Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
Seminggu yang lalu...
MOS hari kedua.
Pukul 06.55 am
Dengan nafas tak beraturan dan dahi berkeringat, Alila berjalan memasuki gedung aula sekolah. Ruangan luas itu penuh dengan celotehan, namun matanya sibuk mencari seseorang.
“Alila!” Panggil seorang gadis dari kejauhan sambil melambaikan tangan.
Ia segera menghampiri gadis itu dengan senang.
“Maaf, telat, tadi ak-“
“Kau bawa barangnya, kan?” Tanya gadis yang memanggilnya tadi.
Alila mengangguk, mengeluarkan buku dan pensil dari ranselnya.
“Makasih udah mau di repotkan, kami lupa bawa tadi.”
“Iya, gak papa, santai aja, Rev.” Alila tersenyum polos.
Setelah dua hari berturut – turut, Revy meminta tolong banyak hal kepada Alila, hingga murid yang lain ikut juga. Sampai... sekolah resmi pun di mulai.
Kini, tokoh utama kita sedang sibuk mengetik di dalam kamarnya tanpa menyadari waktu. Seseorang mengetuk pelan pintu kamarnya.
“Al, waktunya makan malam.” Ujar orang itu, di balik pintu.
“Iya, dikit lagi.” Ia segera berhenti setelah tanda titik. Meregangkan badannya sebentar, dan berjalan ke ruang makan.
“Wah, masakan padang.” Alila segera mengambil piring, dan duduk di samping kakaknya. Mally.
“Al, kau gak jenuh seharian di kamar?” Tanya kak Mally, setelah menelan makanannya.
“Seharian? Aku keluar kamar kok tadi. Waktu sarapan, makan siang, sama sekarang. Sempet ngambil cemilan juga, dan pergi ke kamar mandi pas panggilan alam. Jadi, gak seharian kan?” Dengan santai Alila mengambil makanan.
"Ah~ ini anak pikirannya gini banget dah." Batin kak Mally.
“Tapi, ini hari minggu loh, kau gak ada janji main sama temen gitu?”
“Enggak.”
“Emang kau gak punya temen di sekolah?”
“Punya.”
“Terus, kau ngapain di kamar?”
“Kerjain tugas sekolah.”
“Oh...”
Suasana pun hening, suara alat makan mendominasi ruangan. Dalam hitungan menit, tak ada yang tersisa di piring. Alila berdiri membawa piringnya untuk di cuci, namun...
“Ah, biar kakak yang membersihkannya, kau kembali ke kamar aja.”
“Eh? Beneran?” Kak Mally mengangguk, meyakinkan adiknya.
“Erm... baiklah, aku ke kamar dulu.” Alila pergi dengan ragu.
“Beneran?” Tanya Alila, dari ujung pintu kamarnya.
“Iya, udah sana, tutup pintu dan selesaikan tugasmu.”
“Baiklah.”
Ia menutup pintu sembari bergumam. “Aneh, gak biasanya kakak pemalas itu mau kerja.”
*****
Keesokan harinya...
13 Juni 2016
Pukul 06.05 am
Di dalam bis yang lenggang, Alila sibuk mengerjakan soal kimia di buku paket dengan serius. Bis berhenti di halte, beberapa orang masuk ke dalamnya, termasuk Zelin. Ia duduk di depan Alila, mengeluarkan buku gambar dan alat tulis. Suara kendaraan mengiringi perjalanan mereka. Sejenak, Alila beristirahat dengan melihat sekeliling. Dari dunia luar hingga... terpaku kepada sketsa gambar milik Zelin. Kertas putih itu di isi dengan gambar bangunan yang selalu mereka lewati dengan bis.
“Wah, realistis...” Celetuk Alila.
Zelin langsung memeluk gambarnya dan menoleh dengan tatapan tajam.
“Baru kali ini, aku liat langsung orang yang sedang gambar.” Mata Alila berkilau kagum, melihat Zelin.
Tanpa kata, gadis yang di puji itu mencari duduk lain. Alila heran melihatnya, namun berubah senang saat melihat seragam Zelin.
“Wah, kita satu sekolah, kau di kelas berapa?” Tanya Alila, duduk di samping Zelin.
Zelin meliriknya tak percaya sambil membatin. “SKSD banget ini orang.”
“Oh ya, namaku Kalila Jovanka, di panggil Alila.” Mengulurkan tangannya.
Zelin diam menatap tangan Alila, lalu ke wajahnya, dan berakhir ke sepanjang jalanan perkotaan.
“Ak- aku... di abaikan...?” Pikir Alila, tercengang.
Ia terdiam, memikirkan cara lain. Sebuah pin di dada kanan Zelin membuat Alila tersenyum.
“Kita sama – sama kelas satu, aku di kelas 1 – A, ayo berteman.” Seru Alila, antusias menunjukkan pin kelasnya.
Zelin menoleh. “1 – A? Itu kelas anak pintar, kan? Hmm...”
“Tolong beri aku jalan.” Pinta Zelin datar, tanpa tanya Alila menyingkir.
Di saat bersamaan bis berhenti, pintu mulai terbuka, dan Zelin... segera berlari keluar. Alila yang telat menyadari maksud tersembunyi Zelin pun hanya bisa melihat dari jendela bis dengan kecewa.
*****
Kelas 1 – A
Pukul 06.55 am
“Alila, pagi.” Sapa Revy, duduk di samping Alila.
“Pagi.”
“Kau sedang mengerjakan apa?” Tanya Seli.
“Menyiapkan catatan untuk presentasi nanti.”
“Dua lembar itu untuk nanti?!” Seli menunjuk dengan shock, Alila mengangguk.
“Hoo... Rajinnya.” Puji Ayra, membaca tulisan yang sudah selesai.
“Alila kan emang murid rajin, hahahaha...” Timpal Revy.
“Beruntung banget kami satu kelompok denganmu.” Seli memeluk Alila dengan senang.
“Hehehe, kalian berlebihan.”
“Dring!!!!”
Sebelum guru datang Revy melirik catatan Alila tadi, di tengah keramaian kelas ia berkata. “Al, bolehkah aku yang presentasi nanti?”
“Eh? Benarkah?” Revy mengangguk.
“Oho... tuan putri abis salah minum obat, ya?” Goda Ayra di belakang Revy.
“Berisik.” Bisik Revy.
“Baiklah, nanti kalau udah selesai ku kasih ke kamu.”
Sekolah pun berjalan seperti biasa. Di tengah pergantian jam pelajaran kedua, Alila memeriksa catatan tadi dan memberikannya ke Revy. Setelah jam istirahat, mereka pun memulai presentasi dan berjalan lancar. Guru memuji hasil kerja mereka, tanpa tau, bahwa Alila mengerjakan semuanya sendiri. Walau begitu, Alila tak bisa mengatakannya. Karena ia tak ingin memperbesar masalah itu.
*****
Koridor sekolah.
Pukul 15.10 pm
Alila menghela nafas berat, menyusuri koridor dengan banyak pikiran di kepala. Ia bahkan mengabaikan orang yang memanggil namanya. Dan tanpa sadar, ia berhenti di perpustakaan.
"Kenapa tiap banyak pikiran, aku pergi ke tempat yang banyak buku begini?? Kebiasaan yang aneh." Pikirnya, sambil memasuki ruangan itu.
Ia memasukkan tasnya ke loker sebelum masuk ke ruangan itu.
"Seharusnya aku gak membiarkan Revy untuk presentasi, tapi... kenapa...?"
Ia bersandar ke rak buku, lalu berteriak. “Argh!!!!”
“BERISIK!” Bentak pengurus perpustakaan dari mejanya.
Alila segera menutup rapat mulutnya dan pergi bersembunyi ke tempat lain.
"Tadi itu... sangat bahaya." Alila memegang dadanya, mengatur detak jantung dan nafas.
"Aku harus menenangkan pikiran sebelum pulang, kalau enggak, kakak pasti akan memburuku dengan pertanyaan." Ia mengambil satu buku di rak, lalu duduk di lantai dengan menyilangkan kakinya.
Dalam keheningan itu, ia tenggelam dalam tiap kalimat di buku. Perlahan sinar mentari berwarna jingga memasuki perpus, Alila yang merasa terganggu pun membelakanginya. Tanpa menyadari dua orang yang telah melewatinya. Mereka adalah Zelin dan Alder. Tak lama setelah itu, seruan keras mengusik Alila.
“Ah!”
“Tolong kecilkan suara kalian.” Tegurnya, setengah berteriak.
Semuanya kembali tenang, namun... ia mendengar bisikan mereka. Walau tak terdengar dengan jelas apa yang mereka bicarakan.
"Mereka lebih berisik dariku tadi, huft!" Ia mendengus kesal.
*****
Apartemen Alila dan kak Mally.
Pukul 16.50 pm
Kak Mally makan cemilan sambil menonton TV. Suara pintu terbuka membuatnya menoleh, melihat Alila yang bergegas masuk kamar tanpa memberi salam.
"Eh? Kenapa lagi tuh anak?"
Kak Mally membuka kamar Alila, namun terkunci. Ia pun mengetuk sambil bertanya. “Al, apa kau baik – baik saja?”
“Iya! Aku mau mengerjakan tugas, jadi, jangan ganggu aku!”
Balasan keras itu membuat kak Mally tak bisa berkata lagi. Dengan lunglai ia mematikan TV dan pergi ke kamarnya. Ruang tengah apartemen itu lenggang dan gelap, terasa sangat dingin bagi yang melihatnya.
Sementara itu...
Alila tidur tengkurap di kasurnya dalam kegelapan. Sunyi, tak ada pergerakan ataupun suara selama beberapa waktu. Ia pun membalikkan badan, menatap langit kamarnya.
"Kenapa aku mendengar hal itu? Mengesalkan!"