Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
Premonition (Forgive or Forget)
Suka
Favorit
Bagikan
3. Sebuah Jari yang Patah dan Beberapa Tikaman untuk Don Keling

1. EXT.LUAR MOBIL RIRI- PAGI MENUJU SIANG

Riri langsung menurunkan kaca mobilnya saat Pak Polisi itu mendekati. Wajah Riri tampak kebingungan.

BOY

Selamat Pagi, Mbak!

(Boy menunduk mencoba berbicara dengan Riri yang berada di dalam mobil)

RIRI

Pagi, Pak! Ada apa ya? Saya tidak ngebut-ngebutan di jalan. Saya juga memakai sabuk pengaman. Surat-surat saya juga lengkap Pak. Kalau tidak percaya, silakan Bapak cek saja!

(Riri langsung meraih tasnya)

BOY

Maaf Mbak —

RIRI

Tunggu, Pak! Ini saya lagi cari dompet saya dulu! Bapak sabar dulu!

(Riri masih mengubek-ubek tasnya sampai akhirnya dia menemukan dompetnya dan mengeluarkan SIM dan STNKnya)

RIRI

Ini Pak! Ini SIM dan STNK saya!

(Riri memberikan SIM dan STNKnya kepada Boy)

BOY

Maaf, Mbak. Saya hanya mau memberitahu kalau bra Mbak mengganggu pengguna jalan.

Riri kaget terus langsung menatap dadanya. Tangannya juga membetulkan kemejanya.

BOY

Maaf, Mbak. Maksud saya, bra yang menjuntai ke bawah karena terjepit pintu mobil belakang.

Riri melotot, dia langsung melepaskan sabuk pengamannya dan melihat ke belakang mobilnya yang penuh dengan bajunya yang acak-acakkan. Dia kaget melihat dua branya terjepit di pintu belakang dan talinya menjuntai ke jalan.

RIRI

Ya ampun, Pak —

(Riri membaca papan nama yang tertera di seragam Polisi itu)

RIRI

Pak Boy —kenapa nggak bilang dari tadi?

Boy menyingkir, Riri langsung turun dari mobilnya.

CUT BACK TO:

2.EXT. DI LUAR MOBIL RIRI- PAGI MENUJU SIANG

Riri menutup pintu mobilnya lalu memutar menuju pintu belakangnya sebelah kiri. Wajahnya kaget melihat dua tali branya menjuntai terjepit pintu belakang. Dia mencoba memasukan branya yang menjuntai keluar terseret ke jalan sambil celingak-celinguk menahan malu. Terus dia setengah berlari kembali ke pintu depan dan berhadapan dengan Boy.

RIRI

Itu saja kan, Pak?

BOY

Iya, Mbak terima kasih.

Boy lalu kembali lagi ke motornya sambil memakai helmnya, sedangkan Riri segera masuk kembali ke dalam mobil.

CUT BACK TO:

3. INT. DALAM MOBIL RIRI

Riri menghela napas panjang sambil menyandarkan tubuhnya ke jok mobil terus wajahnya langsung mengerut malu.

RIRI

Ya ampun, malu banget gue! Mana Polisinya ganteng lagi!

Riri menghela napas panjang lalu menyalakan mobilnya kembali dan terus menyetir.

RIRI

Ini gara-gara si Jay yang kalau buat janji sama narasumber itu nggak pake dipikir pakai otak. Sudah tahu kalau tadi malam kita baru beres bikin berita. Kenapa nggak agak siang aja janjian wawancaranya? Mana gue semalem mimpi buruk terus kurang tidur. Duh, mata gue jadi mirip Panda!

Riri mencoba mengecek kantung matanya di spion, tetapi dia malah heran melihat Pak Polisi itu membuntutinya.

RIRI

Mau apalagi itu Polisi? Kenapa dia buntutin gue terus? Gue salah apalagi? Perasaan gue udah amanin bra gue.

Riri terus menyetir sambil sesekali terus memandang spion yang ada di depannya.

RIRI

Tadi Babeh bilang gue harus hari-hati sama orang yang membuntuti gue. Gue jadi curiga sama Polisi ini. Banyak temen gue yang sekarang-sekarang dibuntuti orang yang menyamar jadi apapun. Harusnya jurnalis itu dilindungi soalnya hidupnya kadang dalam bahaya. Coba gue belok, kalau Polisi itu belok juga, berarti dia memang membuntuti gue.

Riri membelokkan setirnya sambil terus menatap kaca spion mobil. Benar saja, Polisi itu ikut belok.

RIRI

Gue jangan geer dulu! Coba di depan gue, belok. Apakah Polisi itu akan ikut belok juga?

Riri memutar setirnya sambil terus menatap spion. Boy ternyata ikut belok. Mata dan wajah Riri berubah menjadi tegang. Dia menjadi sedikit panik.

RIRI

Ah, sialan! Polisi itu beneran membuntuti gue! Gue harus berhenti di tempat ramai. Kalau dia serang gue atau culik gue, setidaknya ada banyak orang yang bisa bantu.

Riri celingak-celinguk mencari tempat yang lumayan ramai lalu dia menghentikan mobilnya. Polisi itu berada lumayan agak jauh sehingga pas Riri keluar dari mobilnya, Riri masih bisa melabrak Polisi itu.

CUT TO BACK:

4. EXT. DI LUAR MOBIL-PAGI MENJELANG SIANG

Riri lalu berdiri di pinggir mobilnya. Dia langsung menatap dengan kesal ke arah Boy yang melaju menggunakan motor. Boy lalu menghentikan motornya dan membuka kaca helmnya.

RIRI

Pak, kenapa terus membuntuti saya? Saya salah apa?

BOY

Buntutin?

RIRI

Iya, dari tadi saya perhatikan Bapak mengikuti saya dari belakang. Saya belok kiri, Bapak ikut belok kiri. Saya belok kanan, Bapak belok kanan juga. Untuk apa Bapak buntutin saya terus?

BOY

Mbak, jangan geer dulu. Kantor saya ada di depan. Saya hanya mau pergi ke kantor bukan membuntuti Mbak.

(Boy menutup kaca helmnya dan meninggalkan Riri)

Riri berdiri dengan muka penuh malu sambil menepuk jidatnya. Dia menghela napas panjang dan langsung masuk ke dalam mobil.

CUT TO BACK:

4.INT. DALAM MOBIL RIRI

Riri masuk ke dalam mobil dengan wajah yang penuh kesal dan memerah.

RIRI

Sial bener gue hari ini! Ya Tuhan, malu banget!

Riri menjedot-jedotkan kepalanya ke setir mobilnya. Kemudian dia langsung berhenti dan menatap ke depan.

RIRI

Ah, bodo amat! Ngapain juga mesti malu? Kan nggak akan ketemu lagi sama Pak Polisi itu.

Riri menyalakan mobilnya kembali dan terus melaju.

CUT TO:

5.INT. KLINIK DOKTER RANI-SIANG

Riri berjalan ke meja resepsionis dari arah pintu masuk. 

RIRI

Mbak, mau bertemu dengan dokter Rani.

PERAWAT

Sabar dulu ya Mbak Riri. Dokter Rani sedang ada pasien lain. Mbak silakan menunggu di ruang tunggu ya. Nanti saya panggil kalau pasien yang di dalam sudah selesai.

RIRI

Oke, makasih ya Mbak.

Riri langsung berjalan ke ruang tunggu. Dia kemudian menatap orang-orang yang ternyata sudah antre dari tadi untuk bertemu Dokter Rani.

TALKING HEAD RIRI

Ya Tuhan, semakin canggih teknologi, tetapi semakin banyak orang sakit jiwa. Untunglah, aku ternyata tidak sendiri.

Riri mengambil duduk di sofa yang paling pojok. Dia langsung terlihat nyaman.

TALKING HEAD RIRI

Perasaan gue baru bangun, tapi kok ngantuk banget ya. Duh, mata ini kok berat banget.

CUT TO:

6. INT. SEBUAH APARTEMEN-SIANG

Riri merasa duduk di dalam klinik tetapi sekarang dia justru duduk di sebuah ruangan dengan sofa yang tertata rapi. Riri masih terdiam dengan wajah kebingungan. Tiba-tiba terdengar suara teriakan perempuan. Perempuan itu berlari kencang dari pintu kamar menuju meja yang ada di hadapan Riri.

ALEXIS

Aku mohon Bang, jangan bunuh aku! Aku sedang hamil!

DON KELING

Justru karena kamu sedang hamil, makanya aku harus membunuhmu. Tapi, sayang kalau langsung dibunuh, lebih baik kucicipi dulu.

Alexis melempar barang yang ada di situ ke arah Don Keling, tetapi Don Keling terus mengejarnya. Riri berusaha berdiri dari duduknya tetapi tidak bisa.

Alexis ketakutan dan terdesak di pojok ruangan. Dia tak bisa lari ke mana-mana karena Don Keling menjaganya dari segala arah.

ALEXIS

Bang, ampun! Aku akan berikan Abang apapun tapi jangan bunuh dan perkosa aku!

(Alexis menangis sambil mengatupkan tangannya)

DON KELING

Kamu pikir kamu bisa membeliku? Orang yang membeli kamu itu yang membeliku untuk membunuhmu.

ALEXIS

Apa maksudmu, Bang?

DON KELING

Ah sudahlah, kamu juga toh akan mati!

Riri berusaha untuk berdiri dan menolong tetapi dia tidak bisa. Don Keling akhirnya mendekap tubuh Alexis dan Alexis menjerit sejadi-jadinya.

ALEXIS

Tolong! Tolong!

Don Keling langsung membekap mulut Alexis. Riri benar-benar tak bisa berbuat apa-apa. Dia seperti terikat di kursi itu.

RIRI

Tolong! Tolong!

(Tetapi suaranya tidak terdengar)

Tiba-tiba ada yang mendobrak pintu apartemen. Dia adalah Pain yang sekarang memakai kaos oblong berwarna hitam dengan celana jeans robek di lututnya. Don Keling langsung melepaskan tangan Alexis dan memandang Pain yang tiba-tiba datang.

DON KELING

Pain, ngapain kamu ke sini! Ini bagianku! Sana kamu pergi!

ALEXIS

Kakak, tolong aku! Dia mau membunuhku!

Mata Pain langsung melotot penuh amarah. Dia lalu mengeluarkan sebilah pisau dari celananya. Dia berjalan seperti orang kesetanan. Kemudian setengah berlari mendekati Don Keling.

DON KELING

Mau apa kamu? Jangan macam-macam denganku!

(Wajah Don Keling berubah menjadi cemas sambil menatap ke arah Pain)

Pain langsung menghunuskan pisaunya ke arah Don Keling, tetapi Don masih bisa menghindarinya. Don kemudian menendang Pain dan terjadi pukul-pukulan sampai akhirnya Pain kalah tenaga. Tubuh Pain dikunci oleh Don. Satu tangan Don menekan keras leher Pain dan tangan lainnya melilit tangan Pain sampai pisau itu terlepas dari tangan Pain.

Alexis lalu berlari dan meraih pisau itu kemudian menusukkan pisaunya ke paha Don. Don masih kuat berdiri. Alexis tak patah arang menusukkan pisau itu berkali-kali ke paha Don, sampai akhirnya Don runtuh dan melepaskan Pain.

ALEXIS

Kakak, aku takut!

(Alexis menangis sambil masih menggenggam sebilah pisau)

Pain langsung berdiri dan memeluk Alexis. Lalu Pain merampas pisau yang sedang dipegang oleh Alexis.

PAIN

Biar Kakak saja yang melakukannya! Kakak sudah pernah kehilangan satu adik, jangan sampai kehilangan satu lagi!

Pain langsung berjalan pelan menuju Don yang ketakutan dan menyeret kakinya di lantai. Dia merangkak ingin kabur dari Pain. Matanya penuh takut. Riri justru hanya bisa diam terpaku sambil meneteskan air mata.

ALEXIS

Kakak, jangan lakukan itu! Kita pergi saja dari sini!

(Alexis menggenggam tangan Pain berusaha menghentikan Pain yang akan membunuh Don Keling)

PAIN

Dek, kamu tidak tahu apa yang kita hadapi sekarang. Dia bukan manusia, dia iblis! Kalau kita tidak menghabisinya sekarang maka dia akan membunuh kita semua. Aku harus melenyapkannya.

DON KELING

Jadi Alexis itu adik kamu, Pain?

PAIN

Iya, lantas kenapa?

DON KELING

Maafkan aku, aku tidak tahu. Aku akan melepaskan kalian kalau kalian melepaskanku sekarang.

PAIN

Aku sudah bertahun-tahun mengenalmu, Don. Kamu yang mengajarkanku mencuri, merampok, bahkan membunuh. Apakah kamu ingat bagaimana kamu mengangkat aku jadi Jenderal Mafiamu?

DON KELING

Nah itu, kamu tahu kalau aku sudah banyak membantumu, maka lepaskan aku sekarang!

PAIN

Bantu? Kamu tidak lihat Satu jari manisku ini harus kupotong hanya agar aku bisa hidup! Hutang budiku sudah lunas dengan satu jariku ini!

(Pain mengacungkan tangannya yang patah)

DON KELING

Pain, kalau kamu melepaskanku, aku akan membebaskanmu jika itu yang kamu mau.

PAIN

Hmmh, aku tidak sebodoh itu. Sebetulnya aku ingin membunuhmu sejak lama, namun aku masih bisa memaafkanmu. Akan tetapi, kali ini, kamu sudah mengusik adikku. Kamu boleh memotong jariku, memiliki hidupku, tetapi kamu jangan menyakiti adikku apalagi kamu akan membunuhnya!

Pain langsung menikam Don Keling namun tangan Don berusaha menahan tikaman pisau itu. Sampai akhirnya Pain menarik kembali pisaunya. Lalu dia menginjak-injak luka kaki Don yang tadi ditusuk Alexis. Lalu Pain menendang-nendang Don dengan sangat keras.

Alexis hanya diam memandang Kakaknya sambil menggigit tangan dan ketakutan. Riri masih duduk dengan wajah kaget, matanya benar-benar melotot. Dia juga menahan napas tak sanggup melihat adegan yang mengerikan itu.

Melihat Don Keling lemas dan kesakitan, Pain langsung mengangkat pisaunya dan akan menikam Don Keling. Alexis dan Riri tiba-tiba berteriak berbarengan.

RIRI DAN ALEXIS

Jangan!

(Akan tetapi suara Riri tidak terdengar)

DISSOLVE TO:

Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
wow, next kak
3 tahun 10 bulan lalu