci. Helm Tirta menggeleng-geleng. Helm Nanta miring ke kanan, bingung. Tirta mengedikkan bahu. Nanta mulai beranjak ke arah teras.

Tirta kembali menoleh ke brankas. Visor hitamnya semakin menggelapkan pemandangan yang dari awal sudah cukup kelam. Ia mengambil sebuah senter kecil, sebesar jari, lalu menyorotnya ke brankas, satu tangan menjadi perisai agar cahaya tidak terlalu terang saat menghidupkan senter. Tangan Tirta mulai mengais-ngais brankas.

Nanta melewati kasur yang berseprai kusut, dan menyibakkan tirai dengan jari, mengintip keluar. Tidak ada siapa-siapa.

Helm Tirta tidak terlihat antusias. Tangannya mengeluarkan satu per satu barang dari brankas. Tidak ada emas, tidak ada perhiasan.

Sebuah kacamata. Jam bebek berwarna kuning terang. Sebuah anting berbentuk taring kecil. Kepala Tirta bergerak, menelaah harga benda itu, lalu melemparnya kembali ke brankas, tidak tertarik.

Tirta lanjut mengais. Tangannya tiba-tiba berhenti ditengah gerak. Helmnya bergerak ragu. Tirta lanjut memasukkan tangan ke brankas dan menarik tangannya perlahan.

Nanta mencoba membuka pintu teras. Terkunci. Di belakang Nanta, satu tangan Tirta tiba-tiba terangkat ke atas, melambai-lambai kacau memanggil Nanta.

Nanta menoleh dan beranjak berlutut di samping Tirta. Tirta menyodorkan kain ke Nanta. Nanta menelaah benda di tangannya. Sebuah baju hitam, bertuliskan nama band. Hanumen. Helm Nanta miring, tidak mengerti.

Tirta membuka visor helmnya, Nanta ikut membuka visor. Alis Tirta berkerut seakaan tidak percaya Nanta tidak paham maksudnya. Alis Nanta menjawab bingung.


TIRTA

(bisik-bisik)

Ini bajunya Moksa. Gitaris Hanumen yang gue gantiin belakangan.


NANTA

Masa?


TIRTA

Serius! Lu liat nih.


Tirta mengambil baju dan menunjukkan ke sebuah bekas putih pudar di area bawah baju.


TIRTA

Ini bekas muntahan gue dulu waktu mabok bareng.


Nanta masih menatap tidak percaya. Tirta memutar bola mata. Ia mengambil sesuatu dari lantai dan menyodorkannya di depan wajah Nanta.


TIRTA

Kalo ini ga mungkin salah kan?


Benda di depan wajah Nanta adalah masker hitam berlukiskan bunga matahari terang. Milik Mbak Sunflower. Mata Nanta menatap tidak percaya. Ia mengambil masker itu dan menelaahnya lekat-lekat.

TIRTA

Kayaknya kita harus tunda ini dulu deh.


Ekspresi Tirta tiba-tiba menjadi awas seakan mendengar sesuatu. Nanta tidak sadar, ia masih fokus menelaah baju dan masker. Nanta sekarang mengantikan Tirta mengais brankas. Tirta berdiri, ia berjalan perlahan ke sofa, mengambil bat. Kepalanya seakan fokus mendengar sebuah suara. Tirta beranjak ke pintu, membukanya perlahan, dan berjalan waspada keluar.

INT. MANSION KELUARGA KARIM — MALAM

Tirta berjalan berjinjit menelusuri lorong, mendekati suara yang hanya terdengar olehnya. Bat dalam posisi siaga. Di pertigaan lorong ada tembok yang sedikit rusak dengan pecahan lampu di bawahnya. Tirta menggenggam bat lebih kuat.

INT. MANSION KELUARGA KARIM - KAMAR ANITYA — MALAM

Nanta mengeluarkan satu per satu isi brankas. Sebuah kacamata. Saputangan sulaman. Jam bebek berwarna kuning terang. Botol parfum hampir habis.

INT. MANSION KELUARGA KARIM — MALAM

Suara langkah kaki mulai terdengar. Tirta sekarang berada di lorong yang terang-benderang. Wajahnya melirik foto-foto yang terpajang di lorong, ada satu area dinding tak berfoto, terasa janggal.

Ia memegang bat semakin erat. Mengintip saat hendak berbelok dan menahan nafas. Melangkah lebih perlahan

INT. MANSION KELUARGA KARIM - KAMAR ANITYA — MALAM

Nanta lanjut memuntahkan brankas. Anting berbentuk taring kecil, hanya sebelah. Jaket denim pudar. Kalung cincin persegi. Sepasang anting berbentuk lambang Sekop. Buku diary cover garis-garis berlabel Anikka. Dan sebuah foto. Tidak terlihat gambarnya.

INT. MANSION KELUARGA KARIM — MALAM

Suara kaca pecah dan orang jatuh. Tidak terlalu jauh dari tempat Tirta berada. Badan Tirta sedikit terlonjak kaget. Ia cepat kembali tenang, menarik nafas dalam-dalam.

Tirta melakukan peregangan bahu, lalu meregangkan jari-jarinya. Ia menurunkan visor helm dan melangkah ke arah suara.

INT. MANSION KELUARGA KARIM - KAMAR ANITYA — MALAM

Nanta menoleh cepat ke arah pintu. Terdengar suara gaduh. Ia memasukkan kembali barang-barang ke brankas.

Nanta berdiri. Tangannya diangkat mengepal cemas, melihat Tirta tidak ada. Ia beranjak keluar kamar.

Sret. Langkahnya sedikit tergilincir. Ia menginjak sesuatu. Nanta mendekatkan helmnya ke lantai. Ada bercak-bercak tetesan darah segar terpantulkan di visor helm. Nanta bergegas bangkit dan keluar kamar, menutup pintu perlahan.

Di dalam kamar Anitya yang gelap, terlihat kembali brankas. Brankas sudah tertutup. Selembar foto tergeletak di dekatnya. Foto sepasang kaki, sebuah tato unik, berwujud seperti air mengalir, menempel di dekat mata kaki kanan.

INT. MANSION KELUARGA KARIM — MALAM

Dari sudut pandang TIRTA yang bervisor terlihat ia berjalan mendekat ke area tangga. Ada frame foto dan pecahan kaca di dekat sana. Tirta melangkah perlahan.

Terlihat sosok Tirta dari depan yang mendekat agak membungkuk ke railling void, mencoba mengintip sesuatu yang terjadi di bawah. Di railling void, Tirta perlahan berdiri tegak tidak lagi membungkuk.

Dari sudut pandannya terlihat tangan menutup visor hendak membuka. Visor diangkat, tangan tidak lagi menghalang pandang.


TIRTA

Lah.


Terlihat sosok Anitya memegang pisau membelakangi Tirta, di dekat Anitya ada seseorang jatuh terduduk penuh luka, wajah orang itu terhalang punggung Anitya. Anitya menoleh cepat mendengar suara Tirta. Matanya terbuka lebar tak berekspresi, rahangnya keras. Dari dekat mata Tirta memancarkan keterkejutan bercampur gembira. Ia menyeringai di balik helmnya.

Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Tidak ada komentar