Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
SKENARIO : RUSH LOVE
Suka
Favorit
Bagikan
4. ACT 4 - Donor

EXT. TAMAN RUMAH AIMAN - NIGHT

Aiman dan Toscha sedang minum-minum di atas rumput taman, dengan hanya beralaskan karpet. Aiman terlihat sudah mabuk, Ia menangis tersedu-sedu.

AIMAN
Lu bayangin kalo jadi Gua, Ca! Hiks!
TOSCHA
Ya itu kan mau Lu juga, buat rahasiain hubungan kalian. Harusnya Lu bersyukur karena Dia enggak bocorin dan enggak juga ngerepotin Lu.
AIMAN
Hiks! Tapi enggak bilang bukan siapa-siapa juga, Ca! Kesannya Gua ini kayak enggak penting dalam hidup Dia. Harusnya Dia bilang apa kek, kenalan, atau mungkin paman juga gak papa Gua!
TOSCHA
Ya itu salah Lu sendiri, kan Gua udah suruh Lu buat Dia ngertiin sama keadaan Lu! Tapi malah enggak Lu lakuin. Yang harusnya bikin gerakan itu Elu, karena disini Elu yang posisinya udah dewasa!
AIMAN
Gua sampai sekarang, gak tahu cara gimana memulainya. Gua suka gugup kalo di depan Dia. Ini seperti, semua ilmu yang pernah kita pakai buat ngegaet cewek, gak berlaku buat Dia, Ca!
TOSCHA
Gua pengen tahu, kenapa bisa Lu dibikin nangis sama ini cewek. Hubungan kalian kan belum deket, kalian ketemu juga belum ada sebulan. Kayaknya ini bukan hanya karena Dia anak kandung Lu deh, iya kan? 
AIMAN
Karena Gua sayang sama ibunya, Ca!
TOSCHA
Ok, ini mulai masuk akal. Bisa Lu lanjutin ceritanya?
AIMAN
Lu tahu kan, cinta pertama itu bakalan sulit buat dilupain!
TOSCHA
Gak tahu Gua! Gua gak pernah ngalamin.
AIMAN
Itu gak harus Lu jawab! Itu cuma kalimat monolog!
TOSCHA
Ok! Gua gak akan ngomong lagi!
AIMAN
Setelah Gua pindah, Gua selalu ngirim surat buat Dia. Tapi semua surat itu enggak pernah dijawab, satupun. Gua fikir, karena waktu itu hubungan Kita juga gak direstuin sama orang tuanya, jadi surat itu gak pernah sampai sama Dia. Lalu Gua bulatin tekad, buat datengin Dia setelah Gua lulus SMA. Dan Lu tahu sendiri, ketika Gua sampai Dia udah enggak ada, Ca! (jeda) Lalu 17 tahun berlalu, Magenta datang, dan Dia sangat terlihat seperti ibunya, persis 100%. Gua merasa harus bertanggung jawab, demi semua yang pernah terjadi antara Gua sama Ibunya. Cinta pertama Gua! Yang gak bakal pernah Gua lupain! 

Toscha terlihat menangis juga.

TOSCHA
Hiks! Kenapa Lu gak pernah ceritain masalah ini sama Gua! Kita kan temenan dari SMA, Bego!

Mereka terlihat berpelukan. Sambil mabuk dan menangis tersedu-sedu. 

TOSCHA (CONT’D)
Pantes saja di SMA Lu gak pernah Mau punya pacar, Gua kira Lu ini sama cupunya kayak Gua!
AIMAN
Sekarang Lu tahu, kan? Apa yang sedang Gua rasain!
TOSCHA
Gua ngerti, Cug! Gua janji akan nemenin Lu hingga akhir, Cug!

CUT TO:

EXT. DI PINGGIR JALAN KOMPLEK - MORNING

Adinda menyiram Toscha dan Aiman yang tertidur di pinggir jalan. Peristiwa itu disaksikan banyak penghuni komplek lainya. 

ADINDA
Selamat Pagi! Cepat sadar! Ini hari kerja lho!

Aiman dan Toscha terlihat celingukan. Beberapa sa’at kemudian mereka bergegas pergi. 

CUT TO:

EXT. BELAKANG RESTORAN AIMAN - NIGHT

Doni (karyawan Aiman) sedang membuang sampah. 

Lalu ada sekelompok orang yang memakai topeng memukuli Doni. 

Doni tidak sadarkan diri.

RUDI
Cukup! Kita jangan sampai membunuhnya.

Lalu rombongan pria bertopeng itu pergi.

CUT TO:

INT. RESTORAN AIMAN - DAY

Aiman sedang rapat dengan 15 orang karyawannya, ketika restoran masih belum buka.

AIMAN
Aku yang akan menggantikan Doni sampai Dia sembuh. Tidak ada lagi orang yang bisa ngehandle menu yang dimasak Doni.
SETIONO
Bagaimana dengan jadwal shooting anda Pak?
AIMAN
Aku akan ada disini sampai jam 9 malam. Setelah itu, kurangi saja menu yang hanya bisa dimasak olehku dan Doni. Sisanya, jalankan restoran ini seperti biasa. 
SETIONO
Kami mengerti, Pak.
RANI
Apa sebaiknya kita lapor polisi saja, Pak?
AIMAN
Jangan. Kita tidak punya cukup bukti. Aku akan mempekerjakan satpam saja. Kalian harus jaga diri, usahakan jangan sendirian kalau pergi kemanapun!
RANI
Baik, Pak.
RETNO
Berarti ada kemungkinan kejadian ini akan terulang lagi, Pak?
AIMAN
Iya. Ini bukan perampokan, karena enggak ada barang Doni yang hilang satupun. Sasaran mereka sebenarnya itu Aku, mereka hanya ingin menghancurkan Aku secara perlahan.
SETIONO
Apa Bapak tahu siapa yang menyerang Doni?
AIMAN
Iya. Jadi Aku harap kita bisa saling jaga diri. Aku tidak mau urusanku ini melibatkan kalian.

CUT TO:

INT. DAPUR RESTORAN AIMAN - NIGHT

Aiman sedang memasak bersama karyawanya yang lain.

Tiba-tiba muka Aiman terlihat mengeluh kesakitan, Ia memegang perutnya. Ketika akan tumbang, Ia menahan tubuhnya dengan satu tanganya pada meja bahan makanan, beberapa bahan makanan tumpah. Aiman masih memegangi perutnya dengan tanganya yang satu lagi. Beberapa karyawan mulai menyadari kejadian ini.

DIMAS
Anda baik-baik saja, Pak?

Aiman tumbang. Semua karyawan menghampiri Aiman sambil meneriakan namanya. 

CUT TO:

INT. RUMAH SAKIT - AFTERNOON

Toscha datang ke ruang perawatan Aiman, Febriani menyambutnya.

TOSCHA
Gimana keadaanya?

Febriani terlihat cemas.

CUT TO:

INT. RUANG PERAWATAN AIMAN - MOMENTS LATER

Toscha dan Febriani sedang bicara di kursi ruang VIP, Aiman terbaring dengan infus dan alat bantu pernafasan. 

FEBRIANI
Batas waktunya seminggu. Kita harus bisa segera menemukan donor hati yang cocok. Kemungkinannya memang enggak terlalu kecil, tapi dalam jangka waktu segitu Kita akan sulit menemukannya. Apalagi Dia udah enggak punya saudara atau siapapun lagi. (Febriani menunduk, lalu memegangi kepalanya) Aku udah enggak tahu harus berbuat apalagi, Toscha.
TOSCHA
Sebenarnya, ada satu orang yang sudah pasti akan cocok. Tapi ini ceritanya akan panjang.

CUT TO:

INT. RUANG PERAWATAN AIMAN - NIGHT

Toscha membawa Magenta. Febriani berdiri dari kursi, wajahnya masih terlihat cemas. Magenta berdiri di hadapan Aiman yang masih tidak sadarkan diri. Toscha berdiri di samping Magenta.

TOSCHA
Kemungkinan berhasil operasinya 70%. Tapi karena ini hati, Kamu harus menjaga pola makan dengan ketat sampai 6 bulan, mungkin sampai satu tahun kedepan. (jeda) Itu resiko kalau Kamu bersedia melakukan operasi ini. 

Febriani menghampiri Magenta, Ia memegang tangan Magenta.

FEBRIANI
Dia mungkin belum banyak melakukan hal berguna pada orang lain, termasuk juga kepada Kamu. Tapi setidaknya tolong beri Dia kesempatan, Aku mohon! (Wajahnya terlihat berkaca-kaca)
TOSCHA
Sekarang, semuanya bergantung kepadamu!
MAGENTA
Aku bersedia, Om! Aku akan melakukanya!

Febriani memeluk Magenta sambil menangis.

FEBRIANI
Terimakasih!

CUT TO:

INT. RUANG OPERASI - DAY

Aiman dan Magenta sedang terbaring di meja operasi secara berdampingan. Sebuah jarum suntik diinjeksi ke dalam tubuh Magenta. Magenta melirik Aiman yang sedang tidak sadarkan diri. 

CUT TO:

INT. LORONG DI LUAR RUANG OPERASI - SAME TIME

Toscha dan Febriani sedang menunggu jalannya operasi. Mereka terlihat cemas. Beberapa kali mereka terlihat jalan mondar-mandir di sekitar tempat itu. Sesekali mereka duduk tapi terlihat tidak rilex.

Dokter keluar dari ruang operasi. Mereka serentak berdiri.

TOSCHA
Gimana operasinya Dok?

Dokter melepas maskernya.

DOKTER
Semua berjalan dengan lancar! (Febriani memeluk Toscha sambil menangis) kedua pasien akan segera dipindahkan ke ruang rawat.
TOSCHA
Terimakasih atas kerja kerasnya, Dok!

Toscha menyalami Dokter. 

CUT TO:

INT. RUANG RAWAT AIMAN DAN MAGENTA - DAY

Aiman dan Magenta terbaring di kasur yang berdampingan. Mereka masih memakai pakaian pasien, tapi sudah tanpa dibekali alat bantu pernafasan. Hanya masih ada selang infus mengalir dilengan mereka. 

Aiman mulai sadar. Ia melihat sekeliling, ekspresinya terlihat kebingungan. 

Febriani menyadari Aiman yang bangun. Ia berlari ke arah Aiman dan memeluknya sambil menangis. Aiman mengusap pundak Febriani. 

AIMAN
Maaf sudah buat Kamu khawatir! (jeda) Tapi kayaknya sekarang waktunya buat jelasin, apa yang sudah terjadi padaku secara detail deh!

Febriani bangun dari pangkuan Aiman. Ia lalu mengusap air matanya.

FEBRIANI
Maaf. Ini sudah seminggu sejak Kamu pingsan di restoran.

Aiman melihat Magenta yang masih tertidur.

AIMAN
Jika Dia ada disini juga, berarti itu sesuatu yang fatal bukan?

CUT TO BLACK.

INT. RUANG RAWAT AIMAN DAN MAGENTA - NIGHT

Febriani sudah tertidur di kursi panjang. Aiman masih terlihat terjaga, Ia lalu berusaha berdiri dari kasurnya. Ia berjalan kearah Magenta. Melihat wajahnya yang masih tertidur, lalu mengusap kepalanya. Aiman terlihat menunjukan wajah haru. 

CUT TO:

INT. RUANG RAWAT AIMAN DAN MAGENTA - MORNING

Magenta sadar. Ia berusaha melihat ke sekelilingnya. 

AIMAN
Perlu sesuatu? 

Aiman sedang duduk di samping kasur Magenta. Ia lalu mengambil segelas air putih yang sudah disediakan sedotan plastik didalamnya.

AIMAN (CONT’D)
Kamu pasti haus!

Magenta mencoba mendudukan badannya.

AIMAN (CONT’D)
Enggak usah! Kursi ini bisa dimiringin kok! Jadi Kamu enggak perlu bangun!

Aiman memiringkan kasur Magenta dengan cara mengaturnya dialat yang dipasang disamping kasurnya. Aiman memberi minum pada Magenta dengan masih memegang gelasnya. Magenta meminum setengah, lalu Aiman menyimpan gelas itu di meja.

AIMAN (CONT’D)
Terimakasih! (jeda) Dan maaf buat semua yang udah terjadi selama ini. Aku sebenarnya enggak ada maksud buat enggak nerima Kamu, atau nerima semua kenyataan yang udah terjadi ini. Aku hanya, kaget karena semuanya terjadi begitu aja. Disa’at Aku sudah mulai punya kehidupan yang baru, yang lebih baik dari hidup Aku yang dulu, ketika Aku mulai menemukan proses rekontsruksi itu, kedatangan berita tentang Kamu saat itu seperti memudarkan semua rencana Aku. Aku jadi tidak mampu berfikir dengan jernih, pada akhirnya Kamulah yang harus jadi korban. 

Toscha memasuki ruangan. Ia terlihat tidak memperhatikan keada’an sekitar.

TOSCHA
CUG! Gua kesini mau ngambil buah ya! Elu gak mungkin habisin semuanya kan? 

Toscha menyadari keada’an. Ia berhenti sejenak, lalu kembali berjalan kearah karangan buah di meja.

TOSCHA (CONT’D)
Dua-duanya terlihat barang mahal. (Ia lalu mengambil salah satu yang masih tersegel) Gua ambil yang ini aja, ah!

Toscha berjalan menuju pintu. 

TOSCHA (CONT’D)
Permisi!

Pintu ditutup. (jeda) Pintu dibuka kembali. Toscha hanya memunculkan wajah dan setengah badannya saja.

TOSCHA (CONT’D)
Ini kesempatan yang bagus buat bisa baikan. Lanjutkan! (menunjukan tanda Ok dengan jempol) 

Pintu ditutup kembali. 

MAGENTA
Om Oca udah cerita semuanya. Soal pernikahan Anda sama Ka Febri juga. 
AIMAN
Oh!
MAGENTA
Aku juga datang di waktu yang enggak tepat, sebenarnya Aku enggak tahu tujuan Aku datang pada waktu itu. Mungkin hanya putus asa aja, dan juga penasaran. Karena selama ini Aku hanya bisa melihat dan mendengar Anda dari jauh. Seperti yang Ibu bilang dalam surat wasiatnya, Aku hanya bisa datang ketika sudah Dewasa. Karena katanya Anda punya impian yang besar. Maaf, karena Aku sudah datang dengan tiba-tiba. 

Jeda. 

AIMAN
Dia wanita yang hebat! Bahkan diakhir hayatnyapun masih sempat memikirkan Kita semua. 

Magenta mengeluatkan air mata.

AIMAN (CONT’D)
Gimana kalau sekarang Kita mulai semuanya dari awal? (Magenta terlihat kaget) Aku enggak punya pengalaman jadi Ayah, tapi Aku akan berusaha. Kamu enggak perlu ngekost lagi. Dan juga, Kamu enggak perlu kerja sambilan lagi. 
MAGENTA
Tapi...!
AIMAN
Ini demi proses penyembuhan operasi Kamu. Aku mohon! Beri Aku kesempatan buat memperbaiki ini! 
MAGENTA
Baiklah.

Mereka berdua saling melempar senyum.

AIMAN
Kalau begitu! Mulai sekarang jangan panggil Aku ‘Anda’ lagi. Itu kayaknya seperti Kita tidak ada hubungan darah.
MAGENTA
Aku boleh panggil Anda, Bapak?
AIMAN
Jangan! Panggil Aku Papi! Aku selalu ingin dipanggil begitu ketika punya anak. Kalau Kamu enaknya dipanggil apa ya? Magenta itu kepanjangan. Megy? Mega?
MAGENTA
Katanya, Ibu memanggilku Genta! 
AIMAN
Baiklah, Genta! Aku adalah Papi Kamu! Mulai sekarang, Kamu bisa mengandalkan atau menuntut sesuatu dari Aku! Aku janji akan sebisa mungkin berusaha mengabulkanya!

Mereka berdua melempar senyum kembali. 

CUT TO:

INT. LORONG LUAR RUANGAN RAWAT AIMAN - SAME TIME

Toscha dan Febriani terlihat mengintip dibalik pintu. Mereka berdua terlihat tersenyum haru. 

TOSCHA
Kamu bisa masuk sekarang!

Febriani masuk kedalam ruangan. 

Toscha pergi kearah berbeda. Ketika akan sampai di persimpangan, Toscha bertemu dengan orang tua Febriani. Mereka belum menyadari keberada’an Toscha, Toscha berusaha kabur. Ia menundukan dan memalingkan wajahnya ketika melewati mereka berdua. 

IBU RIZAL
TUNGGU! (Ibu Rizal menarik kerah Toscha) Kamu ini temanya si Aiman itu kan?
TOSCHA
Bu..bukan! Aku cuma tetangganya!
IBU RIZAL
Sekarang, tunjukan dimana tempat Aiman dirawat!
TOSCHA
Tidak bisa! Aku harus mencegah keributan di ruang perawatan, demi menjaga keamanan Pasien!
IBU RIZAL
Aku kesini bukan untuk menjenguk! Aku cuma ingin bertemu dengan anakku!
TOSCHA
Ok! Aku akan panggilkan!

Setelah Febriani bergabung bersama mereka. 

IBU RIZAL
Sekarang batalkan rencana pernikahan Kamu!
FEBRIANI
Aku enggak mau! 
IBU RIZAL
Kamu buta? Sudah jelas Dia itu sudah menghianati Kamu!
FEBRIANI
Enggak Kok! Aku kan sudah jelasin kronologinya di telepon. Itu sudah lama berlalu juga, jauh sebelum Aiman kenal sama Aku. Anggap aja itu hanya buah dari kesalahan masa lalunya saja. 
IBU RIZAL
Kalau begitu kita lakukan voting saja! Satu suara untuk batal!
FEBRIANI
Satu untuk lanjut!
BAPAK RIZAL
Dua untuk lanjut!
IBU RIZAL
Papa?
BAPAK RIZAL
Dia udah bertanggung jawab kan?

Toscha terlihat berusaha kabur. 

IBU RIZAL
Kalau begitu!

Mereka bertiga melihat Toscha secara serentak. Disini se’olah terlihat mereka bertiga meminta Toshca untuk ikut melakukan voting juga.

TOSCHA
Enggak! Enggak! Jangan libatkan Aku dalam urusan keluarga kalian! 
FEBRIANI
Sekarang Ibu enggak bisa ngelarang Aku lagi!

Ibu Rizal terlihat kesal.

BAPAK RIZAL
Ya udahlah, Ma! Mending Kita jenguk aja Aiman! Sekalian kita lihat anaknya juga! Dia kan bakalan jadi keluarga Kita juga!

Ibu Rizal berbalik meninggalkan Febriani. 

IBU RIZAL
Gak mau! Aku mau pulang aja!

Bapak Rizal menyusul dan merangkul Ibu Rizal.

BAPAK RIZAL
Kalau gitu, gimana kalau kita mampir makan-makan dulu aja!
TOSCHA
Keluarga Kamu terlihat menyenangkan, ya!

CUT TO:

Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Tidak ada komentar