Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
Short Film Script Volume IV
Suka
Favorit
Bagikan
6. Shuttlecock Bagian 2

EXT. LOBBY RUMAH SAKIT - RUMAH SAKIT - SIANG

Diana berjalan keluar dari Rumah Sakit, sesaat ia melihat sekitar. Tak lama kemudian, handphonenya berbunyi, ia ia melihatnya, sebuah pesan, dari Yogi, bertuliskan:

"Kita makan siang dulu, tunggu aku di lobby".

Diana melihat pesan itu, kemudian ia memasukan handphonenya ke dalam saku celana dan menunggunya.

INT. RUMAH MAKAN - SIANG

Rumah makan itu tampak ramai, tak banya kursi yang kosong. Diana dan Yogi duduk di salah satu kursi, menunggu pesanan mereka datang. Diana melihat sekitar, Yogi memperhatikannya.

DIANA

Banyak berubah, lebih rapi. Terakhir aku datang belum kayak gini.

YOGI

Itu tiga tahun yang lalu, wajar banyak yang berubah.

Diana melihat Yogi, datar.

DIANA

Makasih bantuin Ibu waktu Ayah meninggal.

Yogi hanya mengangkat bahu.

YOGI

Apa kata Ibu kamu pulang?

DIANA

Ibu bilang dia senang aku pulang.

Yogi hanya mengangguk.

DIANA

Kamu serius waktu kamu bilang aku harus pensiun?

YOGI

Sebagai Dokter, iya.

DIANA

Sebagai teman?

YOGI

...Tidak. Masalah kamu bukan cuma cedera, lebih dari itu.

Yogi mengambil Dompet dan mengeluarkan sebuah kartu nama dan meletkannya di depan Diana dan ia melihatnya, datar.

DIANA

Udah berapa kali aku bilang, aku gak apa-apa.

YOGI

Udah berapa kali aku bilang, kamu ada apa-apa.

Ada jeda diantara mereka.

YOGI

Apa kamu sekarang minum pil tidur?

Diana melihat Yogi, datar.

YOGI

Masalah kamu bukan cedera aja, pikiran kamu juga jadi masalah sekarang.

DIANA

Aku gak apa-apa, gak usah di bahas lagi.

YOGI

Oh, ya? Kamu gak apa-apa? Mau sampai kapan kamu bohong --

DIANA

Aku bilang aku gak apa-apa.

Dingin, Diana melihat Yogi. Yogi tersadar.

Pesanan mereka datang, Pramusaji meletakan pesanan mereka di atas meja, sesaat Pramusaji itu melihat Diana, tersenyum. Diana membalas senyumannya.

Mereka mulai makan, dalam diam.

INT. KASIR - RUMAH MAKAN - SIANG

Diana menandatangani kertas putih di depannya, menuliskan sesuatu di kertas itu. Setelah itu ia berfoto bersama dengan sepasang Pemilik Rumah Makan itu, mereka tersenyum, termasuk Diana. Yogi yang mengambil gambar mereka.

EXT. DEPAN MINI MARKET - SIANG

Yogi memberikan Diana Es Krim, sedangkan Yogi sedang memakannya.

Diana mengambil Es Krim itu, diam, ia membukanya dan memakannya, mereka tidak bicara. Hanya memakan Es Krim itu.

YOGI

Kamu udah ke makan Ayah kamu?

DIANA

...Udah.

Mereka tidak bicara, melanjutkan makan Es Krim mereka.

YOGI

Aku minta maaf... soal tadi.

DIANA

...Aku juga.

Mereka saling melihat, tersenyum kecil, satu sama lain.

YOGI

Kamu mau kemana hari ini?

DIANA

Aku mau ke GOR, lihat keadaan disana.

Yogi mengangguk. Ia berdiri dan meletakan Kartu Nama itu di sebelah Diana.

YOGI

Tapi serius, kamu butuh ini. Aku pergi. Telepon aku kalau ada apa-apa.

Yogi pergi, sesaat Diana melihat Yogi yang pergi. Kemudian ia melihat Kartu Nama itu diatas meja, datar.

EXT. PARKIRAN - GOR - SIANG

Diana turun dari Mobil, sesaat ia melihat sekitar, hanya ada beberapa mobil yang terparkir di sana.

Kemudian ia berjalan menuju GOR, mencari pintu masuk.

INT. LAPANGAN BULUTANGKIS - GOR - SIANG

Anak-anak sedang bermain Bulutangkis, bersamaan dengan beberapa Orang Dewasa yang sedang mengawasi mereka, tak jarang mereka memberikan instruksi kepada Anak-anak itu.

Diana berjalan di pinggir Lapangan, melihatnya, kemudian ia menaiki anak tangga dan duduk di salah satu kursi, memperhatikan Anak-anak itu bermain. Kemudian, ia berpindah, melihat KASMAN, 60-an, bersama dengan beberapa Orang Lainnya, sedang memperhatikan Anak Perempuan yang sedang bermain, mereka berbicara, serius, memperhatikan Anak Perempuan itu.

Diana melihat Kasman dengan datar, ia mengikuti arah yang di lihat Kasman, melihat Anak Perempuan itu. Melihatnya bermain Bulutangkis, Diana mempehatikannya, serius.

Terdengar suara pluit yang nyaring terdengar.

KASMAN

Berhenti, kita istirahat.

Anak-anak berhenti bermain dan Orang-orang Dewasa berjalan menuju mereka, memberikan mereka pengarahan.

Kasman melihat ke arah Tribun, melihat Diana yang berdiri, melambaikan tangan padanya, tersenyum kecil kepadanya.

CUT TO:

Diana dan Kasman duduk di Tribun, memperhatikan Anak-anak yang sedang istirahat.

DIANA

Lagi ada turnamen coach?

KASMAN

Seleksi nasional Pelatnas sebentar lagi.

DIANA

Saya ingat rasanya dulu kayak apa.

KASMAN

Kamu pasti ingat, itu gak mungkin bisa dilupakan.

DIANA

Iya... saya harus ikut seleksi pelatnas beberapa kali baru bisa masuk.

KASMAN

Dan lihat gimana mereka bikin kamu sekarang, tunggal putri unggulan pertama.

Mendengarnya membuat Diana tersenyum.

DIANA

Saya bukan unggulan pertama lagi coach.

KASMAN

Setidaknya di Indonesia kamu masih jadi unggulan pertama.

DIANA

Ada Putri, dia yang akan jadi unggulan pertama.

KASMAN

Tidak kalau kamu masih main dan bisa lawan semua masalah kamu.

Diana melihat Kasman, datar. Kasman hanya melihatnya, datar, tersenyum kecil.

KASMAN

Saya sudah kenal kamu lebih dari sepuluh tahun Diana. Jangan pasang wajah terkejut kamu.

DIANA

Coach juga udah tahu kalau saya mau pensiun?

KASMAN

Masih mau kan? kamu juga belum bikin keputusan. Segala masih mungkin terjadi.

Diana melihat Anak-anak itu, datar.

KASMAN

Waktu kamu dapat emas di Olimpiade. Banyak orang tua yang daftarin anaknya buat jadi pemain bulutangkis.

DIANA

Bukannya tiap tahun itu biasa coach?

KASMAN

Mereka daftarin anak perempuan mereka. Mereka mau anak perempuan mereka jadi pemain bulutangkis kayak kamu.

DIANA

Saya bukan panutan coach buat mereka.

KASMAN

Mungkin bagi kamu, tapi tidak bagi mereka.

Kasman menunjuk ke salah satu Anak Perempuan yang sedang beristirahat, Diana melihantya.

KASMAN

Kartika, gaya mainnya pertama kali gampang sekali mati sendiri, dia mau cepat selesai, gak sabaran, dia gak bisa diajak rally. Dia ada bakat, tapi gak cukup kerja keras.

Diana tidak menjawab, ia hanya diam.

KASMAN

Kamu tahu saya sering bilang, bakat saja tidak cukup, perlu kerja keras, tapi juga kerja cerdas.

DIANA

Orang yang kerja keras tanpa bakat bisa jadi nomor satu di dunia, mengalahkan orang yang punya bakat alami sekalipun.

KASMAN

Itu masih berlaku Diana sampai sekarang.

DIANA

Tapi itu gak berlaku lagi buat saya coach.

KASMAN

Omong kosong. Kamu masih bisa, Diana. Kamu pemain profesional, ini pekerjaan kamu. Kalau kamu tidak baik dalam pekerjaan kamu, apa lagi yang kamu bisa banggakan.

Ada jeda diantara mereka.

KASMAN

Bapak senang bisa ketemu lagi, Nak. Sebelum kamu pergi, kamu bisa bicara sama anak-anak, kasih semangat, dengan begitu, kamu juga bisa semangat dengan sendirinya.

Kasman berdiri dan berjalan turun, sesaat ia melihat Diana.

KASMAN

Kamu tahu masalah kamu, kamu cuma lari darinya. Berhenti dan lawan masalah kamu, jangan seperti pengecut yang menyedihkan.

Kasman berjalan menuruni anak tangga menuju lapangan, Diana hanya melihatnya, datar, dalam diam.

Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Tidak ada komentar