Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
Pergilah Puan Tanah ini telah Bertuan (Script Version)
Suka
Favorit
Bagikan
8. Scene 34 - 37

34.     EXT. DERMAGA – SORE

 

Binar duduk sendiri di dermaga dengan menjuntaikan kakinya hampir menyentuh air danau. Pandangannya lurus ke depan, ia kembali mengingat pernyataan Irgi di sekolah siang tadi.

 

FLASHES: IRGI

Gue suka sama lo!!

 

Binar menghela napas dengan berat, ia mengambil koran dari dalam tasnya yang memuat puisi Kirana. Close up puisi Kirana yang berjudul “Kepada Langit”.

 

BINAR: (VO)

Apa Langit yang Kirana maksud dalam puisinya adalah Naj?

 

Binar kembali menghela napas, mengalihkan pandangan ke air danau dengan nanar.

 

BINAR: (CONT’D VO)

Rasa cinta mengubah semuanya.

Aku dan Naj nggak bisa kayak dulu, pun dengan Kirana, dan bahkan ... Irgi.

Semua nggak akan jadi rumit kalau saja rasa yang kita punya bisa saling searah dengan mudah.

 

Binar memasukkan koran kembali ke dalam tas, kemudian berdiri dan berjalan meninggalkan dermaga. Binar pulang dengan berjalan kaki sambil melamun. Ia berjalan terus tanpa fokus memperhatikan jalan. Saat hendak menyebrang jalan, Binar tidak menyadari kalau ada mobil yang melaju ke arahnya. Ia baru tersadar dari lamunan saat suara klakson mobil terdengar sangat dekat dengannya, namun ia tidak sempat menghindar dari mobil tersebut. Mobil itu menabrak Binar, membuat orang-orang seketika langsung mengerumuni Binar yang tidak sadarkan diri.

 

CUT TO:

 

35.     INT. RUMAH SAKIT – SORE

 

Najandra berjalan buru-buru menuju meja administrasi rumah sakit dengan raut begitu khawatir.

 

NAJANDRA:

Permisi, sus, ada korban kecelakaan siswi SMA yang baru saja dilarikan ke rumah sakit ini?

 

SUSTER RESEPSIONIS:

(Mengecek data di komputer sejenak) Oh ada, Mas. Sedang ditangani dokter di kamar Bougenville 5.

 

NAJANDRA:

Terima kasih, sus.

 

Dengan langkah cepat Najandra segera menuju kamar Bougenville 5.

 

CUT TO:

 

Binar membuka mata, ia merasakan kepalanya begitu pusing dan tangan kirinya terasa sangat ngilu. Dilihatnya seorang dokter yang sedang memasang gips, lalu pandangannya beralih turun memerhatikan tangan kirinya.

 

BINAR:

Tangan saya kenapa, Dok?

 

DOKTER (40):

(Beralih melihat Binar yang sudah sadar, kemudian mengembangkan senyum) Tulang kamu mengalami fraktur jadinya saya gips, tapi tidak fatal kok. Mungkin beberapa bulan akan pulih.

 

Dokter melanjutkan lagi memasang gips pada lengan Binar dan membalutnya dengan perban, sesekali Binar meringis kesakitan.

 

BINAR:

Saya bisa pulang ‘kan, Dok? (setelah Dokter selesai memasang gips)

 

DOKTER:

Sejauh ini luka kamu tidak cukup parah, jadi tidak menjalani rawat inap tidak apa-apa. Tapi, masih perlu observasi kalau semisal ada luka dalam di bagian tubuh lainnya, terutama di bagian kepala. Kalau nanti beberapa hari kamu merasa pusing yang serius, atau gejala apapun segera datang ke rumah sakit lagi, ya!

 

Binar mengangguk dan segera turun dari brankar.

 

BINAR:

Terima kasih, Dok. Saya permisi!

 

Dokter itu mengangguk sambil tersenyum ramah. Binar kemudian keluar dari kamar rumah sakit. Baru saja menutup pintu kamar rumah sakit dari luar, Binar melihat Najandra yang datang menghampirinya.

 

BINAR:

Naj? (sedikit terkejut)

 

NAJANDRA:

Bi?!

(Pandangan Najandra beralih pada tangan Binar yang di gips)

Kamu gapapa? Tangan kamu ...

 

BINAR:

Cuma patah dan gapapa. Nggak perlu dikhawatirin!

 

Nada bicara Binar yang cuek membuat Najandra terdiam dan hanya mengangguk tanpa mengucap kata-kata lagi. Mereka berdua pun berjalan ke luar rumah sakit tanpa ada pembicaraan apapun. Binar pulang ke panti dibonceng Najandra dengan vespanya. Long shot vespa yang dikendarai mereka berdua dari atas, move to wajah Binar dan Najandra yang saling diam dan canggung.

 

CUT TO:

 

36.     INT. PANTI ASUHAN – PETANG

 

Vespa yang dikendarai Najandra dan Binar memasuki halaman panti yang disambut oleh Bunda Panti, Kirana dan beberapa anak panti lainnya.

 

BUNDA PANTI:

Neng, kumaha teh bisa begini?

 

BINAR:

Namanya juga musibah, Bunda, nggak ada yang tau. Lagian, Binar juga yang teledor, nyebrang jalan nggak liat-liat.

 

BUNDA PANTI:

Ya Allah, Neng, lebih hati-hati lagi atuh kalau nyebrang lain waktu.

 

Binar hanya mengangguk sambil tersenyum, berusaha menenangkan kekhawatiran Bunda Panti.

 

LINTANG:

(memerhatikan tangan Binar dengan wajah polos) Teh, tangan teteh kenapa digendong? Tangan teteh patah, ya? Kayak di film-film.

 

BINAR:

Gapapa, Lintang. Dokternya yang lebay.

 

BUNDA PANTI:

Ya udah, hayuk masuk, istirahat. (hendak menuntun Binar)

 

KIRANA:

Bunda, biar Kirana aja yang antar Binar ke kamar. Ayo, Bi!

 

Kirana mengembangkan senyum sembari memegang lengan Binar hendak menuntun. Binar diam beberapa saat, menatap tangan Kirana yang memegang lengan kanannya dengan lembut, lalu akhirnya ia berjalan ke kamar dituntun oleh Kirana.

 

CUT TO:

37. INT. KAMAR KIRANA DAN BINAR - PETANG

Kirana menutup pintu kamar lalu kembali menuntun Binar ke tempat tidurnya.

 

BINAR:

Pelan-pelan, Bi. Hati-hati.

 

Binar dengan perlahan duduk di tempat tidurnya, ia hanya diam memerhatikan Kirana yang menumpuk beberapa bantal agar Binar bisa bersandar.

 

KIRANA:

Aku buatin teh anget dulu, ya?

 

Kirana hendak pergi meninggalkan Binar di tempat tidur, namun Binar terlebih dahulu menahan tangan Kirana. Kirana menoleh ke arah Binar, dan kembali duduk di pinggiran kasur lagi. Kirana menatap Binar dengan tatapan bertanya, sedang Binar masih diam menunduk.

 

BINAR:

An, apa langit yang kamu maksud dalam puisimu itu adalah Naj?

 

KIRANA:

(Mengerutkan alis) Maksudnya, Bi?

 

BINAR:

Nama Naj itu Najandra Alfarellza. Dan, Alfarellza itu artinya pemimpin langit. Berarti bener ‘kan, kalau langit dalam puisimu itu nggak lain adalah Naj?!

 

Kirana terdiam.

 

BINAR:

An, jujur ke aku! Apa kamu suka sama Naj?!

 

Kirana menunduk dan memilih diam.

 

BINAR: (CONT’D)

Jawab, An ....

 

KIRANA:

(Mengangkat wajah dan menatap Binar) Enggak, Bi.

Enggak seharusnya aku diam-diam jatuh cinta sama Najandra, enggak seharusnya aku punya perasaan itu. Aku nggak berhak jatuh cinta sama orang, sedang sahabatku sendiri yang lebih dulu mengenal orang itu. (Mata Kirana berkaca-kaca) Kalau aja dulu aku nggak dateng ke panti ini, mungkin yang dikenal Najandara cuma kamu. Maaf Bi, aku seharusnya nggak ada diantara cerita kalian berdua.

 

Binar menghirup napas pelan sambil menahan agar matanya tidak terlihat berkaca-kaca, kemudian tersenyum tipis.

 

BINAR:

Tapi, Naj jatuh cintanya sama kamu, An.

Kirana tampak terkejut dan tidak bisa berkata lagi.

 

BINAR: (CONT’D)

Kamu percaya kalau semua yang terjadi nggak lepas dari rencana-Nya?! Takdir yang membawa kamu mengenal Naj dan aku itu bagian dari rencana Tuhan, An. Jangan salahin siapapun termasuk dirimu sendiri. Aku cuma mau tahu jawaban atas apa yang selama ini jadi pertanyaan besar di kepalaku sebelum ia tumbuh lebih besar lagi. Makasih An, udah jujur terhadap perasaanmu sendiri.

 

Binar merubah posisi tubuhnya menjadi tidur miring ke kanan dan membelakangi Kirana.

 

BINAR:

Aku mau istirahat dulu, An.

 

Kirana mengangguk, menghapus jejak air mata di pipinya. Ia menyelimuti Binar sebelum berlalu keluar kamar. Setelah Kirana keluar, Binar menoleh ke arah pintu kemudian kembali tidur meringkuk dengan posisi miring ke kanan. Binar terisak, sedangkan di luar Kirana pun menangis setelah keluar kamar.

 

MONTAGE: flashback beberapa momen bahagia yang pernah Binar dan Kirana lewati bersama; saat memasak bersama, saat berbelanja, dan saat Binar memaksa Kirana untuk membantunya mengerjai Najandra. Berganti-gantian seperti slide masa lalu yang diputar ulang.

 

CUT TO:

Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Tidak ada komentar