Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
Mie Ayam United
Suka
Favorit
Bagikan
3. ANGKRINGAN

10 INT. LIQUID RESTO, MEJA DAN SOFA HIJAU – SORE, HUJAN      10

 

DARI ARAH KITCHEN, seorang waiters mendorong trolley restoran. Di atas trolley, satu piring seafood noodle, satu gelas lemon tea ice, salt n pepper bottle, satu straw, serviette, sendok garpu, sepasang sumpit, liquid sugar, dan tooth picks. Bergerak mendekati meja tempat Sandra menunggu di sofa coklat.

 

Sandra mengenakan gaun batik coklat muda. Rambut panjangnya dijepit sedikit di bagian belakang. Sebagian jatuh melewati bahu kirinya.

 

Ia sedikit menyisihkan smartphone di meja ketika waiters menurunkan makanan pesanan Sandra. Menggeser duduknya beberapa centimeter setelah menyisihkan tas belanjaannya yang diletakkan di sebelahnya.

 

                    SANDRA

         Terima kasih.

WAITERS

Sudah lengkap, Mbak? Ada yang bisa saya bantu lagi?

       (kemudian)

Atau silakan panggil saya lagi, jika Mbak membutuhkan sesuatu.

 

                    SANDRA

                (tersenyum)

         Cukup.

 

Sandra mulai menyantap pesanannya. Sudah lama ia tak merasakan seafood noodle.

 

Ia mengangguk-angguk sendiri ketika sesuap mie telah melewati lehernya. Wajahnya terlihat puas. Hasil masakan chef di resto itu dapat memenuhi ekspektasi lidahnya.

 

Suap demi suap dilakukan Sandra. Sesekali diselinginya dengan hisapan ice lemon tea dari straw kertas warna putih.

 

IN SLOW MOTION – Gerakan ujung sumpit saat menjepit juntaian mie.

 

MEJA RESTORAN

 

Sandra gagal menjepit udang dengan sumpitnya. Hampir jatuh dan membuat Sandra bergerak cepat. Ujung sumpitnya mengenai piring putih bulat, menggeser ke depan dan membuatnya beradu dengan salt and pepper bottle.

 

Sandra sedikit menundukkan kepala. Khawatir kalau perbuatannya ketahuan pengunjung restoran yang lain. Untung suasana restoran tetap hening. Hanya terdengar musik perlahan.

 

Ia tak tahu kalau di belakangnya telah berdiri Danti, teman Sandra. Usianya sekitar 22 tahun. Berambut panjang. Berparas tirus dengan kulit muka oriental. Berkemeja biru tua lengan panjang dengan bagian dada terbuka cukup dalam. Bawahan putih di atas lutut melengkapi penampilannya.

 

                    DANTI

               (suara lirih,

        tetapi sudah membuat kaget)

         Pelan-pelan. Tak ada yang akan merebut udang itu dari piringmu.

               (kemudian)

         Aku pun tidak. Kamu tahu. Aku alergi kalau kena makanan laut.

 

                    SANDRA

             (menoleh kaget,

              lalu tersenyum)

         Eh, Dan. Duduklah. Dekat sini. Jangan jauh-jauh. Sekalian jagain udangku kalau dia melompat lari. Ha ha ha.

 

                    DANTI

         Kamu pikir aku pawang udang?

 

Beat.

         

                    SANDRA

         Bukan begitu. Aku tahu, tak ada udang yang berani sama kamu. Kepiting pun balik arah kalau lihat kamu.

 

                    DANTI

             (tertawa lirih)

         Iya. Kepitingnya takut kusuntik vaksin.

               (kemudian)

         Mikirin apa kok sampai gagal menjepit udang?

 

Sandra melepas sumpitnya ke piring. Mengambil serviette dan mengusapnya ke bibir. Menghisap ice lemon tea lagi.

 

                    SANDRA

         Tidak mikirin apa-apa. Udangnya saja yang kegenitan geli aku jepit. Mencoba lari dianya.

 

                    DANTI

         Besok aku akan usul ke chef-nya. Ujung sumpitmu biar dikasih superglue. Biar udangnya lengket.

 

                    SANDRA

         Yang ada,…, bibirku ikut kena lem, Dan.

         Eh, mau makan atau minum apa? Aku yang bayar. Dari SMA dulu juga begitu kan? Modal nyawa dan wajah pasal 34 saja kamunya.

 

                    DANTI

         Njiirrr, tetap saja aku dianggap fakir miskin.

 

                    SANDRA

         Oh sudah tajir melintir sekarang? Sultan mana yang miara kamu?

 

Sandra memanggil waiters dan memintanya ke arah Danti.

 

                  SANDRA

         Ada rakyat kelaparan tuh, Mbak

 

                    DANTI

         Hmmh, iya sih.

 

Danti memesan satu hot choc, dua ice choc, spaghetti bolognaise, nasi goreng ayam, dan oxtail soup goreng. Ia tak peduli ketika Sandra mendengarkan pesanannya dengan mata terbelalak.

 

                 SANDRA

         Kasirnya saja sekalian kamu pesan, Dan.

 

                    DANTI

         Temanku juga mau ke sini. Dua orang. Nanti aku kenalin.

 

                    SANDRA

         Cowok apa cewek? Cakep ga? Hidup mereka semenderita kamu ga?

 

Sandra sudah menyantap habis makanannya. Bahkan ketika pesanan Danti belum datang diantar.

 

                    SANDRA

         Kenyang.

 

                    DANTI

         Kirain ngantuk.

 

                  SANDRA

         Iya. Sebentar lagi bakal.

 

Ketika makanan pesanan Danti datang, teman-teman Danti belum datang juga. Toh Danti tak perduli. Ia segera menyantap spaghetti. Sambil sesekali mengarahkan tatapan matanya ke arah Sandra.

 

                    SANDRA

         Jadi DJ, Dan? Enak ga?

 

                    DANTI

Aku nikmatin saja. Enak ga enak. Kamu bisa kuliah. Ke Inggeris lagi. Nah aku? Mau ga mau cari kerja kan setelah lulus SMA? Kursus dan kemudian jadi DJ.

       (kemudian)

DJ di sini juga kok. Kan gabung resto ini sama club dan cafenya.

 

Beat.

 

              SANDRA

     (mengangguk-angguk kecil)

Begitu ya.

 

              DANTI

Nah kamu? Mau cari kerja di mana? Jakarta, Surabaya? Apa bakal kerja di luar negeri?

 

         SANDRA

      (membuang pandangannya sebentar,

 menjawab pelan dan lirih)

Tidak. Tepatnya belum.

       (kemudian)

Bapaknya Yana tidak jadi menawariku bekerja di perusahaannya. Lagi turun drastis. Gara-gara Covid. Masyarakat bingung. Bisnis bertumbangan.

 

         DANTI

Benar sih. Aku dengar, club dan café juga bakal ditutup. Tau lah nanti. Nganggur juga aku bakalnya.

 

         SANDRA

Menurut kamu, …, sebaiknya aku harus kerja apa, Dan?

 

         DANTI

Buka angkringan. Ha ha ha.

 

         SANDRA

Ogah.

 

         DANTI

Iyalah. Lulusan luar negeri masa jualan angkringan. Kasihan pedagang angkringan sejati. Kalah pamor sama kamu.

 

Sandra tersenyum tipis. Ujung bibirnya terangkat.

 

Ia merapikan tas belanjaannya. Kemudian memberi tanda pada waiters untuk menyiapkan bill.

 

                    SANDRA

         Aku jalan dulu ya. Jangan khawatir. Hari ini makanmu tetap gratis. Billing, aku bereskan. Aku masih bisa baik hati ke kamu kok. Ha ha ha.

 

Sandra menyiapkan sejumlah uang dan meletakkannya di meja.

 

                    DANTI

         Lah. Bentar amat kita ketemunya. Tunggu bentar.

                (kemudian)

         Nah itu temanku datang. Kukenalkan dulu kamu ke mereka.

 

Mau tidak mau Sandra harus menunggu, walaupun ia tetap mengangkat tas belanjaan yang sudah dijinjingnya.

 

                    DANTI

         San, …, ini Rusli. DJ di sini. Ini Ronny. DJ juga. DJ tamu. Aslinya dari, …

 

Danti tak sempat menyelesaikan kalimatnya. Rusli, Ronny, dan Sandra saling bersapa sendiri-sendiri.

 

                    RONNY

         Nama yang bagus. Sandra, …, Cassandra? DJ juga?

 

                    SANDRA

         Bukan Cassandra. Sandra saja. Bukan DJ lah.

  (kemudian,

           teringat kalimat Danti tadi)

Hanya penjual angkringan.

 

Sandra sedikit menahan tawa. Setidaknya itu jawaban yang bagus. Lebih bagus daripada mengaku kalau masih pengangguran.

 

Toh sebenarnya, Sandra begitu menikmati tatapan mata Ronny. Tatapan mata elang. Tajam.

 

Ia seperti terbawa pada seseorang. Pada tatapan mata seseorang yang dulu pernah dekat dengannya. Pada wajah yang dulu mengisi hari-harinya.

 

Begitu pun Ronny. Ia seperti menemukan tempat yang teduh di sudut mata Sandra.

 

Sayangnya, Sandra sudah terlanjur mengangkat tas belanjaan. Ia pun sudah setengah berpamitan pada Danti tadi. Pasti harus jatuh malu dirinya kalau tidak jadi pulang hanya karena mata elang Ronny.

 

Tetapi mata itu?

 

 

11  INT. RUMAH SANDRA, KAMAR – MALAM                          11

 

Sandra duduk di atas kursi di dalam kamar. Punggungnya menyandar ke belakang.

 

Dahulu semasa SMA, kursi dan meja di dalam kamar itulah tempat belajarnya. Beberapa foto bersama teman SMAnya masih berada di atas meja.

 

Kini, di atas meja itu, bertambah dengan beberapa foto dirinya saat di Manchester. Juga ada foto-foto yang barus selesai dicetaknya. Liu dan Renee, ada di dalam foto itu tentunya.

 

Sandra memperkeras volume suara laptopnya. Dari YouTube, ia menyaksikan penampilan Didi Kempot.

 

FOCUS ON YOUTUBE, Didi Kempot beraksi di depan Sobat Ambyar.

 

Sandra tak begitu tahu tentang Didi Kempot dan lagu-lagunya. Tetapi tayangan televisi yang berulangkali menampilkan Didi Kempot sedikit demi sedikit mulai menyita perhatian Sandra.

 

Diakuinya, memang ada pesona lain yang ditawarkan Didi Kempot. Sederhana namun mampu menggerakkan banyak orang; bahkan orang yang mungkin tidak paham dengan isi lagu Didi Kempot.

 

                    SANDRA

      (berbisik untuk dirinya sendiri)

         Lagu-lagu patah hati. Tapi hebat memang.

 

Sandra terbeku di dalam dendang patah hati penyanyi itu. Bukan patah hati karena cinta. Bukan karena Mike. Bukan pula Aswin, ketua OSIS SMA, yang dulu kerap menjemput dan mengantarnya.

 

Ia patah hati pada masa depannya. Merasa dikhianati masa depannya. Sudah bagus dia menyiapkan masa depan, eh, tahunya masa depan tak seakrab dengan dirinya.

 

Sandra teringat nasihat guru BP serta Kepala Sekolah yang pernah didatanginya.

 

                    GURU BP

         Masa depan milikmu. Kamu yang menentukan. Kamu yang menyiapkan. Semakin baik persiapanmu, semakin pasti bintang terang di kehidupanmu nanti.

 

                    KEPALA SEKOLAH

         Belajar yang rajin. Cari ilmu sampai ke negeri China. Biar masa depanmu tidak suram.

 

Sandra ingat itu. Sandra tidak menolak. Ia menuruti. Menurut banget malah. Ia belajar super rajin. Lulus SMA dengan nilai nyaris sempurna. Beasiswa pun direbutnya. Menyisihkan ratusan pelamar beasiswa sedunia bahkan.

 

Sinar putih dan suara terbahak seperti masuk dalam benak pikiran Sandra.

 

                    ANONIM

    Kamu benar. Belajar rajin untuk masa depanmu. Tetapi ingat kata Kepala Sekolah. Cari Ilmu sampai ke negeri China. Kamu malah ke Inggeris, …, beda banget kan.

 

Sandra bagai tersadar. Ha ha ha. Baginya, mudah orang menasihati, mudah pula orang mencela. Satu kata beda pun sudah cukup untuk menjungkalkan nasihat emas.

 

Sandra mendadak seperti terombang-ambing. Terayun pada satu rencana ke rencana lain. Ingin mendaftar di bank, BUMN, atau, ….

 

Ah, semua kemudian seperti membantingnya ke sebuah sudut. Mencari pekerjaan ternyata tak mudah. Apalagi sekarang. Saat Covid menjadi musuh yang amat ditakuti penduduk dunia. Saat Covid menhancurkan teori-teori manajemen perusahaan. Menjungkalkan kepatuhan lama pada ilmu pengetahuan.

 

                    SANDRA

              (melecut dirinya)

         Cari pekerjaan susah. Lebih mudah sekolah. Camkan itu.

                 (kemudian)

         Cari beasiswa saja. Mending sekolah lagi)

 

 

INTERCUT NOTIFIKASI SKYPE

 

                  LIU

          (senang saling lihat)

        How have you been?

    

                    SANDRA

         Not bad. How are you? Still in your office.

    

                    LIU

         I’m not. Work from home, San. Stresses me out.

               (kemudian)

         How was your new job?

 

                    SANDRA

         Me? I haven't got a job. Can't tell you.

           (kemudian)

The company fired a lot of old workers. You know, Covid. No opportunities for new workers.

 

         LIU

 (menunjukkan simpati)

Here too. I'm lucky, the company only made me work at home. Not to the point of firing me.

     (kemudian)

So, what’s your plan?

 

Beat.

 

        SANDRA

    (teringat Danti,

    setengah tertawa)

No idea. Angkringan, maybe.

 

         LIU

    (tidak paham)

Angkringan?

 

         SANDRA

Selling cheap food using wooden carts. Kidding. Ha ha ha. Tottally no idea.

       (kemudian)

How is Renee?

 

         LIU

She’s good. She had met Mike. You know, Mike still loves you very much and hopes that one day you will return to England.

 

         SANDRA

I can’t promise. Besides, there is no angkringan in England right? Ha ha ha.

 

         LIU

Think again, please.

     (kemudian)

I wonder you already have a new boyfriend.

 

Beat.

 

         SANDRA

No, no. Nap. But I met a man.

 

         LIU

 (tersenyum, agak terkejut)

I guessed. How far?

 

         SANDRA

Nothing yet. I met him last afternoon. Just to know the name.

 

 

12 LIQUID CAFÉ, HALAMAN PARKIR – SORE                         12

 

DARI PINTU KANTOR LIQUID CAFÉ, Ronny berjalan cepat mengejar Danti yang sudah keluar mendahului.

 

Ronny mengenakan kaos merah bergambar “MARTIN DARRIX” dan celana pendek berkantong samping warna krem. Sepatu kanvas warna coklat tua dipakainya dengan diinjak pada bagian belakangnya.

 

Danti sudah membuka pintu mobilnya. Honda CRV produk dua tahun sebelumnya berwarna hitam. Berniat masuk ke mobil, tetapi diurungkannya ketika Ronny memanggil.

 

                    RONNY

              (wajah mengharap)

         Tolong dong, Dan?

 

                    DANTI

         Apa? Lagu baru? Siap. Aku tahu. Nanti aku masukkan ke flashdisk-mu.

 

                    RONNY

         Bukan

 

                    DANTI

         Lah. Terus apa?

 

                  RONNY

               (ragu-ragu)

         Anu.

 

                    DANTI

         Ah ngga jelas banget. Anu anu anu. Anumu kenapa? Bengkak? Ha ha ha. Bawa ke dokter. Makanya, …, kurangin.

 

                    RONNY

         Enak saja. Aku bersih.

 

Ronny memegang telapak tangan Danti. Mengangkatnya sedikit. Membiarkan Danti bersandar ke badan mobil. Ronny memandang Danti lekat-lekat.

 

Wajah manis Danti terbias dari kulit wajah cerah dan kaca mata gelapnya.

 

                    DANTI

               (tersenyum)

         Terus minta tolong apa?

                (kemudian)

         Oh, pengen kenalan sama, …

 

                    RONNY

         Yes.

 

                    DANTI

         Ratih? Anak Psikologi itu?

 

                    RONNY

         Bukan.

               (kembali ragu)

         Itu, …, Sandra. Yang kita ketemu di resto.

 

Danti tertawa ngakak. Menepis tangan Ronny dan melangkah masuk ke dalam mobil.

 

                    RONNY

         Serius.

 

                    DANTI

         Yah,…. Kan sudah kenalan ndiri maren.

 

                    RONNY

        Pengen kenal lebih jauh. Bantuin yak.

 

                    DANTI

          (membetulkan duduknya,

            memalingkan kepala)

    Cieee, …, yang jatuh cinta pada pandangan sekejap. Runtuh-runtuh deh, hatimu. Ha ha ha. Tumbang gara-gara oxtail soup. Dikomat-kamitin memang tuh. Ha, ha, ha.

               (kemudian)

        Aku harus bantu bagaimana?

 

Wajah Ronny berubah lebih ceria. Cara terbaik untuk mengenal Sandra memang dengan meminta bantuan Danti. Toh seperti yang Danti bilang, Sandra dulu teman satu SMA. Pasti tahu banyak tentangnya.

 

                    RONNY

         Alamat rumah? Hobby,…, atau apa saja?

 

                    DANTI

         Rumahnya, seatap sama bapak dan ibunya. Ha ha ha. Cari sendirilah.

 

                    RONNY

         Di mana?

 

Pintu mobil tertutup. Suara mesin mobil terdengar menyala. Sandra membuka jendela mobil sedikit sambil menjalankannya perlahan.

 

                    DANTI

              (menahan tawa)

         Sandra buka usaha, …, angkringan.

Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Tidak ada komentar