Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
Puppy Love
Suka
Favorit
Bagikan
13. My Forever Chef

71. EXT./INT. TERAS RUMAH GENDHIS — PAGI

Air bekas cucian kandang burung mengalir membasahi garasi, sementara Sulistyo asik bersiul menyikat kandang burung ditemani burung-burung lainnya dalam kandang yang turut berkicau menyahuti siulan Sulistyo.

SULISTYO
Enak, tho! sueger!
GENDHIS (O.S.)
Papa! Mama! Mas Relung!
SULISTYO
(menoleh sekilas)
Opo tho, Gendhis kie...mbrebegi manuk.
GENDHIS (O.S.)
Paaa! Mas Relung!
SULISTYO
(menjatuhkan selang dan mematikan kran air)
Duh! Opo tho, bocah!


CUT TO :

72. INT. RUANG TENGAH RUMAH GENDHIS — KONTINU

Tangan Sulistyo yang basah, ia keringkan dengan ujung kaos yang dikenakan sembari duduk di samping Sukma. Sementara Relung masih mengucek mata duduk di samping Gendhis yang mengibaskan secarik kertas di tangannya dengan antusias.

RELUNG
(menguap)
Buruan sih, ngantuk nih.
SUKMA
Kenapa, Gendhis? Mama belum selesai masak.
SULISTYO
Kertas apa itu?


CUT TO :

73. INT. RUANG TENGAH RUMAH GANTA — WAKTU YANG SAMA

Televisi di ruang tengah dalam keadaan mati membuat suasana dirumah Ganta begitu hening. Niken menatap lekat Ganta di hadapannya yang tertunduk mencium tangan Niken. Lantas tangan kiri Niken mengusap lembut kepala Ganta.

NIKEN
Pasti ada hal penting yang ingin mas Ganta sampaikan pada Bunda? Ada apa?
GANTA
(mengangkat kepala)
Ganta minta restunya Bunda.
NIKEN
(senyum mengembang dan mengencangkan genggaman tangan Ganta)
Alhamdulillah! Kapan Bunda lamar Gendhis?


CUT TO :

74. INT. RUANG TENGAH RUMAH GENDHIS — WAKTU YANG SAMA

Sulistyo tertunduk membaca selembar kertas ditangannya, membuat kacamata baca yang tersangga di hidungnya melorot. Sukma yang duduk di samping Sulistyo hanya menunggu cemas tanpa sedikit pun mencuri lihat yang tertera pada secarik kertas di tangan suaminya.

Sementara Relung kembali mengucek mata sambil menyenggol Gendhis.

RELUNG
(berbisik)
Ada apaan, sih?
GENDHIS
(menggigit bibir bawahnya)
Shttt...

Kertas di tangan Sulistyo dilipat kembali seperti semula, sembari mengangkat kepala lalu melepas kacamata bacanya. Ia menatap lekat Gendhis dihadapannya membuat Relung kehilangan kantuk.

SUKMA
(menyentuh lembut paha Sulistyo)
Ada apa, Pa? Perihal apa ini?
(tangan kirinya menepuk dadanya sendiri)
Mama deg-degan ini, Pa...
SULISTYO
(menoleh sekilas pada Sukma lantas kembali menatap Gendhis)
Gendhis, sudah mantap? Benar ini pilihanmu?
GENDHIS
(mengangguk dengan sangat yakin)
Gendhis mohon maaf, tidak bisa seperti Papa. Tapi ini yang sesungguhnya Gendhis inginkan.
RELUNG
(kembali menyikut Gendhis dan berbisik)
Apaan sih, serius banget...


CUT TO :

75. INT. RUANG TENGAH RUMAH GANTA — WAKTU YANG SAMA

GANTA
(tersenyum kecut)
Bukan soal melamar Bun...belum.
(menepuk-nepuk punggung tangan Niken)
Tapi memang berkaitan dengan Gendhis dan juga catur.
NIKEN
(menghentikan tangan Ganta dan balas menggenggam erat)
Bunda nggak mudeng, maksud mas Ganta gimana?
GANTA
Beberapa waktu yang lalu... Pak Handoko, bunda kenal beliau, kan?
NIKEN
(mengguncang tangan Ganta, tidak sabar)
Iya, ketua umum Percasi. Terus?
GANTA
Beliau menyarankan untuk fokus pada kejuaraan di Eropa dan sebaiknya menetap disana dua sampai tiga tahun.

Genggaman tangan Niken mengendur dan kemudian ia lepaskan, kedua tangannya merapikan rambut bersamaan dengan punggungnya yang tak setegap sebelumnya dan wajahnya pun redup.

NIKEN
(berucap lirih dengan mata berkaca-kaca)
Bunda sendirian...
GANTA
(terbahak sembari merangkul Niken)
Bunda ikut dong! Rumah ini bisa dikontrakkan atau biar saja kosong. Ganta juga ada rencana merenovasi rumah ini.

Niken tersenyum sendu sementara Ganta mengusap air mata yang terlanjur menetes di pipi Niken.

NIKEN
Lalu, kaitannya dengan Gendhis apa?


CUT TO :

76. INT. RUAMG TENGAH RUMAH GENDHIS — WAKTU YANG SAMA

Pandangan Sulistyo yang bolak-balik antara Gendhis dan secarik kertas ditangannya sembari menghela nafas panjang membuat Sukma dan Gendhis cemas, keduanya saling melempar pandangan. Sementara Relung kembali menyikut Gendhis.

GENDHIS
(tertunduk dengan mata berkaca-kaca)
Maaf, sudah membuat Papa dan Mama kecewa.
SULISTYO
(menghela nafas panjang)
Tidak bisa dipungkiri, Papa kecewa. Tapi...
(menoleh pada Sukma sembari kembali menghela nafas dalam)
Papa ingin Gendhis bahagia menjalani pilihannya yang tidak bertentangan dengan hati. Apapun itu, Papa Mama siap mendukung.
SUKMA
Pilihan apa? Mendukung gimana maksudnya?
SULISTYO
(menyerahkan kertas ditangannya pada Sukma)
Gendhis dapat beasiswa dari Culinary Arts Academy Switzerland.

Sukma dan Relung tercengang, sementara Sulisto beranjak untuk memeluk Gendhis yang tersenyum lega berderai air mata.


CUT TO :

77. INT. RUANG TENGAH RUMAH GANTA — WAKTU YANG SAMA

Ganta menyodorkan segelas air putih pada Niken, lantas ia minum nyaris setengah dari isi gelas. Kemudian Ganta yang menyita gelas di tangan Niken dan diletakkannya di atas meja.

PENJUAL JAMU (O.S.)
Jamu! Jamu! Jamu ndak Bu?!
NIKEN
(berteriak lantang)
Libur dulu, Yu!
(kembali fokus pada Ganta)
Apa hubungannya sama Gendhis kalau bukan soal melamar?
GANTA
Gendhis dapat beasiswa dari Culinary Arts Academy Switzerland.
NIKEN
(tercengang)
Maksudnya Gendhis mau jadi tukang masak? Kuliah kedokterannya dilepas?!
GANTA
(terkekeh)
Bukan sekedar tukang masak, Bun...

Tiba-tiba Niken tertawa geli sendiri sembari menepuk-nepuk lengan Ganta.

NIKEN
Tapi Bunda nggak heran, lha wong Gendhis itu terobsesi dengan masakan. Apalagi kalau mas Ganta yang bilang, Gendhis pasti langsung nyoba resep baru.
(tiba-tiba kembali mengkerutkan kening)
Eh sebentar, kaitannya catur dengan Gendhis apa?
GANTA
Tadinya Ganta nggak mau walaupun Pak Handoko sudah berkali-kali menyarankan. Tapi karena Gendhis dapat beasiswa di sana, jadi...

Sontak tangan Niken terangkat ke udara, tepat di depan wajah Ganta memotong kalimat. Ia tidak hanya mengkerutkan kening tapi matanya melotot terbelalak.

NIKEN
Enggak! Bunda nggak setuju!


CUT TO :

78. INT. RUANG TENGAH RUMAH GENDHIS — WAKTU YANG SAMA

SUKMA
(menggelengkan kepala)
Enggak! Mama nggak setuju!
SULISTYO
(menyandarkan punggung ke sofa)
Kalau Papa sih setuju aja, satu flat sama Ganta selain menghemat living cost juga jadi ada yang nemenin Gendhis disana.
RELUNG
(menatap Gendhis)
Bentar, bentar... Ganta udah tau? Kok aku malah belum tau.
SUKMA
(melotot pada Sulistyo)
Mama nggak setuju! Anak gadis tinggal serumah sama laki-laki, yah walaupun Mama kenal tapi tetap saja. Ora elok!
SULISTYO
(mengangkat bahu)
Mereka tinggal di Eropa, Ma. Orang barat nggak ada waktu untuk gibah gosip.
RELUNG
(memukul lengan Gendhis sembari berdecak kesal)
Bisa-bisanya Ganta duluan yang dikasih kabar ketimbang mas sendiri .
SUKMA
(membuang muka dari Sulistyo)
Enggak! Pokoknya Mama nggak setuju!

Gendhis menjatuhkan punggungnya pada sofa sembari menghela nafas panjang lalu menutup wajahnya dengan bantal sofa dengan kesal.


CUT TO :

79. INT. RUANG TENGAH RUMAH GANTA — WAKTU YANG SAMA

NIKEN
Menikah.

Ganta tercengang, sontak menjadi salah tingkah. Ia menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Sementara Niken meletakkan kembali gelas yang sudah kosong di atas meja.

NIKEN (CONT'D)
Pokoknya, kalau mas Ganta dan Gendhis mau tinggal serumah syaratnya ya cuma satu itu.


DISSOLVE TO :

80. EXT. / INT. MOBIL GANTA — MALAM

Gendhis bersenandung di samping Ganta yang sedang fokus menyetir sembari sesekali menoleh tersenyum pada Gendhis. Tangan Gendhis menaikkan volume dengan antusias begitu mendengar intro sebuah lagu.

GANTA
(ikut menyimak)
Lagu lawas, ya kan? Lagunya siapa?
GENDHIS
(memutar tubuhnya hingga menghadap Ganta)
Saying I love you. Is not the words, I want to hear from you. It's not that I want you, not to say. But if you only knew.
GANTA
(mengikuti irama lagu)
Aku tau, I know!
GENDHIS
(tertawa)
Siapa? Lagu siapa? More than word, is all you have to do to make it real. Then you wouldn't have to say, that you love me. Cause I'd already know.
GANTA
Nah tuh, kamu juga udah tau.
GENDHIS
Ih, lagu siapa dong? Katanya tau.
GANTA
(menatap Gendhis sekilas dan tersenyum simpul)
Pokoknya aku udah tau dan udah yakin banget.
GENDHIS
(mengerutkan kening)
Hah? Maksudnya, gimana?


CUT TO :

81. INT. KEDAI KOPI SIGARANING ATI — WAKTU YANG SAMA

Seorang pelayan menghampiri Dimzi yang duduk sendirian dengan tatapan kosong nan sendu. Sementara meja-meja lainnya di sekeliling Dimzi riuh oleh pengunjung Kedai Kopi Sigaraning Ati.

PELAYAN
Permisi, Kak. Sudah siap order, Kak?

Dimzi mengabaikan pertanyaan pelayan, seolah ia tidak mendengar ataupun menyadari keberadan pelayan di hadapannya. Ia masih saja bergeming dengan tatapan kosong.

PELAYAN (CONT'D)
Permisi, Kak...
(pelan ia menepuk lengan Dimzi di atas meja)
Permisi, Kak... Kak... Sudah siap order? Ada yang bisa kami bantu?

Dimzi terkesiap, ia gelagapan menyadari pelayan sudah berdiri di hadapannya yang menepuk lengan Dimzi.


CUT TO :


82. EXT. RUMAH GENDHIS — WAKTU YANG SAMA

Ganta memarkir mobilnya tepat didepan rumah Gendhis yang masih gelap gulita sementara Gendhis berusaha membuka gembok yang mengunci pagar rumahnya. Ganta menghidupkan flaslight dari ponselnya ke arah gembok.

GANTA
Coba sini, aku aja.
GENDHIS
Tumben susah, biasanya gampang.
(menukar kunci gembok dengan ponsel di tangan Ganta)
Lagian pada kemana, sih? Udah jam segini kok belum ada yang hidupin lampu. Tumben banget.
GANTA
Di grup rumah, nggak ada kabar?
GENDHIS
Oh, iya...aku yang belum buka ponsel nih dari tadi.
GANTA
(berhasil membuka gembok dan menggeser pagar)
Ya udah nggak apa-apa, aku temenin sampe ada yang pulang.


CUT TO :

83. INT. KEDAI KOPI SIGARANING ATI — WAKTU YANG SAMA

Segelas teh manis panas disuguhkan pelayan di atas meja yang masih kosong. Dimzi tertegun namun segera meneguknya perlahan.

PELAYAN
Maaf ya, Mas. Tapi kami perhatikan sejak kedai kopi masih sepi, mas-nya cuma diam bengong. Kalau ada masalah...
DIMZI
(memotong kalimat)
Oh! Enggak mbak, saya cuma belum lapar aja. Tapi betah dengan suasana di kedai kopi ini.
PELAYAN
(tersenyum lebar dan lega)
Oh syukurlah!
DIMZI
Disini nyaman banget...nah, kalo udah nyaman kan jadi sayang.
PELAYAN
(tertawa canggung)
Betul...betul...
DIMZI
Nyaman dan sayang, dua perkara yang bikin hati berat. Nggak ada obat deh!
PELAYAN
(semakin canggung)
Konsep kedai kopi kami memang dibuat senyaman mungkin. Itu juga sebabnya dinamai Sigaraning Ati karena dia yang menjadi belahan jiwa pastinya menjadi rumah ternyaman untuk selalu pulang.

Dimzi semakin tersenyum miris.



CUT TO :

84. INT. RUANG TAMU RUMAH GENDHIS — WAKTU YANG SAMA

Gendis membuka pintu ruang tamu dan mendapati keadaan didalam rumah masih gelap gulita, tidak ada satu pun lampu yang menyala. Ganta berjalan didepan Gendhis dengan flaslight dari ponsel yang dibiarkan masih menyala.

GENDHIS
(merengkuh lengan Ganta)
Ya ampun, gelap banget. Hati-hati kaki kursi. Saklarnya dekat meja telepon, Mas.

Belum sampai Gendhis dan Ganta menemukan saklar pada dinding, tiba-tiba dua lampu spotlight tembak menyala menyorot pada dinding yang sudah dihias cantik dengan bunga mawar putih dan merah muda.

INSERT : TULISAN DI DINDING

"Will You Be My Forever Chef?"

Gendhis tercengang tanpa sepatah kata pun sementara Ganta tersenyum menatap Gendhis. Ia pun segera membawa Gendhis tepat di depan dinding yang terang benderang dalam gelapnya ruangan. Tangan Ganta merogoh kantong celana dan mengeluarkan sebuah kotak cincin.

GANTA
(perlahan membuka kotak)
Gendhis...Aku
(menarik nafas menghilangkan gugup)
Aku udah lama menaruh perasaaan yang lebih daripada sekedar sahabat atau pun kakak.

Gendhis menutup mulutnya dengan telapak tangan.

GANTA (CONT'D)
Tapi aku nggak mau mengganggu kuliahmu, jadi aku memilih untuk menyimpan.

Gendhis menurunkan tangan dan membalas dengan senyuman.

GANTA (CONT'D)
Gendhis Gantari... maukah kamu menjadi menjadi pelipur laraku? menjadi rumah ternyamanku? Maukah kamu menjadi tulang rusukku?

Gendhis tersenyum bahagia dengan air mata yang membasahi pipi.

GENDHIS
(mengangguk)
Mas Ganta Bayanaka, aku bukan wanita yang sempurna. Tolong bimbing aku hingga kita menua bersama.

Tangan Ganta merengkuh memeluk Gendhis.

GANTA
(memasang cincin pada jari manis Gendhis)
Makasi, ya...

Tiba-tiba semua lampu menyala bersamaan dengan riuh tepuk tangan yang menggema. Sulistyo, Sukma, Niken dan Relung yang sejak tadi bersembunyi pun menampakkan diri. Sulistyo yang lebih dulu memeluk Ganta sementara Niken dan Sukma menghujani Gendhis dengan ciuman, pelukan dan air mata. Kemudian keduanya, Niken dan Sukma saling berpelukan.

RELUNG
(memeluk Ganta)
Pelangkah jangan lupa, sekilo ya!
GANTA
Telur, kan?
RELUNG
Beras aja, sekarung! Lumayan buat setahun.

Sulistyo mengucek rambut Relung membuat semuanya terbahak, sementara tangan Ganta segera merangkul Gendhis mendekat dalam dekapannya.


DISSOLVE TO :

TAMAT

Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Tidak ada komentar