Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
LIOM
Suka
Favorit
Bagikan
2. Bab 1

13 Juni 2016

Pukul : 11.30 am

Gesekan pensil yang gesit membentuk beragam garis perlahan menampakkan wujudnya, terlihat sketsa kasar dari dua badan yang masih misterius. Gadis berusia 16 tahun itu menggambar dengan tatapan tajam di dekat jendela perpustakaan sekolah. Ia adalah salah satu tokoh utama dalam cerita ini. Zeline Fawnia, kalian bisa memanggilnya Zelin. Rambutnya pendek sebahu, mengenakan seragam lengan pendek warna biru muda bermotif kotak - kotak, di padu dengan rok panjang berwarna steel blue.

“Dring! Dring! Dring!” Tanda istirahat berakhir.

Semua murid bergegas ke kelas masing – masing, termasuk Zelin. Ia menata barangnya dengan cepat dan pergi, tanpa menyadari sebuah pensil terjatuh dari sela buku yang ia peluk.

Kelas 1 – C, khusus perempuan.

Zeline berpapasan dengan gurunya di depan pintu, berhenti dan diam memandang wanita 20an itu. Mereka saling menatap beberapa detik, lalu sang guru pun menyuruh Zelin masuk dengan dagunya sebagai isyarat. Zelin segera berjalan ke bangku belakang dekat jendela. Wanita tadi pun berdiri di depan kelas dengan senyum manis.

“Siang anak – anak, perkenalkan, nama saya bu Nia, guru fisika di sekolah ini. Ada kah yang ingin kalian tanya kan pada ibu? Sebelum kita mulai pelajarannya.” Ungkap bu Nia.

“Umur ibu berapa?”

“Udah punya pacar belum, bu?”

“Rumah bu Nia di mana?”

Pertanyaan random pun memenuhi ruang kelas. Setelah mereka diam, bu Nia berucap. “Sudah selesai pertanyaannya?”

“Sudah.” Jawab mereka serempak.

“Baiklah, mari kita absen.”

“Loh? Kok gak di jawab pertanyaannya, bu?” Tanya salah seorang murid.

“Ibu kan gak bilang akan jawab pertanyaan kalian.” Bu Nia tersenyum meledek.

Seruan kecewa pun memenuhi ruangan itu.

Satu per satu nama terpanggil, mereka mengacungkan tangan sambil menyebutkan nama paanggilannya. Di tengah situasi itu, Zelin hanya diam menatap dunia luar. Ia tak peduli dengan situasi ramai di kelas itu, hingga tiba namanya di sebut paling akhir.

“Zeline Fawnia.” Tak ada respon. Setelah memannggilnya beberapa kali, bu Nia pun menghampiri gadis itu, mengetuk mejanya, dan memanggil namannya lagi dengan suara yang cukup keras.

“ZELINE FAWNIA.” Gadis itu terperanjat kaget, menatap bu Nia.

“Siapa nama panggilanmu?”

“Zelin.” Balasnya cepat.

Bu Nia menulis nama itu di buku absen sambil berkata. “Jangan melamun selama pelajaran ibu, mengerti?”

“Baik.”

*****

Mentari perlahan turun dari titik tertingginya. Pelajaran serius berakhir dengan dering bel yang panjang. “Driiiiiiiing!!!”

Semua murid berhamburan keluar kelas, menyapa teman lainnya dan pulang bersama.

Sementara itu, Zelin masih duduk di bangkunya. Sibuk meraut satu kotak pensil, hingga tersisa dirinya seorang di kelas. Suara ketukan di mejanya membuat Zelin mendongakkan kepala. Wajah familiar itu tersenyum menatapnya, seraya berkata. "Ayo pulang."

"Bukankah kita orang asing di sekolah?" Tanya Zelin ketus.

"Ini udah jam pulang sekolah, semua murid dan guru udah pul-"

"TETAP SAJA!" Bentak Zelin, membuat wanita itu tertegun.

Zelin segera membereskan barangnya, dan pergi dengan kesal.

"Jangan mengikutiku!"

Wanita itu terdiam menatap punggung Zelin. Ia adalah tante Zelin, sekaligus guru fisika di sekolah itu. Ya, dia adalah bu Nia.

*****

Zelin berjalan melewati perpustakaan, langkahnya terhenti beberapa senti dari ruangan itu. Matanya menatap tanda ‘open’ di depan pintu kaca.

“Apa mungkin pensilku di sini?” Zelin mendorong pintu itu.

Barisan buku di rak pun menyambutnya, beberapa murid masih mendiami tempat itu. Perlahan ia menyusuri setiap sudut ruangan. Mencari benda kesayangannya hingga di bawah meja. Tanpa ia sadari, seseorang mengikuti gerak geriknya sejak ia bertingkah mencurigakan. Zelin mendengus kesal.

“Kenapa gak ketemu, sih? Di mana kau pensil? Di mana...?” Gumamnya, terus mencari.

“Kau sedang mencari sesuatu?” Suara berat itu membuat Zelin terperanjat kaget ke belakang, hingga kepala mereka pun berbenturan.

“Ah!” Seru mereka keras, memegang kepala masing – masing.

Murid yang berada di dekat sana segera menegeur mereka.

“Tolong kecilkan suara kalian.”

Dalam keheningan itu, mereka mengelus kepala yang terbentur sambil mengeluh kesakitan, dengan suara pelan.

“Kau siapa sih? Tiba – tiba mengagetkanku begitu?” Bisik Zelin, membuka pembicaraan dengan sebal.

“Ak, aku hanya menanyaimu, enggak ada niatan untuk mengagetkanmu, sungguh.” Balasnya kikuk, dengan dua jari yang membentuk huruf ‘V’.

Dalam posisi jongkok, Zelin mundur beberapa langkah. Menjauh dari lelaki mencurigakan itu.

Lelaki asing itu merogoh saku celananya, lalu menunjukkan barang yang sedari tadi di cari oleh Zelin. “Ini pu-“

“Oh, pensilku.” Potong Zelin senang, mengambil barangnya.

Lelaki itu tersenyum lembut melihat wajah berseri Zelin.

“Di mana kau menemukannya?” Seketika suara Zelin menjadi ramah, walau terdengar pelan.

“Di bawah meja ini sebelum kau datang kemari.” Jawabnya santai, tanpa terasa kikuk lagi.

“Maaf, sudah mengagetkanmu tadi. Namaku Balder Helios Cadey, kau bisa memanggilku Cad.” Ungkap lelaki itu.

“Cat?”

“Bukan cat, tapi Cad, pakai ‘d’ di belakangnya, bukan ‘t’.”

“Ha?” Zelin memasang wajah terbodohnya, membuat Cad mendengus pelan.

“Kau bisa memanggilku Alder kalau begitu.”

“Kalau bisa ku panggil Alder, kenapa menyuruhku memanggilmu ‘cat’ tadi?”

Alder terdiam, matanya berkeliling tak beraturan. Dengan senyum ia menjawab. “Rahasia.”

Zelin mencoba mencerna reaksi lelaki itu, tapi... gagal.

“Hmm... baiklah, namaku-“

“Zeline Fawnia, kan?”

Gadis itu segera memeluk dirinya, dengan mata waspada ia berujar. “Kau penguntit, ya?”

“Eng, enggak, aku ta-“ Dengan cepat, Zelin berlari pergi sebelum Alder menyelesaikan ucapannya.

“Tu- Ah... aku belum selesai bicara. Aku tau namamu dari pensil yang kau hilangkan...” Lanjut Alder bicara sendiri, dan mendengus sedih.

Tak jauh dari tempat itu. Seorang gadis berdiri membaca buku di balik rak. Ia mendengar semua perbincangan Zelin dan Alder, bahkan menegur mereka berdua tadi. Namun, ia kembali fokus dengan bacaannya. Gadis itu adalah...

Kalila Jovanka.

Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Tidak ada komentar